06 | rue bonaparte

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




JIKA kalian berpikir bahwa hubungan Jisung dan Minho semakin dekat setelah pengakuan mendadak sang senior di bawah rembulan Place des Vosges — jawabannya adalah tidak.

Keduanya justru menjadi canggung, terlebih ketika Minho tanpa sepatah kata berjalan mendahuluinya kembali ke bar. Jalan pikirnya dihantui pertanyaan, dan pada akhirnya, Jisung memilih menutup mulut hingga laki-laki itu menjelaskannya sendiri.

Tak ingin ambil pusing, laki-laki bermarga Han itu memutuskan untuk menghabiskan hari kosongnya bersama Seungmin dengan berbelanja art supply di dekat kampus.

"Sung," panggil Seungmin setelah mengambil salah satu kuas flat di dalam rak.

"Hm?"

"Lo nggak banyak bicara setelah pulang dari acara kumpul-kumpul di bar. Ini udah lewat tiga hari, is everything okay?"

Jisung sontak mengulum senyum setelah mendengar pertanyaan itu. Semenyebalkan apapun seorang Kim Seungmin, dalam lubuk hati yang terdalam, laki-laki tersebut amat sangat memerdulikannya.

"Seingat gue, kalau nggak salah lo sempat pergi ke depan sama Kak Minho," lanjut Seungmin sebelum Jisung dapat menjawab. "Dia nggak aneh-aneh kan sama lo?"

"Aneh-aneh apaan, sih?" Jisung tertawa, berusaha mengalihkan pandangan seakan-akan ingin membeli kanvas. "Gue sama dia cuma ngobrol biasa. Lagipula gue bisa jaga diri, kok."

Seungmin mendengus sebal.

"Kalau kalian berdua cuma ngobrol biasa, lo nggak mungkin sekarang liat-liat kanvas kayak orang bego padahal di keranjang udah ngambil tiga."

"Kim Seungmin!" Jisung segera menepuk roommate-nya yang kelewat peka dengan sebuah palet kayu.

"Woy sakit, anjir!" Laki-laki itu mengusap lengannya tak terima. "Jujur aja sih, sama gue. Gue nggak bakal cepu."

Jisung menghela nafasnya kasar. "Bukan masalah mulut lo ember atau nggak, tapi gue sendiri masih kurang yakin sama maksud dari kata-katanya Kak Minho malam itu."

"And that is...?"

"Kalau gue boleh bersikap egois, tetap berada di tempat dimana lo berdiri saat ini. Jangan melangkah ke arah dia — dan cukup tinggal disini," tiru Jisung malu-malu.

Seungmin membulatkan kedua matanya, menerka-nerka fakta jika senior mereka, Kak Chris, memang sempat memperlihatkan gelagat seakan-akan ingin berkenalan dengan Jisung.

Dan yang satu-satunya kata yang terucap dari bibir manis itu lelaki itu adalah, "anjaaay!"

"Bisa diem nggak lo?!" Jisung menutup telinganya yang semakin merona.

"Gue cuma ngomong 'anjay' padahal, tapi lo ngegas banget," dengus Seungmin sebal.

"Nggak jelas."

"Tapi ini teori gue aja sih," dirasa cukup, Seungmin mendorong troli mereka menuju sang kasir dengan posisi Jisung yang mengekor di belakang. "Mungkin nggak kalau Kak Minho merasa cemburu karena Kak Chris pdkt sama lo?"

Jisung menaikkan alisnya heran. "Atas dasar apa dia sampai harus cemburu?"

"Polos sama oon ternyata beda tipis, ya."

"Kim Seungmin..."

"Oke, oke—" yang terpojokkan segera mengangkat kedua tangan setelah selesai membayar. "Begini ya, Han Jisung. Dia ngajak lo kencan dadakan ke Eiffel aja udah aneh buat gue."

"Aneh gimana?" Tanya Jisung sambil membuka pintu keluar. "Dia cuma ngajak gue pergi karena Eiffel ada di bucket list gue, nggak lebih. Gue juga nggak yakin itu bisa dianggap sebagai kencan."

"Sekarang gue tanya, kalau lo nggak terlalu dekat sama seseorang — yang mungkin hanya lo temuin kalau lagi nggak sengaja papasan di kampus — dan tiba-tiba lo nyamperin dia buat ngajak jalan berdua ke lovelock di Namsan, kira-kira gimana?"

"Eung..."

"See, bahkan lo sendiri nggak bisa jawab."

Jisung diam, tertohok.

"Kalau Kak Minho memang serius sama lo, percaya sama gue, pasti dia bakal bahas ini lebih lanjut saat hatinya udah siap," Seungmin menepuk pundaknya lembut. "Kalaupun sebenarnya alasan Kak Minho punya perasaan lebih sama lo secara tiba-tiba masih jadi misteri, sih."

Sepasang sahabat itu pun kembali menyibukkan diri menyusuri kota Paris, tak berniat untuk melanjutkan percakapan tentang Minho karena Jisung menyetujui pendapat Seungmin.

Bagaimanapun juga, semua ini terasa begitu janggal — seakan-akan terlalu sederhana untuk sesuatu yang lebih rumit.

Tidak ingin melihat Jisung murung terus menerus, Seungmin segera menarik tangan sang sahabat dan menuntunnya menuju coffee shop yang terletak di ujung jalan. "Ayo beli cokelat panas sama croissant! khusus hari ini gue yang traktir."





P A R I S I N
T H E R A I N





"Anjir."

Mulut Jisung dan Seungmin terbuka lebar, menatap seorang Lee Minho yang tengah asyik meracik kopi dengan pakaian khas barista.

"Sung..." Seungmin menatap Jisung iba, merasa tak enak karena rencana menghiburnya telah dipastikan gagal total.

"Nggak apa-apa," geleng Jisung cepat. Bodohnya ia baru menyadari jika Minho pernah bercerita bahwa dirinya bekerja sebagai barista. "Kita kan lagi nggak berantem, buat apa harus musuhan?"

"Tapi tetap aja—"

"—langsung pesan aja, yuk?"

Jisung dan Seungmin berjalan beriringan menuju ke meja kasir, membuat Minho membulatkan matanya ketika menyadari presensi mereka. Setelah beberapa saat, lelaki tersebut segera tersenyum dan memulai pekerjaannya.

"Gue nggak nyangka bakalan ketemu kalian disini," sapa Minho santai. "Mau pesan apa?"

"Cokelat panas dua, roti almond croissant satu, sama banana crumbles satu," cecer Seungmin hanya dalam satu tarikan nafas.

"Oke," kekehnya geli. "Pelan-pelan aja kali, Seung."

"M-maaf, Kak. Saya grogi."

Seungmin sialan, nggak membantu sama sekali.

"Totalnya 10 euro ya," lanjut Minho mantap. "By the way, kalian habis pergi kemana? Tumben ada banyak barang."

"Habis beli art supply, buat persiapan kelas melukis kontemporer," kali ini Jisung menjawab, diikuti yang lebih tua dengan anggukan paham.

Setelah Seungmin menyerahkan uangnya, Minho pun menyerahkan struk belanja dengan tambahan chocolate pie di dalamnya.

"Kak Minho," cicit Jisung bingung. "Kita nggak pesan chocolate pie."

"It's on me, jangan protes."

"H-hah?"

"Gue pinjam Jisungnya sebentar boleh, Seung?"

Alih-alih menjelaskan, Minho justru memberi kode agar teman satu shift-nya bergantian menjaga seraya ia menggenggam tangan Jisung untuk pergi keluar dari toko.

"Kak Minho," Jisung menghentikan langkahnya saat mereka tiba di taman terdekat.

"Hm?"

"Mau ngomong apa, sih? Sampai kesini segala."

"Itu..." Minho melepas genggamannya dari tangan Jisung, kemudian beralih untuk mengusap lehernya yang tidak gatal. Keduanya benar-benar canggung. "Gue... mau minta maaf."

"Karena?"

"Karena gue nggak hubungin lo lagi setelah kata-kata gue malam itu."

Jisung masih menatapnya heran.

"Tentang apa yang gue bicarakan... gue sama sekali nggak bermaksud bikin lo bingung."

"Dengan lo ngomong kayak gini sebenarnya bikin gue makin bingung sih, Kak."

Minho mengusap wajahnya lelah. "...right."

"Gue nggak akan minta penjelasan lo sekarang, tapi gue harap lo bakal cerita ketika lo siap," hela Jisung setelah beberapa saat. "Gue nggak marah, gue cuma minta kejelasan."

Laki-laki itu mengangguk lagi.

"Yang jelas... gue nyaman sama lo," Minho menatap Jisung lekat-lekat, tidak satupun keraguan terpancar pada netranya. "Gue sendiri nggak ngerti bagaimana harus mendeskripsikan kedekatan kita yang terkesan tiba-tiba. Tapi suatu saat, gue akan cerita semuanya. Dan ya, kalau lo berpikir bahwa gue cemburu ketika Chris berusaha mendekat... perhaps I was."











Author's Note

————————

Halo semuanya, aku kembali! Semoga masih
ada yg ngikutin cerita ini ya... maaf kemarin aku
menghilang lama banget, kebetulan lagi hectic
karena baru pindah kantor & nggak punya waktu
untuk duduk manis. Tapi semoga chapter ini
bisa menghibur kalian ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro