02 part 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pemuda itu melenguh begitu tersadar dari pingsannya. Dahinya sedikit menonjol kemerahan, membengkak, akibat tabrakannya dengan pintu rumah waktu itu. Meski dikatakan sudah terbangun, namun dia belum sadar secara sepenuhnya.

Bunyi riuh dari besi yang dipukul-pukul segera menyadarkan pemuda itu. Pergerakannya terhambat, kaki dan tangannya tak bisa dia gerakkan dengan bebas. Para penjaga bersorak-sorai melihat pemuda itu tertangkap. Dengan tawa bengis, mereka menertawakannya.

“Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba.”

“Kau benar! Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kita bisa naik jabatan!”

Kedua penjaga itu tampak senang. Melihat mereka berdua terkekeh, pemuda itu segera menghantamkan badannya ke jeruji besi.

“LEPASKAN!!!” teriak pemuda itu.

Namun para penjaga tak mengindahkan teriakannya.

“OI! Keparat! Apa mau kalian, hah?!!”

“Bisakah kau diam!”

Si Penjaga ganti membalas bentakan pemuda tersebut.

“Ah, apapun yang akan kau lakukan, itu percuma saja. Kau tau kenapa? Karena besok kau akan dieksekusi, HAHAHAHA!”

“Kemenangan atas Adipati Kartayasa! Tinggal selangkah lagi kita bisa mengambil alih Kerajaan Kawaputih. Dan itu akan terjadi besok! Setelah kepalamu terpenggal, Hanum!”

“Hanum ini, Hanum itu. Aku bukan dia, brengsek!”

Kembali pemuda itu meronta dan memberontak. Sayangnya semakin dia bergerak, semakin kencang pula ikatan tali pada kedua tangan dan kakinya.

Brakk!!

Sedikit kesal, kaki gempal si penjaga menendang kursi yang tadi dia duduki.

“Percuma saja kau melawan atau menyangkal, itu tak akan mengubah persepsi kami terhadap kalian. Setelah kepalamu terpenggal, Hanum! Juga kepala para pengikutmu, tentu saja pergerakan Adipati Kartayasa, akan semakin mulus untuk menggulingkan Kekaisaran Majapahit.”

Penjaga itu hanya terkekeh, sesekali kakinya ia jejakkan ke jeruji besi, menendang punggung pemuda tersebut yang saat itu tengah bersandar.

“Nikmati saja waktumu yang tersisa. Menangislah! Mengaislah! Ah, tapi itu tidak akan mengubah apapun, hahaha. Karena riwayatmu akan berakhir besok.”

Setelah berkata seperti itu, mereka berdua pergi meninggalkan ruangan besar yang terdiri dari beberapa ruang penjara tersebut. Wadah bagi para kriminal yang akanmenghadapi hukuman pancung.

Terlepas dari besar atau kecil masalah mereka, kenyataannya memang ini adalah penjara terdalam bagi mereka yang mengancam keselamatan kota bahkan kerajaan.

Sekitar sepuluh ruang kecil berisi masing-masing satu orang di dalamnya. Yang membuat pemuda itu tak habis pikir adalah dimana ada seorang anak kecil sekitar umur 10 tahun ikut dipenjarakan dalam ruangan ini. Bagaimana bisa mereka tega memenjarakan anak kecil seperti itu. Dan jika dilihat dari sisanya, pemuda itu mendapati seorang wanita dengan pakaian yang sangat minim tengah menatap dirinya seksama.

Walaupun jarak sel milik mereka sedikit jauh, pemuda itu yakin kalau si wanita benar-benar menatap dirinya dengan lekat. Pemuda itu segera mengalihkan pandangan ke arah yang lain. Dia tidak ingin
berlama-lama berurusan dengan orang semacam wanita tersebut.

Sial! Entah kenapa rasanya seperti ditatap si kakak-beradik aneh itu.

Pemuda itu mengingat sebuah sensasi yang sama seperti saat dia baru saja menyelesaikan kegiatannya beberapa waktu silam. Tugas pertama bagi dirinya dan kelompok yang dia pimpin untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dan entah bagaimana akhirnya, kini dalang dalam kasus tersebut menjadi anjing setia bagi kelompok pemuda tersebut.

***


Lama waktu berselang semenjak dia dipenjarakan. Pemuda itu tidak bisa
memperkirakan apakah diluar saat ini masih siang atau sudah malam. Tidak ada sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai penunjuk waktu.

Para tahanan juga tak henti-hentinya saling berceloteh, memaki, bahkan mengutuk para petugas yang saat itu
berjaga di balik pintu yang menghubungkan ruang penjara ini dengan ruang penjara yang lain.

Hingga pintu terbuka, kedua penjaga yang tadi kembali dengan menyeret seseorang di belakangnya. Pemuda itu memperhatikan dengan cermat orang tersebut. Tidak ada tanda-tanda penolakan, atau mungkin orang
itu memang pasrah ketika dibawa oleh mereka berdua.

Wanita itu ditempatkan tepat di ruang sebelah si pemuda tersebut. Mata mereka berdua bertemu sekilas. Kesan yang orang itu buat tepat seperti perkiraan pemuda tersebut. Tanpa banyak kata, para penjaga kembali keluar dan menutup pintu ruangan besar itu rapat-rapat.

“Seperti yang kuduga.”

"Hah?"

Pemuda itu terkejut mendengar gumaman dari jeruji sebelah miliknya.

“Tidak mungkin Hanum akan tertangkap semudah dan sehina ini.”

Kembali dia menggumamkan hal tersebut seolah-olah mengajak orang di sebelahnya yang bertampang bodoh itu untuk mengerti.

“Siapa KAU?!!”

Sebuah pertanyaan terucap sedikit lantang. Suara-suara ribut para tahanan kini terhenti, dan mereka semua memandangi pemuda tersebut.

“Kau palsu! Tak pernah terpikirkan dibenakku kalau kau adalah Prabu Hanum!”

Wanita itu membentak si Hanum palsu ini cukup lantang. Si wanita dengan pakaian minim di sana hanya tersenyum simpul melihat tingkah mereka.

“Bolehkah aku bertanya sebelum menjawab pertanyaanmu?”

“Apa kau bodoh? Ah, baiklah silakan-silakan.”

“Di mana aku sekarang?”

“Bukankah sudah jelas kalau kau sedang di penjara? Kenapa masih bertanya?”

Pemuda itu sedikit geram, dia tahu kalau saat ini ada di penjara. Tapi, maksud dari pertanyaannya bukanlah hal seperti itu.

“Siapa kau? Ya, sekilas kau memang mirip dengannya, ah tidak, kau benar-benar mirip dengannya. Tapi aku bisa mengatakan dengan yakin bahwa kau bukanlah Prabu.”

“Fufun! Jadi itu alasanmu sampai jauh-jauh datang kemari, Ter?”

Wanita dengan pakaian minim itu angkat bicara setelah mendengar perkataan tahanan baru itu sedari tadi.

“Melihatmu lagi membuatku muak.”

“Ahaha, aku sedikit tersanjung.”

“Itu bukan pujian.”

“Wajahmu sangat lucu, fufufu.”

Ehm..

Pemuda itu menyela celotehan mereka berdua setelah terdiam beberapa saat.

“Jadi, di mana aku sekarang? Jika kau tahu aku bukanlah Hanum, mengapa aku ditangkap seperti ini?”

“Karena mereka itu bodoh! Sudah pasti mereka bodoh! Tapi kau juga sama bodohnya karena berhasil tertangkap oleh mereka. Haha! Bodoh sekali!”

“Fufu! Kau memang dingin seperti biasa, Ter! Mulutmu yang busuk tak pernah berubah dari dulu, fufufun!”

“Bisakah penjilat sepertimu diam? Kau benar-benar menjengkelkan.”

“Wow! Sekali lagi aku tersanjung.”

“Itu bukan pujian.”

Aku yang bodoh atau memang mereka seperti orang bodoh?


Pemuda itu kembali terdiam melihat kelakuan kedua orang tersebut.

Pertanyaan yang ingin dia ketahui bahkan belum terjawab. Tetapi mereka malah melakukan opera
sabun dadakan.

Ingin sekali pemuda itu untuk segera mencabut nyawanya sendiri, namun segera dia urungkan niat tersebut. Karena memikirkan hal itu saja sudah membuatnya merinding.

Mereka berdua terus saja melakukan candaan yang aneh. Terlebih lagi si wanita berpakaian minim itu selalu menggoda lawan bicaranya. Bisa dibilang cara mereka berbicara berbeda dengan apa yang biasa dilakukan oleh pemuda itu.

Dialek, aksen, penekanan, meski terkadang pemuda itu tidak mengerti apa yang mereka katakan, setidaknya dia paham atau mencoba untuk memahami hal itu dengan sedikit
paksaan.

"Ngomong-ngomong, Prabu sudah bertahan lebih dari cukup sejak kau ditangkap, dasar ceroboh!"

"Fufufu, itukah kata-kata pamungkasmu? Meski tak kau bilang pun, aku, Swastika bisa saja dengan mudah keluar dari tempat ini."

Swastika membusungkan dadanya merasa bangga. Dengan gerakan sedikit penuh nafsu, Swastika mengedipkan matanya ke arah pemuda yang sejak tadi memperhatikan dirinya.

"Kau memang lucu, Prabu yang palsu. Fufufu!"

"Lucu? Dia lucu?! Hahahaha!!"

Menanggapi itu Aster tertawa lepas. Si pemuda yang menjadi bahan tertawaan hanya membujur kaku dengan segala sumpah serapahnya.

Bisa gila aku lama-lama bersama dua wanita aneh ini.

Perdebatan panjang kedua orang itu tampaknya tak akan segera berakhir. Walau topik yang dibicarakan tidak jauh-jauh dari penyelidikan perihal kemiripan pemuda itu dengan Prabu Hanum. Jika dilihat secara fisik normal, menurut Swastika si wanita yang berpakaian minim, pemuda itu lebih lembek jika dibandingkan dengan Prabu Hanum yang sedikit berotot. Namun jika dilihat dari kesamaan kontur wajah, tidak ada keraguan kalau pemuda itu memang mirip dengan Prabu Hanum.

“Baiklah, aku ganti pertanyaanku kali ini, hei palsu!”

“Aku bukan palsu. Aku punya nama.”

“Aku tidak peduli siapa pun namamu, ceritakan bagaimana kau bisa sampai di sini? Semuanya!”

“Ah! Sebenarnya itu juga yang ingin aku ketahui, tapi aku belum mendapat jawaban yang pasti kenapa aku ada di sini.”

Pemuda itu tidak main-main saat mengucapkan hal tersebut. Dia tidak begitu ingat kenapa ada di tempat ini. Bagaimana hal itu terjadi, kenapa hanya dia yang selamat, semuanya masih samar, ingatan juga keyakinan miliknya.

Yang dia tahu pasti adalah fakta bahwa dirinya bukanlah orang dari masa ini. Jika dilihat dari perbedaan pakaian dan struktur bangunan yang berdiri, jelas kalau pemuda itu datang dari waktu yang lain. Setidaknya begitulah deduksi yang pemuda itu ambil melihat keadaannya sekarang.

“Yang aku tau pasti,” pemuda itu mengingat kembali kejadian sebelum dia jatuh di kandang kuda, “ingatan terakhir yang berhasil ku ingat. Aku berada di sebuah gunung, saat itu malam hari dan aku melihat sebuah komet, cahaya yang sangat silau dan panas mengarah padaku dengan cepat dan ‘boom’ ingatan ku hilang di situ.”

********** Paradox Spiral **********

°to be continue~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro