10 | vieux ville, first part

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




PAGI ini, Han Jisung terbangun dengan senyuman yang merekah di pipinya.

Apa yang terjadi semalam masih terasa begitu nyata. Bagaimana Lee Minho mengajaknya menyusuri tepi pantai, bagaimana mereka berakhir saling mengakui perasaan masing-masing, serta bagaimana keduanya bercumbu dengan sepasang hati yang merindu.

Meski hingga saat ini belum ada kata yang tersemat untuk menggambarkan hubungan keduanya, Jisung tetap menyukainya. Jisung selalu menyukai segala hal tentangnya.

"Ngapain senyum-senyum? Kesambet, lo?"

Lamunan Jisung seketika buyar saat lelaki bermarga Kim itu meledeknya habis-habisan. Kalau tidak ingat dirinya sedang malas bergerak, mungkin Seungmin sudah terkena lemparan bantal.

"Ganggu aja, sih!"

"Jangan galak-galang dong," Seungmin menjulurkan lidahnya sambil memakai jaket. "Semalam waktu lo balik dari jalan-jalan sama Kak Minho, semua orang pada ngomongin kalian tau."

Jisung hampir tersedak salivanya sendiri.

"Ngomongin apaan?"

"Lo sama Kak Minho balik sambil pegangan tangan, udah gitu sama-sama salting pula. Pasti abis terjadi sesuatu."

"N-nggak ada apa-apa, tuh!" Ia segera membungkus tubuhnya dengan selimut, persis seperti kepompong raksasa. "Kita cuma nyusurin pantai, terus langsung balik ke restoran. Asli."

Sontak, Seungmin pun menatap sang lawan bicara dengan pandangan yang meremehkan. "Bohong lo kurang jago — nyusurin pantai kok ciuman."

Oke, kali ini Jisung tersedak betulan.

"Tau dari mana?!"

"Kak Chris, Kak Changbin sama si Felix," Seungmin mengangkat bahunya acuh. "Waktu mereka bertiga beli snack di minimarket, nggak sengaja lihat kalian lagi ciuman di pantai. Mana katanya kaku banget... kayak kanebo kering."

"HEHHH!"

Tertawa puas bak iblis di film komedi, Seungmin segera berlari meninggalkan kamar hotel mereka sebelum Jisung dapat mengejarnya.

Oh, Tuhan.

Rasanya ia ingin menghilang saat ini juga.








P A R I S I N
T H E R A I N








"Teman-teman, sekarang kita sudah sampai di Vieux Ville. Tempat ini adalah setapak kota tua terkenal di French Riviera dengan gaya arsitektur Mediteranian yang khas dan warna bangunan serba pastel. Disini, kita bisa menjumpai berbagai cinderamata menarik seperti sabun Niçoise, tekstil Provençal dan..."

Saat Jisung tengah asyik mendengarkan penjelasan Chris dari baris terakhir, sebuah tepukan di pundak sekelebat mengalihkan perhatiannya.

"Han Jisung."

Lee Minho.

"K-Kenapa, Kak?"

"Hari ini kayaknya lo lagi semangat banget," Minho menatap Jisung sesaat sebelum memasukkan kedua tangannya di dalam saku celana.

Lelaki yang berusia dua tahun lebih muda itu tidak mampu mengelak — hari ini, seniornya terlihat luar biasa tampan dalam balutan kemeja biru langit dan celana jeans senada. Jika tidak ingat bahwa dirinya harus menjaga image, mungkin sekarang ia sudah ikut bergerilya seperti para penggemar setia Minho di belakang sana.

"Nanti jalannya pelan-pelan aja, Sung," lanjut Minho sambil terkekeh geli. "Pihak sekolah ngasih kita free time sampai jam empat, kok."

"Kok bisa selama itu, Kak?" Jisung menaikkan salah satu alisnya penuh tanda tanya. "Sekarang aja baru jam dua belas siang."

"Satu, tempat ini lumayan luas. Dua, supaya kalian punya cukup waktu buat nyari bahan inspirasi final project yang udah gue bahas kemarin."

Minho terdiam sesaat, membuat Jisung penasaran.

"Tiga, mau sekalian pergi kencan keliling Vieux Ville bareng gue, nggak? Kebetulan hari ini PIC-nya cuma Chris, bukan gue."

Jisung menghela napasnya lelah. "Kak Minho yang terhormat, stop ngomong yang aneh-aneh. Bahkan gue belum recover dari kejadian semalam."

"Sebesar itu ya, pengaruhnya di mata lo?" Lelaki itu membulatkan matanya terkejut.

"Emang buat lo nggak?"

"Ya... besar sih," Minho mengalihkan pandangannya malu. "Tapi kalau gue salting terus lo ikutan salting, yang ada nggak kelar-kelar."

"Kak Minho ngeles mulu, ah. Males," cibir Jisung tak selera.

Sebelum keduanya dapat melanjutkan perdebatan mereka, seluruh peserta kini sudah berpencar untuk menikmati Vieux Ville. Ada yang memilih sarapan di outdoor café, membeli cinderamata, bahkan berfoto ria dengan pemandangan yang estetik.

"Jadi kita mau jalan-jalan kemana dulu, Sung?"

Yang terpanggil memejamkan kedua matanya sesaat, berusaha mengingat nama-nama tempat wisata yang sudah ia cari di internet.

"Kak Minho," menghiraukan pertanyaan yang lebih tua, Jisung mengetuk-ngetukkan kakinya di setapak untuk mengurangi gugup. "Lo beneran, mau ngajak gue kencan hari ini?"

Minho mengangguk tanpa ragu.

"Oke."

Entah mendapatkan keberanian dari mana, Jisung menatap manik Minho sesat sebelum menggenggam tangan miliknya penuh keyakinan.

"Kalau gitu, mulai detik ini, kencan Han Jisung dan Lee Minho resmi dimulai!"







P A R I S I N
T H E R A I N








Setelah berdiskusi tentang berbagai referensi objek wisata yang tersedia, Jisung dan Minho mengawali acara kencan mereka dengan menyambangi sebuah alun-alun terkenal bernama Place Masséna. Terletak di area selatan Vieux Ville yang berbatasan langsung dengan pesisir Promenade des Anglais, tempat ini menawarkan berbagai kios dan penampilan menarik dari para musisi jalanan.

Lantunan lagu La Vie en Rose menjadi hal pertama yang Jisung dan Minho dengar sesampainya disana. Tanpa disadari, sebuah senyuman tipis kini berhasil menghiasi bibir yang lebih muda, membuatnya tak kuasa untuk mendekat dan bercerita.

"Dari dulu, lagu ini selalu jadi lagu Perancis favorit orang tua gue," pandangan Jisung terkunci ke arah sang pemusik, sedangkan milik Minho tertuju pada dirinya. "Mereka bakal dansa di ruang tamu setelah mastiin kalau anak-anaknya udah tidur. Sama-sama ngedumel tentang betapa brengseknya hari mereka masing-masing... tapi habis itu ketawa lagi. Karena seenggaknya, mereka punya satu sama lain."

Des yeux qui font baisser les miens

Un rire qui se perd sur sa bouche

"Romantisnya sederhana, memang," Jisung terkekeh geli. "Tapi mungkin... kesederhanaan itu pula yang membuat memorinya terasa membekas, sampai gue bisa berakhir di negara ini."

Minho mengangguk mengerti. "Lo udah pernah baca arti liriknya, Sung?"

Voilà le portrait sans retouches

De l'homme auquel j'appartiens

"Belum," gelengnya cepat. "Tapi penasaran, sih."

Bersamaan dengan para musisi yang melanjutkan nyanyian mereka, Minho pun memutuskan untuk ikut membuka suara.

Quand il me prend dans ses bras

Il me parle l'a tout bas

"Saat lelaki itu membawaku dalam sebuah pelukan, dirinya berkata..."

"...je vois la vie en rose," keduanya kembali bertukar tatap — seakan-akan suatu saat juga akan berdansa di penghujung hari. "Berkatmu, aku bisa menikmati dunia melalui kacamata seindah mawar."












Author's Note

———————

Selama kencan di Vieux Ville manis-manis dulu,
nggak tau sih nantinya 🤪 semoga chapter ini bisa
menghibur kalian! Mohon vote dan komentarnya
ya bila berkenan, terima kasih ☺️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro