PART 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 4

What did i do?

Rutuk Yasmin.

Untuk kesekian kali, dia mengakui perasaannya.

Tidak ada waktu untuk mundur, karena Yasmin memang tidak mengharapkan apapun selain balasan cinta dari Jati.

Cepat atau lambat, dia akan tetap menunggu.

***

Jati terbangun dalam posisi tidur menyamping menghadap ke sebelah kiri. Saat membuka mata, ternyata Yasmin sudah tidak ada di tempat tidur. Dilihatnya penunjukan waktu pada jam tangan yang semalam diletakkan di nakas. Rupanya sudah pukul tujuh lewat. Jati sempat bangun untuk ibadah Subuh bersama Yasmin kemudian kembali tidur sampai terbangun saat itu.

"Yasmin?" Jati memeriksa di kamar mandi, dan memastikan jika Yasmin tengah berada di dapur untuk membantu menyiapkan sarapan. Jati mengambil peralatan sikat gigi dan facial wash untuk bersih-bersih. Sesaat, dia keluar untuk mengambil handuk. Tanggung, mending sekalian mandi saja.

Saat hampir menyelesaikan membilas badan, terdengar suara ketukan di pintu kamar mandi. Jati berteriak memberitahu Yasmin bahwa dia tengah mandi, dan ketukan pelan pun berhenti.

"Sarapan dulu." Yasmin nampak mengelap area wajahnya yang masih lembab oleh keringat. "Jadi pengen mandi lagi kalo gini."

"Ya udah, kamu mandi saja. Saya tungguin."

"Ditungguin di sini atau di bawah?" tanya Yasmin yang tergesa-gesa mengambil handuk bersih di dalam lemari.

"Kamu maunya yang mana?" Jati bertanya balik.

"Ya ditungguin di sini." Yasmin lalu melanjutkan. "Atau di kamar mandi juga boleh."

Lagi-lagi Yasmin menggodanya. Dan seperti biasa, Jati akan menjadi seperti patung sebelum memaksakan diri tertawa atau tersenyum demi menutupi rasa canggung.

Selalu Yasmin yang bergerak maju, sementara yang bisa dilakukan Jati hanya bersikap pasif.

Jati bukannya tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan sehingga sikapnya jadi kaku seperti itu. Jati pernah dua kali menjalin hubungan serius dalam jangka waktu yang cukup lama. Yang pertama di tahun pertama kuliah hingga lulus. Kemudian yang kedua ketika Jati kerja magang, berlanjut sampai lulus magister. Keduanya berakhir dengan alasan dan cara yang berbeda. Keduanya pun meninggalkan kesan berbeda baginya. Yang pertama berakhir baik-baik, yang kedua, sebaliknya. Menyisakan kenangan buruk yang tentu saja tidak ingin diingatnya lagi.

Karakter Yasmin berbeda dengan mantan-mantan Jati. Amat sangat berbeda dan bisa dikatakan kontras. Sejak dulu, Jati cenderung menyukai perempuan kalem, keibuan dan tidak banyak bicara. Bukan berarti Jati menutup kemungkinan untuk menyukai perempuan dengan kepribadian terbuka dan cenderung enerjik seperti Yasmin. Tetapi hanya soal kecocokan saja. Secara kebetulan, mantan-mantannya di masa lalu memiliki kepribadian yang nyaris serupa seperti yang disukainya. Namun belakangan, Jati memahami bahwa seharusnya dia bisa lebih fleksibel menentukan pasangan dan tidak terpaku hanya pada persoalan karakter. Asalkan perempuan itu bisa memahami dirinya, begitupun sebaliknya, maka dia cukup yakin hubungan yang dijalani bisa langgeng dalam jangka waktu lama.

Setelah menunggu Yasmin selesai berpakaian, Jati membuka pintu, melalui lorong kecil pendek menuju ke tangga. Yasmin mengikuti langkahnya hingga ke ruang makan, di mana anggota keluarga lainnya tengah menunggu mereka untuk sarapan bersama.

"Maaf kelamaan, Ma. Soalnya, aku mandi lagi. Padahal sebelum masak, aku udah mandi."

Yasmin tidak menggunakan privilege sebagai orang berada yang memungkinkannya duduk manis di kursi, menunggu makanan disiapkan oleh pelayan. Yasmin masih selalu memasak untuknya. Hal itu diakui Yasmin, karena dia memang senang memasak. Menurutnya, jika pekerjaan memasak bisa dilakukannya sendiri tanpa mengandalkan bantuan, maka tentu saja akan dilakukannya sendiri. Yasmin kelihatannya tidak melewatkan setiap kesempatan untuk membuat Jati terkesan.

Tetapi mengapa Jati merasa tidak mudah membuat dirinya sendiri jatuh cinta kepada Yasmin.

Apakah karena hatinya bukan sesuatu yang mudah tersentuh oleh kebaikan orang lain? Atau, memang ada hal lain yang masih mengganjal di hatinya?

Seharusnya dia tidak perlu menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.

Terjebak di masa lalu memang bukan hal yang wajar untuk dirinya yang telah memiliki masa depan dengan Yasmin.

Yasmin terlalu baik untuk menerima sikapnya yang masih belum sepenuhnya lepas dari kenangan masa lalu.

Karena semestinya, hubungan yang baru bukan sebuah pelarian ataupun pelampiasan. Hubungan yang baru harus dimulai dengan cara yang baik, sehingga tidak akan ada pihak yang nantinya akan dirugikan, dalam hal ini, Yasmin.

Beberapa hari belakangan, Yasmin terlihat semakin sering menggodanya lewat celetukan iseng, hingga sentuhan demi sentuhan kecil yang terkadang masih membuat Jati belum mampu menerima dan meresponnya dengan baik. Tidak, bukan karena risih. Yasmin tidak pernah membuatnya merasa tidak nyaman dengan perlakuannya. Hal itu karena Yasmin tidak pernah melakukan hal yang berlebihan atau melakukan tindakan yang di luar batas.

Jati bukannya tidak merasa nyaman.

Jati hanya belum merasa nyaman.

Sekarang hanya tinggal soal waktu sampai hatinya sampai pada titik di mana dia merasa nyaman hidup bersama Yasmin.

Dan hal itu sepenuhnya tergantung pada seberapa besar usahanya untuk menjalani pernikahan. Menjadi suami yang bertanggungjawab dan mencintai Yasmin tanpa rasa ragu.

***

Sesampainya di ruang TV, Yasmin langsung mengambil remote TV dan memosisikan tubuhnya dalam posisi senyaman mungkin di sofa. Sementara Jati sedang bersiap-siap menuju lokasi proyek. Yasmin sudah menyiapkan pakaian dan perlengkapan yang akan dibawa Jati. Pagi itu, mereka sudah sarapan di rumah orangtua Jati, jadi dia tidak punya alasan beraktivitas di dapur di pagi hari seperti biasa, saat tiba di rumah.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Jati sudah selesai berpakaian. Jati kerap memakai ransel jika sedang meninjau lokasi proyek, menyesuaikan dengan pakaiannya yang kasual dengan jins dan polo shirt yang dilapisi jaket. Yasmin segera bangkit dari posisi nyamannya demi mengambil "jatah" cium pagi itu. Yeah, bukan dari Jati sih, karena selama ini, dia-lah yang mencium Jati.

"Kapan-kapan aku boleh ikut lihat-lihat proyek kan?" tanya Yasmin.

"Boleh," balas Jati sambil merapikan posisi tali ransel di pundak kanannya. Mereka kini sedang berdiri berhadapan dengan Yasmin yang meraih tangannya untuk salim seperti biasa.

Lalu seperti biasa,Yasmin akan berjinjit untuk mengecup pipi Jati, yang biasanya hanya dia kecup di satu sisi.

Tapi, kali ini Jati malah menarik wajahnya sebelum Yasmin sempat menyentuhkan bibirnya di pipi Jati.

Yasmin baru saja hendak protes ketika tahu-tahu, Jati menangkup pipi kirinya sebelum mendaratkan kecupan singkat di dahinya.

This is better than what she has been expected.

"Berangkat dulu."

Yasmin mengangguk pelan sebelum mengembalikan kesadarannya. "Oh, oke. Take care. Drive safely."

"Nggak usah diantar sampai depan," pinta Jati, seolah bisa membaca pikiran Yasmin.

Padahal suasana pagi itu akan terasa lebih sempurna jika Yasmin menggandeng tangan Jati dan mengantarnya sampai ke depan pagar, lalu melambaikan tangan sambil mengatakan sesuatu semacam...

"I love you. Cepat pulang yaaa...,"

Tapi kecupan Jati di keningnya tadi, sepertinya sudah lebih dari cukup untuk saat ini.

"Oo,oke." Yasmin mengiyakan tanpa protes. Membiarkan Jati melangkah keluar rumah sendirian.

Yasmin berusaha keras menyembunyikan kegirangannya sampai Jati sudah berada di luar rumah.

Oh My God!

Is this real?

Tentu saja nyata. Tentu saja!

Cepat-cepat Yasmin mengambil ponsel dan mengetikkan chat secepat mungkin kepada Ana. Dia tidak bisa menikmati kebahagiaan ini sendiri, harus ada seseorang yang diajak berbagi. Siapa lagi kalau bukan Ana?

Yasmin : He kissed me!!!

Tidak berapa lama, Ana membalas dengan antusias.

Ana : fr? Congrats Yas.

Yasmin : yes!! He kissed me!

Ana : Di...?

Di...? is that important? The spot he kissed, she meant.

Yasmin : Penting banget nyiumnya di mana?

Ana : iya dong. So, where?

Yasmin : forehead

Ana : gitu doang?????????? Setelah dua bulan dua minggu nikahhh? C'mon

Yasmin : Apa sih, Na? At least Jati punya inisiatif

Ana : Waktu akad nikah dulu juga gitu kan? Nothing special

Yasmin : lo bikin gue kesel!

Ya gimana nggak kesal? Yasmin sudah senang girang seperti ini tapi respon Ana hanya seperti itu, seolah-olah hal yang terjadi tadi adalah hal yang biasa saja?

Paling nggak, hal itu sudah cukup untuk jadi alasan merayakannya dengan bersulang root beer di A&W.

Apa Ana expect Jati nyiumnya di tempat lain?

Ana : lo chat gue lagi kalo dia nyium lo di bibir sama di dada, baru gue excited

Yasmin menatap tidak percaya. Ana sudah gila!

Itu kan sama saja mimpi di pagi bolong!

Yasmin berhenti membalas chat dari Ana. Terkadang ucapan nyablak Ana bisa membuatnya ke-trigerred. And Yasmin hates that.

Excited turns to unexcited in the blink of an eye

Apakah Yasmin sedemikian hopeless sampai-sampai tindakan kecil dari Jati itu ditanggapinya secara berlebihan? Jika menurut Ana hal itu biasa saja, lantas Yasmin harus bagaimana?

Yasmin memahami bahwa sebuah hubungan tidak akan berjalan baik, jika tidak ada timbal balik antara kedua belah pihak. Mungkin sulit mendapatkan kondisi di mana mereka bisa saling mencintai seperti sepasang kekasih yang tengah dilanda asmara dalam waktu singkat.

Memang seperti yang pernah Yasmin katakan bahwa dia akan menunggu sampai Jati membalas cintanya, tapi dia tetap menjaga ekspektasinya sehingga tidak melampaui batas. Yasmin tahu jika dia berharap banyak terhadap Jati, tapi dia pun berusaha menjaga perasaannya dari kerusakan besar, andaikan waktu yang dia tunggu tidak kunjung tiba. Atau Jati tidak bisa mencintai sebesar yang Yasmin harapkan. Seperti perempuan kebanyakan, Yasmin expected simple things. She only wants to treated with kindness, respect, affection, and love. But if one day, Jati couldn't treat her with affection and love, at least he treated Yasmin with kindness and respect, so she still manage to live peacefully in marriage with no regret.

And at least, he will be loyal to Yasmin.

***

"Terima kasih, Mas."

Jati menerima segelas kopi berlogo salah satu kafe hits di Serpong yang diulurkan Yasa kepadanya.

"Gimana? Lebih susah mana jadi arsitek, konsultan atau owner?" tanya Mas Yasa, setelah mereka sama-sama duduk menikmati kopi. Saat ini mereka berada di dalam kantor yang dibangun di dekat lokasi proyek. Kantor tersebut digunakan untuk meeting antara owner, konsultan dan kontraktor.

"Owner, Mas. Tanggungjawabnya besar."

"Sejak awal diberi tanggung jawab sebesar ini, saya butuh waktu lama untuk mengiyakan. Tapi berbeda dengan kamu, yang malah begitu cepat mengambil keputusan untuk mau terlibat dalam proyek ini."

"Mungkin karena sejak dulu saya belum pernah merasakan jadi owner, jadi sekarang saya mau nyoba. Buat nyari pengalaman." 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro