BAB 09

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Adyssa kembali menutup Instagram setelah melihat foto botol-botol minuman beralkohol di instastory yang baru saja Rendra unggah empat puluh menit silam. Sejak di jalan pulang bersama Zara dan teman-temannya, ponsel Adyssa sudah habis baterai, sehingga Adyssa pun tidak merespons satu pun pesan Rendra. Tapi, ternyata inilah yang Adyssa lihat sekarang. Rendra pun sedang bersenang-senang.

Ada apa sebenarnya dengan Rendra?

"Well, I don't have to care that much, though," gumam Adyssa sambil menghela napas berat. Segera gadis itu kembali menonaktifkan sejenak ponselnya yang tengah dicas. Diletakannya benda hitam tersebut di nakas, kemudian Adyssa gegas mengambil handuk dan mandi.

Satu jam, dua jam, hingga tiga. Adyssa tidak kunjung mendapatkan pesan balasan dari Rendra. Laki-laki itu pun tidak mengunggah apapun lagi di laman Instagramnya, sehingga Adyssa tidak tahu apa yang sedang dilakukannya kini.

Adyssa menyerah menunggu Rendra. Kini, ketimbang terus-menerus menunggu kabar darinya sampai entah kapan, Adyssa memilih untuk menurunkan egonya sendiri dan mengirimkan pesan lagi.

Beberapa menit pertama, Adyssa masih memantau layar ponselnya. Benar-benar tidak ada tanda Rendra akan memberikan respons. Detik selanjutnya gadis itu kembali meletakkan ponselnya di nakas. Segera Adyssa menarik selimut guna menutupi hampir seluruh tubuhnya, kemudian memejamkan matanya.

+ + +

Hari selanjutnya, Rendra benar-benar menjemput Adyssa setelah ia bilang ingin jalan dengannya. Pukul dua belas, laki-laki dengan motor matic hitamnya itu tiba di depan pagar rumah Adyssa. Keduanya tidak membuang banak waktu, melainkan gegas meninggalkan kawasan rumah Adyssa, menuju tempat yang sudah Rendra tentukan:

"Ke Kokas yuk, Yang."

Senyum Adyssa mengembang tipis ketika mendengarnya. Sambil balik menatap Rendra di spion kiri, gadis itu menjawab, "Yuk. Ke mana aja asal sama kamu mah hayuk."

Mendengar jawaban tersebut, senyum Rendra turut mengembang. "Pegangan, Yang." katanya. Adyssa pun menurut. Kedua tangannya lantas melingkar di pinggang Rendra, dan motor pun melaju dengan begitu cepat setelahnya.

Tiba di Mal Kota Kasablanka, tanpa pikir panjang Rendra sudah menentukan tujuannya. Ia mengajak Adyssa Ke J.Co guna menghabiskan siang dengan obrolan panjang. Adyssa pun tidak keberatan, sehingga ketika langkah Rendra memimpinnya menuju lantai dasar mal, gadis itu pun tetap mengikuti dengan senang hati.

"Kamu mau apa?" tanya Rendra seraya melihat daftar menu minuman yang tersedia tepat di depan letak mesin kasir. "Aku Thai Tea aja, deh."

Sementara Rendra sudah menentukan pilihannya, Adyssa kini tekun melihat satu per satu minuman yang tertera di menu. "Aku Iced Tiramisu Latte, deh," tutur Adyssa pada akhirnya. Gadis itu lantas mengeluarkan uang dari dompet guna membayar pesanan keduanya, akan tetapi Rendra menahan.

Katanya, "Ngapain kamu? Aku yang bayar lah."

Adyssa mengerlingkan matanya. Gadis itu berdecak dengan sebal, "Ck. Masa kamu terus. Gantian lah."

Dan kejadian tersebut bertahan sampai setidaknya setengah menit, membuat mas kasir yang berjaga bingung melihat keduanya saling berebut untuk membayar. Dan, setelah debat panjang yang tiada habisnya itu, pada akhirnya Adyssa menyodorkan uangnya duluan, disusul dengan Rendra.

"Mas, saya aja," ujar Rendra.

Sialnya bagi Adyssa adalah, laki-laki dengan badge nama Aldy itu menurut pada Rendra. Dan itu jadi senjata bagi Rendra untuk akhirnya memeletkan lidahnya meledek Adyssa.

"Ih, resek banget," gerutu Adyssa pada laki-laki di sebelahnya. "Lihat aja nanti."

Rendra hanya tertawa-tawa.

Keduanya lantas beranjak dari hadapan kasir. Adyssa memilih untuk menempati meja bar di dekat kaca yang memperlihatkan pemandangan ke luar J.Co. Gadis itu lantas naik ke kursi yang agak tinggi tersebut tanpa meminta persetujuan Rendra mau duduk di mana.

"Kemarin kamu mau cerita apa?" tanya Adyssa setelah gadis itu meletakkan tas selempang kecil yang dikenakannya. "Terus juga, kemarin kenapa?"

Senyum Rendra mengembang dengan kikuk. Baru laki-laki itu hendak bicara, tapi namanya justru dipanggil karena pesanannya sudah siap. Alhasil Rendra turun dari kursinya untuk mengambil minumannya terlebih dahulu.

"Soal Mami sama Papi, sih, sebenarnya," tutur Rendra dengan suara pelan begitu ia kembali. Laki-laki itu menggeser kursinya sedikit lebih dekat kepada Adyssa. Kepalanya pun lantas dijatuhkan di bahu Adyssa begitu ia duduk di kursinya. "Aku denger dari Bang Joseph," lanjutnya.

Adyssa hanya merespons dengan anggukan, seolah-olah berkata bahwa ia akan mendengarkan cerita apapun yang keluar dari mulut Rendra. Tanpa ada sedikit ragu pun, Rendra menceritakan kepada Adyssa tentang apa yang didengarnya beberapa hari silam dari mulut Joseph. Soal hubungan kedua orang tuanya, soal hubungan antara dirinya dan Joseph yang sebenarnya.

Dan, hasilnya adalah, Adyssa tidak bisa berkomentar apapun saking bingungnya. Gadis itu hanya bisa diam dan mendengarkan, dan sesekali mengusap puncak kepala Rendra.

"But it's okay. Aku enggak sendirian karena ada Abang yang ... mungkin bahkan lebih berat ngerasainnya, kan, karena orang tuanya hancur duluan bahkan sejak aku baru lahir," tutur Rendra. Laki-laki itu mengangkat kepalanya dari bahu Adyssa. Senyumnya mengembang. "Apalagi, sekarang aku punya kamu yang selalu ada buat aku. Buat apa aku sedih lagi, iya kan?"

Tak terbendung, senyum Adyssa ikut terbit di wajahnya.

"Aku boleh nanya sesuatu sama kamu enggak?" Rendra lantas berpindah ke topik lain. Senyum di wajah Adyssa perlahan surut. Gadis itu merespons dengan anggukan sambil mulai menikmati minumannya. "Kamu sayang sama aku, enggak?"

Adyssa yang sudah sangat siap menjawab pertanyaan apapun yang keluar dari mulut Rendra, seketika diam membisu. Alis gadis itu mengernyit. "Hah?" refleks, itulah respons yang keluar dari mulut Adyssa. "Kok kamu nanya kayak gitu ke aku?"

"Enggak apa-apa, aku mau tau aja," jawab Rendra cepat.

"Ya sayang, lah. Ngapain aku nerima kamu kalau aku enggak sayang sama kamu? Kamu nembak aku dua kali, loh. Kalau aku enggak suka sama kamu dari awal, aku bakal lebih memilih buat jauhin kamu," terang Adyssa panjang lebar.

Senyum Rendra kemudian mengembang karenanya. "I want to spend the rest of my life with you," katanya.

Adyssa bengong ketika kalimat tersebut menghantam gendang telinganya. Ia belum pernah mendengar kalimat itu diberikan kepada dirinya sendiri. Lagi pula, bukankah terlalu dini bagi Rendra untuk mengatakan hal tersebut?

"Iya, Sayang," jawab Adyssa pada akhirnya.

Padahal jauh di dalam hati Adyssa, ia belum pernah sekali pun memikirkan hal tersebut. Setelah ia pernah menaruh kepercayaan bahwa Dion akan jadi yang terakhir untuknya, kini Adyssa tidak siap mendengar itu. Adyssa terlalu takut dikecewakan lagi.

Kedua tangan Rendra meraih telapak tangan Adyssa, menggenggamnya erat. "Aku sayang banget sama kamu," akunya. Adyssa mengangguk dan tersenyum. "Aku belum pernah merasa kayak gini sebelumnya. I feel so loved."

Genggaman tangan Rendra semakin erat. Laki-laki itu kemudian mengecup punggung tangan Adyssa. "Makasih ya, Sayang," tuturnya.

Adyssa semakin bingung.

"Buat apa?" tanya gadis itu.

"Karena kamu selalu ada buat aku," jawab Rendra.

Adyssa hanya memberikan respons berupa senyum kecil. Dalam hati kecilnya ia merasa bersalah. Ternyata Rendra sebegini serius padanya, padahal Adyssa bahkan telah bertekad kuat untuk tidak memberikan hati sepenuhnya kepada siapapun.

Tentu Adyssa punya alasan kuat di baliknya. Bukan sebab Adyssa tidak sayang kepada Rendra. Bukan pula sebab Adyssa belum melupakan Dion. Ada sesuatu lain yang belum siap Adyssa katakan kepada Rendra.

Adyssa khawatir Rendra tidak bisa mengerti betapa rumit perasaan Adyssa kepadanya.

"Do you love me?" Rendra bertanya lagi. Akan tetapi, kini air mukanya berubah. Rendra tidak terlihat seceria sebelumnya. Wajahnya mulai menampakkan keseriusan. "Kamu yakin enggak, sama aku?"

"Yakin enggak yakin gimana, maksudnya?" Adyssa balik bertanya. Ia bersyukur, setidaknya bisa menghindar menjawab pertanyaan pertama Rendra.

"Ya itu. Kamu yakin enggak sama aku? Perasaan kamu ke aku tuh, gimana?" Rendra memperjelas pertanyaannya, yang sebenarnya tetap taksa bagi Adyssa.

Lama Adyssa bergumam, memikirkan jawaban. Gadis itu balik menggenggam tangan Rendra. Kemudian ia memberikan jawaban, "Ya, emangnya gimana lagi? Aku sayang kok sama kamu. Kan kita udah jadian?"

"Do you want to marry me?"

"Too early, Narendra," balas Adyssa.

Seakantelah ditolak, Rendra memilih untuk diam. Laki-laki itu hanyamengangguk-anggukkan kepalanya seolah bilang oh oke, gue paham. Bibirnya pun melengkung. Selanjutnya, laki-lakiitu mencoba mengalihkan topik yang jauh lebih ringan ketimbang urusanpercintaan. Adyssa bersyukur ia masih dilindungi hari ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro