1. Cahaya Penyelamat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sebuah rumah di pinggir hutan belantara, hiduplah sepasang adik-kakak yang saling mengasihi. Sang kakak bernama Baha dan sang adik bernama Tama.

Orang tua mereka menghilang beberapa tahun yang lalu, mereka tidak pernah kembali setelah pergi ke seberang gunung untuk membeli persediaan. Sejak saat itulah mereka berdua harus bisa bertahan hidup mandiri di hutan, berharap seseorang menyelamatkan mereka.

Hari demi hari mereka lalui dengan keras, hidup di alam liar bukanlah perkara mudah, seringkali mereka menahan lapar karena tidak mendapatkan makanan, jika terpaksa, mereka akan memakan apapun yang tersedia di hutan untuk bertahan hidup. Belum lagi banyaknya hewan buas yang berkeliaran membuat mereka berdua tidak berani berjalan terlalu jauh dari pondoknya.

Seiring berjalannya waktu, kemampuan untuk hidup di alam liar mulai muncul. Baha yang sudah menginjak umur 15 tahun pun telah lihai menjelajahi hutan sendiri, dia membawa tombak rakitannya untuk berburu.

Hewan yang bisa dia buru saat ini hanyalah kelinci dewasa. Baha membawa hasil buruannya itu ke pondok, untuk dimakan bersama dengan adiknya.

Adiknya yang baru menginjak umur delapan tahun pun selalu menunggu kepulangan kakaknya itu dengan senyum lebar. Tama juga punya kemampuan memasak yang cukup hebat, apapun makanan yang dibawa Baha, akan diolah menjadi hidangan lezat.

"Tama, kakak pulang." Pintu pondok terbuka, Baha masuk dengan seekor kelinci yang berhasil dia buru.

"Yeyy! Kakak membawa kelinci, Tama akan segera memasaknya. Kakak tolong sembelih kelincinya ya." Tama menjerit dan melesat ke dapur.

Baha dengan patuh segera mengambil pisau dan pergi ke belakang untuk menyembelih kelinci itu. Setelah memotong kelinci itu jadi beberapa bagian, dia memberi potongan daging kelinci kepada Tama untuk dimasak.

Setelah beberapa saat, tercium aroma yang lezat dari dapur, Baha jadi tidak sabar menyantap hidangan sup kelinci itu.

****

Malam bertambah gelap karena muncul awan tebal menutupi cahaya rembulan secara keseluruhan, ditambah angin bertiup kencang dan petir yang menyambar membuat malam ini semakin mencekam. Di ranjang yang kecil, Tama meringkuk disana sembari memeluk erat Baha, dia menutup total lubang telinganya, takut terhadap suara petir. Baha yang menyadari Tama bergetar ketakutan segera mendekapnya lebih erat ke dadanya. Titik-titik air dari langit pun berjatuhan, semakin lama semakin deras hingga menjadi hujan badai.

Keesokan paginya, Baha keluar pondok untuk memeriksa atap yang dikhawatirkan rusak setelah hujan badai yang terjadi semalam. Dan dugaannya benar, beberapa sisi atap rusak cukup parah karena tertimpa dahan pohon. Untung saja tidak ada pohon rubuh yang menimpa pondok mereka.

"Tama, kakak akan mencari sesuatu untuk memperbaiki atap pondok kita, jangan kemana-mana ya." Baha memperingatkan.

Tama yang ingin ikut segera menolak peringatan kakaknya, "Aku ingin ikut kakak, pokoknya ingin ikut."

Baha yang tahu sifat adiknya yang keras kepala itu segera mengizinkan, "Asal jangan pergi terlalu jauh dari kakak tidak masalah."

Baha dan Tama segera menyusuri hutan, Baha berencana untuk menambal atap itu dengan ilalang atau daun, namun melihat kondisi pasca hujan badai yang terjadi semalam, banyak ilalang dan daun yang rusak.

Baha berusaha mencari ilalang yang kondisinya bagus di lembah, sementara di puncak gunung ini dihuni oleh beruang, dia tidak sekalipun berani pergi kesana karena berbahaya.

Baha tersenyum karena berhasil mendapat apa yang dia cari, beberapa ilalang masih dalam kondisi bagus. Baha segera mengambil belati dan memotong ilalang itu dengan rapi.

Setelah mengumpulkan cukup banyak ilalang, Baha mengambil tali untuk mengikatnya. Dia memanggul seikat ilalang itu di pundaknya yang kekar dan kokoh.

"Tama, ayo kita pulang." Ucap Baha.

Mendengar tidak ada jawaban, Baha memeriksa lembah itu dengan seksama, dia tidak menemukan keberadaan Tama, "Tama..."

"KYAAAAHHH"

Mendengar jeritan Tama dari dalam hutan, Baha segera meninggalkan tumpukan ilalang itu dan berlari dengan cepat ke arah suara itu. Dia begitu sembrono membiarkan adiknya lepas dari pengawasannya, Baha hanya bisa mengutuk dirinya sendiri dan berharap tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Beberapa langkah sebelum sampai tujuan, Baha mendengar auman beruang tidak jauh dari tempat dia berdiri sekarang. Bagaimana bisa beruang turun gunung sejauh ini, apa karena hujan badai semalam?

Tidak ada waktu untuk berpikir, prioritas utama adalah mengetahui posisi Tama sekarang. Dengan mengikuti instingnya, Baha mengikuti beruang itu.

Dalam radius 100 meter, beruang berbulu cokelat itu akhirnya terlihat. Dilihat dari tingkahnya, beruang itu seperti sedang mengejar mangsa. Baha pun segera berlari untuk memperpendek jarak dirinya dengan beruang itu.

Sesuatu terjadi dengan cepat. Sebuah boneka beruang terpental dari arah depan beruang yang tidak terlihat oleh Baha, beruang itu terlihat mencabik-cabik sesuatu di tanah.

Baha mengenal boneka tadi, itu adalah Teddy! Boneka beruang kesayangan Tama. Pikiran buruk segera merasuki pikiran dan menusuk jiwanya. Dia mengambil pisau dan bersiap menghabisi beruang tadi.

Mata baha menjadi merah, nafasnya tidak beraturan, dan luapan amarah meledak di kepalanya. Tanpa basa-basi langsung menerjang beruang itu, namun saat beberapa langkah, kakinya licin yang menyebabkan Baha tersungkur di tanah yang basah.

"Tidak! Jangan! Hentikan!" Tubuh Baha tidak bisa dikendalikan, luapan amarah tadi mengontrol tubuhnya lebih jauh menerjang beruang tersebut.

Baha menusuk-nusuk punggung beruang itu sehingga tercipta luka yang cukup dalam, merasa punggungnya ditikam habis-habisan, beruang itu menghempaskan tangannya dengan kuat, Baha terkena serangan itu dan terlempar cukup jauh ke arah semak.

Merasa dirinya terancam, beruang itu tidak berani mengambil resiko dan langsung pergi menjauh dari tempat itu meninggalkan mereka berdua.

Semua terjadi begitu cepat, Baha mendapat luka parah di lengan kanannya. Darah yang mengalir deras tidak dipikirkan olehnya, yang dipikirkan dia adalah keadaan adik semata wayangnya, Tama.

Dengan langkah lemah, Baha menuju ke tempat dimana beruang tadi sedang menggaruk-garuk sesuatu. Sebuah tubuh mungil penuh luka terbaring di rerumputan yang bekas terkena hujan semalam. Baha menatap tubuh itu dengan mata melotot.

"TAMA BERTAHANLAH!!"

Baha langsung menggapai Tama yang sudah terkulai tak berdaya. Dengan perlahan, Baha mengangkat tubuhnya dan menangis sejadi-jadinya. Luka yang dialami Tama sangatlah parah dan fatal, tetapi tangan Tama menyentuh pipi Baha dan menyeka air matanya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.

Baha terkejut dengan sentuhan itu, diapun mengalihkan pandangannya, "Tama... Jangan bergerak!"

Baha sudah kehabisan akal, dia tahu bahwa semua sudah terlambat. Dengan penuh rasa bersalah dan menyesal dengan apa yang telah terjadi, dia mencoba mencari cara untuk membuat adiknya bisa bertahan lebih lama, namun.

"Ka.....kak, a...ku..." Tama menatap mata Baha penuh arti, Baha hanya memejamkan matanya.

"Tama. Jangan bicara lagi, lukamu akan semakin parah."

"Ka...kak, aku.... senang...... sekali..... Bisa menjadi..... adikmu." Tama mengatakan itu dengan suara lirih dan kata-kata yang diucapkan penuh dengan rasa sakit.

"Tama, jangan tinggalkan kakak." Baha tidak sanggup kehilangan Tama, karena dialah satu-satunya alasan Baha hidup. Membayangkan hari-hari tanpa kehadirannya, membuat hatinya hancur.

"Ka....kak. a....ku...*GROOOAARRRR* men...."

Sebelum menyelesaikan kata-katanya, suara beruang terdengar tidak jauh dari tempat mereka berada.

Baha segera membawa Tama menjauhi suara itu, tidak dia sangka bahwa beruang itu akan kembali lagi. Dengan tubuh penuh luka, dia berencana membawa adiknya yang sekarat ke pondok untuk segera dirawat. Tama sudah memejamkan matanya, namun nafasnya masih ada.

Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang ada, Baha menuruni gunung itu secepat mungkin. Sebab tanah licin yang diakibatkan oleh hujan kemarin membuat Baha tergelincir dan jatuh berguling ke bawah.

Baha menabrak batang pohon dengan keras, itu membuatnya berhasil berhenti. Tetapi luka yang dialaminya bertambah parah, dan lebih buruknya lagi.

"Tama! Bertahanlah..."

Nafas Tama semakin lemah, tangan kecilnya mencengkeram erat dadanya. Baha dapat menyadari rasa sakit di alami oleh Tama sangatlah perih, dia bahkan tidak sanggup lagi melihat Tama begitu menderita menahan rasa sakit itu.

"Uhukk...."

Darah kental keluar dari mulut Tama

"Tidak!!"

Baha mengetahui organ dalam Tama telah rusak, dalam kondisinya sekarang, mustahil bagi Tama untuk bisa selamat.

*GROOAAARRR*

Melihat beruang yang semakin mendekatinya membuat Baha hanya bisa pasrah, melihat tidak ada secercah harapan, dia hanya bisa mendekap Tama dengan erat, yang dalam kondisi mengerang kesakitan tanpa suara.

"Aku berharap dapat dipertemukan denganmu kembali di dunia sana, bukan sebagai saudara, melainkan sebagai...."

Tiba-tiba, tanah disekitar Baha tertutupi oleh sebuah pola rumit yang mengeluarkan cahaya putih keemasan, cahaya tersebut menelan Baha dan Tama dengan cepat.

Alhasil, beruang yang menerjang mereka berdua itu menabrak pohon dengan keras. Ia berguling kesakitan dengan hidung berdarah.

***

Bumi sedang mengalami fenomena yang membuat siapapun terheran-heran.

Dalam sekejap mata, beberapa orang menghilang tanpa diketahui dengan jelas.

Beberapa kamera pengawas yang berhasil merekam kejadian tersebut langsung menjadi berita hangat.

Masalahnya, semua orang yang menghilang dibawah umur dua puluh tahunan. Dimana mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus pengganti generasi tua sebuah negara.

Kejadian ini menjadi perbincangan serius beberapa ahli di berbagai bidang, mereka mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.

Ini sebuah misteri yang tak akan dapat dipecahkan oleh umat manusia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro