6-Bukan Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Senja ikut terdiam ketika teman sekelasnya memilih bungkam karena terkejut mendengar gosip yang beredar. Sebenarnya mereka meyakini masalah Farhana bukan gosip belaka ketika peraih peringkat pertama itu dan kedua temannya dipanggil ke ruang kepala sekolah. Awalnya mereka tak percaya Farhana bisa menuduh Senja seperti itu, tetapi ketika salah satu teman sekelasnya tak sengaja mendengar bahan cerita para guru di ruang guru kemarin, mereka ingin semua menjadi jelas.

Meskipun mereka memang sempat membenci Senja sebab gadis itu terkadang hanya peduli diri sendiri dan ambisius, tetapi menurut mereka Senja tetap baik. Namun, sikap baiknya tertutupi oleh isu nilai ujian hasil nyontek karena tuduhan Farhana. Hari ini, semua harus jelas.

Senja menatap Aras yang terlihat biasa-biasa saja. Dia tahu di balik sikap tenang cowok itu, Aras ingin sekali Farhana mendapatkan hukuman. Senja tersenyum ketika Aras melihatnya. Jika pengakuan Farhana yang akan membersihkan nama baiknya sebagai tukang nyontek, entah bentuk terima kasih seperti apa yang akan Senja berikan kepada Aras. Seingatnya, pacarnya ini tak pernah membuat dia kecewa.

Mata Senja melebar ketika melihat Farhana dan kedua temannya masuk kelas sambil berlinang air mata. Ada rasa iba di hati. Senja tidak tahu sebenci apa Farhana padanya, tetapi kata Aras gadis itu memang sudah tidak menyukainya sejak kelas sepuluh gara-gara terlalu mendominasi isi kelas.

"Ini semua gara-gara lo!" Farhana menghambur buku Aras di atas meja hingga terjatuh ke lantai. Suasana kelas seketika berubah dingin, terlihat tak ada yang mau melerai tindakan gadis itu.

Aras tertawa, membuat tatapan bingung membanjiri kelas. Dia berdiri menghadap Farhana masih sambil tertawa. Setelah puas melihat wajah merah padam gadis di depannya, dia bersandar di tembok kelas sambil bersedekap dada. "Gue udah peringatin lo kemarin, tapi lo gak peduli. Lo pikir gue bakalan diam? Gue tau seisi kelas benci sama Senja, tapi sebelum kebencian mereka menguat, ada lo, dalang di balik semuanya. Tuduhan lo semakin buat mereka benci sama Senja." Aras menatap tajam teman-temannya yang sontak membuat mereka menunduk.

"Kenapa lo kayak gini? Kenapa lo ikut campur urusan gue? Padahal lo cuma selalu suruh Senja sabar soal kelakuan gue. Terus kenapa lo ikut campur, hah? Kenapa!" Kepalan tangan Farhana semakin mengetat dan Aras malah semakin tertawa, meledek.

"Gak usah mikiran yang lain. Lo fokus aja sama hukuman lo. Gue tau lo pasti dihukum dan dimarahin habis-habisan sama nyokap-bokap lo karena anak kebanggaannya ternyata tong kosong nyaring bunyinya."

"Gue bakalan balas perbuatan lo, Ras. Gue gak terima!" jerit Farhana.

"Kenapa lo gak terima? Lo harusnya sadar diri kali. Udah nuduh, tau-taunya lo juga yang nyontek. Jijik sama diri sendiri." Maki salah satu teman sekelas mereka.

"Tau diri, dong. Taati aturan sekolah kalau gak pengen dihukum."

"Percuma dapat peringkat tinggi kalau hasil nyolong. Gak guna!"

"Gak pengen dihukum tapi gak beretika. Sadar!"

"Minta maaf lo sama Senja. Syukur-syukur kalau lo gak dihantui. Kejam banget, Sist."

Banyak sahutan lain yang memenuhi kelas. Aras tidak bangga teman-temannya menyudutkan Farhana. Bagaimanapun juga, merekalah yang membuat Senja tak pernah bersemangat di dalam kelas, mereka pernah meninggalkan Senja. Aras menatap datar gadis di depannya lalu maju selangkah.

"Harusnya lo bersyukur kalau hukuman lo cuma skorsing. Gue, sih, pengennya lo dikeluarin aja langsung," ucap Aras dengan dingin.

Sebelum Farhana melayangkan tamparannya, orang tua gadis itu tahu-tahu sudah berdiri di pintu kelas, menjemput Farhana. Gadis itu mendengkus kesal dan mengurungkan niatnya barusan. Namun, bisikan Aras justru membuat emosinya membara.

"Lo yang bunuh Senja, kan?"

"Gila lo! Jangan asal nuduh lo!" Farhana hampir melempar buku paket ke wajah Aras jika orang tuanya tidak segera menyeretnya.

"Farhana! Ikut Papa sekarang!"

Mau tidak mau, sebelum malunya habis, Farhana segera meraih tas dan meninggalkan kelas diiringi sorakan kesal teman-temannya. Aras membuang napas panjang. Mungkin Farhana memang bukan pelakunya. Tatapan mata gadis itu tidak berbohong.

Senja yang sedari tadi menonton kejadian itu menghampiri Aras. "Kayaknya emang bukan Hana pelakunya, Ras. Kata Sepuh Arwah, kalau kita udah nanya kayak tadi dan jawabannya gak dan orangnya jujur, gue bakalan gak bisa terlihat lagi. Yang paling penting, gue juga harus yakin kalau orang yang kita curigai benar-benar dia." Dia tersenyum sebelum kembali berucap. "Makasih, ya. Meskipun kita belum ketemu pelaku sebenarnya, satu yang pasti nama gue gak menyandang tukang nyontek lagi."

Aras menatap Senja. Ternyata seperti itu memastikan pelakunya. Cowok itu mengangguk samar lalu memungut buku-buku yang berhamburan di lantai. Kalau seperti itu, saatnya beralih ke orang berikutnya.

Kasus Senja sukses menyita waktu belajarnya di rumah maupun di sekolah. Seharian ini saja dia terus-terusan memikirkan satu orang yang berada di halaman buku harian pacarnya. Kali ini curhatan Senja tak jauh berbeda dengan cerita tentang Farhana.

Bel pulang berbunyi, Aras meraih tas lalu berjalan keluar kelas. Dia tidak peduli Senja sedari tadi berceloteh tentang pelajaran hari ini. Pacar gentayangannya memang super sekali. Sudah jadi hantu, masih ingin belajar lagi ternyata.

"Aras, kamu belum jelasin sesuatu sama aku."

Di belakang Aras, Haifa berlari-lari kecil lalu ikut berjalan di sebelahnya. Haifa masih penasaran dengan kehadiran Senja di sekitar mereka.

"Oh, tentang itu. Gue ceritain di parkiran aja kalau gitu, tapi nunggu sepi."

Setelah menunggu belasan menit, akhirnya Aras menceritakan bagaimana Senja bisa berada kamarnya dan kenapa hanya dia saja yang mampu melihat kehadiran Senja. Selama dia bercerita, Haifa diam saja meski kelihatan terkejut.

"Terus orang kedua yang kamu incar siapa?" Haifa tentu saja ingin membantu. Bisa saja dia dapat membantu menyediakan informasi yang dibutuhkan.

"Inggrid. Anak IPS, teman seorganisasi Senja di OSIS. Lo tau sesuatu gak tentang dia?"

Haifa menggeleng. Dia tahu Inggrid tidak menyukai Senja dan juga pernah menuduh Senja mencuri uang. Mudah saja melakukannya sebab Senja adalah bendahara OSIS kala itu. Alhasil, dia dikeluarkan dari organisasi dan dijauhi beberapa orang teman.

Saat Haifa menceritakannya, Senja melihat samar-samar kejadian waktu itu. Dia mulai-mulai ingat ketika para pengurus inti dan pembina organisasi melakukan sidang mengenai kasus pencurian uang yang dia pegang sendiri. Dia ingat ketika Inggrid, si wakil bendahara, mengatakan uang kas selalu tidak cukup dan mereka mulai memeriksa Senja. Hasilnya, mereka menemukan fakta bahwa uang tersebut digunakan untuk membeli barang pribadi.

Senja lupa bagaimana bisa tuduhan itu menjeratnya hingga dikeluarkan dari OSIS. Dia belum terlalu bisa mengingat dengan jelas. Di sisi lain, Aras mengangguk mendengar cerita Haifa. Senja juga pernah bercerita tentang masalah ini, tetapi tidak sedetail penyampaian Haifa.

"Makasih infonya, Fa. Untuk ke depannya, gue mohon bantuan lo."

Haifa mengangguk. "Oh iya, Senja ada di sini?"

Aras menunjuk sebelahnya sambil tertawa. "Dia di sini dari tadi."

"Hai Senja. Aku emang gak bisa liat kamu, tapi gak pa-pa, kan, kalau aku ikut bantuin kamu?"

"Iya katanya," ujar Aras, kembali tertawa.

Setelah pembicaraan itu selesai, Aras segera pulang, ingin membaca kembali buku harian Senja. Inggrid, dia harus kembali berurusan dengan orang sejenis Farhana. Melelahkan sekali, tetapi demi Senja dia harus bisa.

"Maaf, Ras. Gue se--"

"Udah. Lo maaf, maaf mulu. Ini bukan hari lebaran," protes Aras sambil membuka pintu kamar. "Lo jangan ikutan masuk, gue pengen ganti baju!"

Senja tertawa, berniat menganggu Aras. "Ya udah kalau lo gak pengen dengar permintaan maaf gue. Kalau gitu gue ngintip lo aja."

"Heh! Siapa yang ngajarin kayak gitu?" Aras memicing, tidak menyangka Senja berpikir seperti itu. "Mulai nakal, ya. Jangan-jangan lo bergaul sama arwah preman?"

Senja mendengkus. "Enak aja. Gak lah. Abisnya lo ngeselin." Dia berbalik, memilih duduk di tangga. "Niat pengen buat dia kesel malah gue yang kesel balik," ocehnya.

Aras tersenyum di belakang. Senja masih Senja yang dia kenal dan dia selalu merindukan gadis itu. Sekarang, mungkin dia belum merasakan kehilangan seperti orang yang ditinggalkan pada umumnya. Namun, entah nanti, sekarang dia masih bisa melihat Senja, tetapi dia akan merasakan hal serupa, kehilangan hingga tidak tahu kapan akan merasa baik-baik saja.

***
13 November 2022
Jumkat: 1268

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro