08 | trav garibaldi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




BERKESEMPATAN untuk menjejakkan kaki di Musée d'Art Moderne et d'Art Contemporain adalah sebuah ketidakmungkinan yang mungkin bagi seorang Han Jisung. Selama dirinya bercengkrama dengan dunia seni, tidak sekalipun laki-laki itu menyangka bahwa tempat yang biasanya hanya ia lihat di internet bisa dirinya datangi dengan secepat ini.

Secara harfiah, seni kontemporer diartikan sebagai suatu keindahan yang bersifat bebas. Didasari oleh filosofi yang kuat, tetapi mampu meleburkan segala kukungan yang membatasi kreasi. Terkadang hal itu mengingatkan Jisung pada dirinya sendiri, termasuk sang cinta pertama yang berhasil memporakporanda hatinya sejak tiba di Paris.

Berbekal beberapa art supply yang sempat ia beli di Paris bersama Seungmin, Jisung pun membuka buku sketsanya dan mulai menggambar beberapa ide baru yang masih kasar. Meski batas final project-nya masih cukup lama, ia ingin mengerjakannya perlahan serta bersungguh-sungguh.

Tipikal Han Jisung sekali.

"Udah kepikiran mau buat apa?" Tanya Minho yang tiba-tiba muncul dari belakang, membuat yang lebih muda sedikit tersentak kaget. Posisi mereka saat ini mengingatkan mereka pada kali pertama keduanya bertegur sapa di pameran lukisan.

"Ngagetin aja Kak," Jisung segera menutup bukunya malu. "Jangan ngintip!"

Minho sontak tertawa melihat perilaku kekanakan sang lawan bicara. "Ngapain malu, sih? I swear I'm not looking at the book, I'm just looking at you."

Jisung justru semakin gelagapan.

"Sumpah, lo tuh bahaya banget buat jantung gue."

"Dasar alay," geleng Minho cepat, lalu menunjuk ke arah segerombol teman-teman angkatan Jisung yang telah bersiap meninggalkan museum. "Waktunya ke hotel, kita harus siap-siap buat acara makan malam. Lo nggak berpikir mau nginep disini, kan?"

"N-nggak, lah. By the way, kita beneran mau makan malam di Promenade des Anglais?"

Minho mengangguk tanda iya.

"Pantainya cantik. Gue pernah kesana sendiri waktu libur semester. Salah satu hal yang menarik tentang Nice adalah, pantai mereka didominasi batu-batuan pebbles dibandingkan pasir yang umum kita temui. But now that I'm going with you — pastinya semakin cantik."

"Kayaknya waktu di jalan lo kelamaan ngobrol sama Felix dan Kak Changbin deh," Jisung menahan napas lelah. "Kalau bicara ngelantur mulu."

"Ngelantur-ngelantur gini tapi lo salting juga."

"Ceritanya Kak Minho mau balas dendam gara-gara kejadian di bus tadi, ya?!"

Laki-laki yang lebih tua hanya mampu tertawa untuk kali kedua... diikuti dengan sebuah usapan di kepala. Ah, the things you do to me, Lee Minho.




P A R I S I N
T H E R A I N




"Waduh, ini mau ke acara kampus apa pergi kencan sama mas pacar?"

Celetuk Seungmin yang ternyata menjadi roommate abadi Jisung — ya, sekalipun saat ini mereka tengah berlibur di kota Nice! — membuat laki-laki itu tidak kuasa meringis ingin meledak.

Padahal, Jisung hanya mengenakan kaos tipis lengan panjang berwarna abu yang dipadupadankan dengan ripped jeans senada. Parfumnya juga The Body Shop white musk yang tidak menyengat.

"Kentara banget?" Jisung menaikkan alisnya ragu.

"Nggak sih," geleng Seungmin cuek sambil menekan tombol lift menuju lantai dasar. "You look good... ya, mungkin karena gue kebiasaan lihat lo dandan acak-acakan, jadinya sekarang pangling."

Jisung hampir tersedak salivanya sendiri, kemudian menepuk pundak Seungmin yang sudah tergelak tak berdaya. "Sembarangan!"

"Loh, gue ngomong jujur kok!" Bela Seungmin tidak mau kalah. "Tapi nggak apa-apa juga, sih. Kalaupun kita berantem tiap hari, gue happy lihat lo happy."

"Hm, terserah."

Pintu lift pun terbuka, memperlihatkan para peserta yang sudah bersiap untuk berjalan menuju pantai. Ia memang diberitahu bahwa lokasi hotel mereka tidak terlalu jauh dari restoran yang akan mereka datangi, sehingga berjalan kaki bersama menjadi opsi terbaik untuk saling mendekatkan diri.

Sesekali netra Jisung berkelana, mencari keberadaan Minho yang sibuk berdiskusi terkait rundown dengan Chris. Menurut Seungmin, seniornya itu itu memang sengaja datang menyusul hari ini.

Kak Minho pakai kemeja ganteng banget, lengannya digulung lagi. Duh, mampus— daritadi gue ngomong apa, sih?!

"Jisung, Seungmin! Sini!" Panggil Minho yang segera menyadarkan lamunannya.

Malu-malu, sepasang sahabat itu berjalan mendekat, membuat Minho terkekeh geli hingga tanpa disadari mengusap kepalanya lembut — kebiasaan baru yang mulai terbentuk sejak keduanya bertemu.

"Kalian udah lapar?" Tanya Minho santai. Jisung dan Seungmin membalasnya dengan gelengan. "Jalan ke restoran butuh waktu sekitar lima belas menit, nanti lewat jalan pintas supaya nggak terlalu ramai."

"Kok Kak Minho bisa tau banget tentang kota ini?"

Mendengar pertanyaan polos dari Jisung, Minho dan Chris sontak tertawa. "Kan kita udah survey sebelum kalian semua sampai di Paris, Sung. Masa kalau jadi tour guide dadakan?"

"B-benar, sih."

"Kalau gitu, langsung aja yuk?" Timpal Chris yang sedikit terlalu lama memerhatikannya.

Menyadari hal itu, sekelebat Minho meraih tangan Jisung untuk digenggam, membuat sang empu tak kuasa menatap tautan mereka dengan kedua pipi yang merona.

Tangan Minho terasa hangat, dan Jisung... suka.




P A R I S I N
T H E R A I N




Beragam hidangan khas Perancis kini tersaji dengan indah di hadapan mereka. Mulai dari bouillabaisse, bisque, potongan roti baguette dan white wine yang cocok dipadukan bersama hidangan laut. Arsitektur klasik Eropa yang dipertahankan oleh sang pemilik restoran juga membuat acara makan malam kali ini terasa patut menjadi kenang-kenangan.

Setelah menyuapkan sepotong roti ke dalam mulut, Minho menatap mata Jisung dan berkata, "akhirnya dinner with a view kita kesampaian juga. Sayangnya nggak jadi berdua, sih."

Memori Jisung segera membawa lelaki itu kembali menuju 'kencan' mereka di Arc de Triomphe.

"Tetap kehitung, kok," gelengnya mantap. "Sekarang kan kita duduknya berhadapan."

"Empat hari lagi sebelum lo pulang ke Korea," yang lebih tua menambahkan. "Kita berdua masih punya cukup waktu."

"Iya, iyaa! Pokonya yang bikin lo senang aja."

Melanjutkan acara makan malam mereka, Minho yang menyadari suapan terakhir Jisung pun lantas mengambil sepotong ikan dan menaruhnya di atas piring.

"Makan yang banyak," tutupnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Habis ini free time, daripada cuma minum-minum disini, gue mau ngajak lo cari angin ke pantai. Juga... ada sesuatu yang perlu gue sampaikan sebelum terlambat."

"Dan itu tentang...?"

"Perasaan."










Author's Note

————————

Terima kasih banyak untuk 2K pembaca, semoga
Paris in the Rain masih bisa dinikmati ya! Buat yang
mau kasih masukan atau berteori tentang maksud
terselubung Minho juga dipersilahkan 😂❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro