Chapter 8 - Her Past

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Tersedia di Gramedia

IG @Benitobonita

Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus

Gadis kecil berambut pirang itu menangis terisak. Tubuh mungilnya dipenuhi oleh luka. Beberapa anak telah melempari dia dengan batu.

"Siluman! Pergi dari desa ini!" teriak mereka bersahut-sahutan. Sedangkan beberapa orang dewasa yang melihat kejadian itu memalingkan wajah.

Sama seperti hari-hari sebelumnya. Bocah itu melarikan diri dan bersembunyi di antara pepohonan yang berada di perbatasan hutan dan pintu masuk desa. Dia tidak ingin mengganggu neneknya yang sibuk menjahit.

Manik hijau anak itu berkaca-kaca mengamati luka sayat pada kulit tangannya. Perih! Walau dia dapat sembuh dengan cepat, tetap dirinya tetap merasakan sakit.

Suasana pinggiran hutan sangat sepi. Hanya terdengar suara beberapa ekor burung yang sedang berkicau di antara ranting pohon maple berdaun hijau. Anak itu mengibaskan gaun birunya yang kotor lalu menghapus air mata. Beberapa anak yang tidak berhasil memperoleh batu memutuskan untuk melemparinya dengan tanah.

Tiba-tiba pendengarannya menangkap suara tapak kaki kuda. Dia menoleh dan melihat seorang penunggang kuda datang mendekat. Rambut dan janggut pendek pria itu sudah ditutupi uban. Namun, bahunya yang lebar dan pedang yang tersampir pada pinggang, memberikan kesan bahwa dirinya adalah seorang kesatria.

Pria tua itu segera menghentikan laju kuda saat menyadari keberadaannya. Manik biru yang dihiasi keriput mengamati kondisi bocah bermata hijau yang balik menatapnya dengan ekspresi terkejut.

Tidak ada satu kata pun yang keluar dari pria itu untuk waktu yang cukup lama. Suara ringkik kuda yang ingin segera berjalan diabaikan oleh penunggangnya.

Michelle kecil merasa jengah. Kakek tua itu menatapnya dengan ekspresi aneh. Seperti ingin menangis atau terharu. Reaksi yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

Namun, ketika dirinya mau masuk ke dalam hutan untuk menyingkir dari sana, tiba-tiba pria tua itu bertanya, "Gadis kecil, siapa yang melukaimu?"

Mata hijau anak itu kembali basah. Tubuh mungilnya kembali gemetar saat terisak. "Te-teman-temanku ... me-mereka tidak menyukaiku ...."

Ekspresi pria tua itu berubah sesaat. Matanya kembali mengamati penampilan menyedihkan dari bocah yang mulai menangis.

"Di mana orang tuamu?" tanya laki-laki itu dengan suara serak.

Michelle kecil menelan ludah. Pelupuk mata bocah itu bengkak karena terlalu sering menangis. "Ma-mama dan papa su-sudah berada di Surga."

"Siapa yang bilang papamu di Surga?" bentak pria tua itu tiba-tiba. Tubuhnya gemetar dan raut wajahnya mengerut menunjukkan amarah.

Michelle kecil terlonjak. Manik hijaunya menunjukkan rasa takut. Kakek itu juga akan melukainya!

Bocah itu mundur perlahan dengan kaki gemetar. Kalau dia berhasil masuk ke dalam hutan, tentu dirinya akan aman. Semua teman-temannya tidak pernah berani mengejar ketika dirinya bersembunyi di rimba.

Pria tua itu terkejut melihat reaksi ketakutan Michelle kecil. Dia segera melompat turun dari kuda lalu berjongkok. "Maafkan aku. Jangan takut. Aku tidak berniat melukai dirimu."

Namun, gadis mungil itu tidak langsung percaya. Terlalu sering seseorang menyakitinya. Manik hijaunya mengamati kakek yang berada di hadapannya dengan ekspresi curiga.

Pria tua itu menghela napas lalu menarik pedang miliknya dan meletakkannya di atas rumput. Simbol mawar yang berada pada gagang senjata menarik perhatian Michelle kecil.

"Dengar, maukah kau datang setiap hari ke sini untuk menemani kakek tua sepertiku? Sebagai gantinya aku akan mengajarimu berlatih pedang."

"Apa gunanya aku bisa menggunakan pedang?" tanya bocah itu gusar. Yang dia inginkan agar bisa bermain tanpa diganggu anak-anak lain.

"Bila kau bisa menggunakan pedang, tidak akan ada yang berani mengganggumu lagi," jawab pria tua itu lembut. "Mereka akan meninggalkanmu sendiri."

Mata hijau Michelle membesar dan wajahnya menunjukkan rasa antusias. Dia tidak suka terluka dan benda tajam itu dapat menjaganya.

"Aku bahkan akan memberikan pedang ini," bujuk pria tua melihat ketertarikan bocah itu. "Tetapi ingat kamu harus berjanji tiga hal kepadaku."

"Apa itu?" tanya Michelle kecil menahan napas. Rasa gembira mengisi hati bocah itu. Luka-luka di tubuh yang mulai sembuh dilupakannya.

Pria tua itu terdiam sejenak. Manik birunya melembut sebelum berujar, "Pertama, kau harus memanggilku Kakek. Kedua kau tidak boleh melukai atau membunuh manusia walau nyawamu sebagai taruhannya, dan yang ketiga kau harus selalu menolong mereka yang membutuhkan pertolongan."

"Walaupun mereka melukaiku?" tanya Michelle kecil mengerutkan dahi.

"Iya, walau mereka melukaimu."

"Mengapa?"

"Sebab dosa orang tua diturunkan kepada anaknya," jawab laki-laki tua itu. Mendung mengelayuti matanya, "dan tugasmulah menebus dosa dari mahluk terkutuk yang telah memberikanmu kehidupan."

Pria itu menarik napas dalam-dalam dan wajahnya mengernyit seperti merasakan sakit sebelum melanjutkan ucapannya. "Dengan kau menolong manusia, semoga pintu langit akan terbuka untukmu."

*****

Michelle membuka mata. Langit sudah berwarna hitam. Bau darah kering mengisi paru-parunya. Suara kayu yang terbakar dan dengkuran seseorang mengejutkan dirinya.

Gadis itu menoleh ke sisi kanan dan napasnya tertahan. Pria bermulut kasar yang menolongnya sedang tertidur di sampingnya. Hati Michelle tersentuh. Selama pengembaraannya, dia tidak pernah mendapatkan perlakuan yang layak. Tidak ada yang menganggapnya sebagai seorang manusia.

Michelle mengamati pria yang sedang terlelap dalam diam. Laki-laki berhidung mancung itu memiliki kulit yang halus. Bentuk wajahnya yang oval dan bibirnya tegas.

Jantung Michelle berdebar. Gadis itu harus mengakui bahwa dirinya menyukai apa yang dia lihat.

Tiba-tiba mata pria yang dikiranya pulas tertidur terbuka. Manik birunya bertatapan langsung dengan mata hijau Michelle. Mereka berpandangan cukup lama sebelum laki-laki itu bertanya, "Anjing kecil, kapan aku bisa memandikanmu? Aromamu sangat mengganggu penciumanku"

"Aku bukan binatang!" jerit gadis itu sekencang mungkin.

*****

Kicau burung pagi hari membangunkan Pierre. Pria itu bangkit untuk duduk dan melemaskan otot-otot tubuhnya yang kaku. Dia benar-benar tidak suka tidur di alam terbuka. Beberapa ekor nyamuk bahkan berhasil mencuri darahnya.

Api unggun buatan pria itu telah padam beberapa jam yang lalu. Dia menguap lalu menoleh ke arah teman tidurnya. Pierre beringsut perlahan untuk mendekat lalu menunduk.

Pierre mengernyitkan hidung tidak suka dengan bau amis yang tercium dari rambut pirang yang dipenuhi cairan merah kental. Pria itu secara perlahan menggunakan jemarinya untuk memeriksa kondisi kepala Michelle. Manik birunya menunjukkan rasa lega.

Luka yang ada sudah mengering sempurna dan dari cara gadis itu berteriak dapat dipastikan bahwa dia akan baik-baik saja.

Tiba-tiba perhatian Pierre teralihkan oleh pantulan sinar matahari dari balik kerah pakaian gadis itu. Alisnya bertaut dan rasa penasaran timbul. Dengan lembut dia menyibak rambut lengket berbau anyir dan menemukan sebuah kalung berbandul emas yang terikat pada leher perempuan yang masih tertidur.

Pierre memajukan tubuh untuk melepaskan benda itu agar dapat mengamati lebih jelas. Liontin berbetuk oval yang kini berada dalam genggamannya terbuat dari emas murni. Benda mahal yang hanya dapat dimiliki oleh kaum bangsawan.

Pria itu membuka pengait liontin dan melihat isinya. Pada sisi kanan terlihat lukisan seorang wanita yang sudah memasuki usia tua sedang menggendong seorang bayi yang tertidur. Sedangkan pada sisi kiri terukir tulisan Untuk Cucuku Tercinta, "Michelle".

"Michelle. Nama yang aneh untuk seekor anak anjing," ucap Pierre menyeringai. Mata birunya berbinar geli dan dia memasukkan kalung itu ke dalam saku celana.

Sudah cukup lama dia tidak pulang. Mereka pasti sudah menunggu dirinya.

Pierre menoleh ke arah Michelle dan tersenyum. Pria itu menunduk untuk berbisik ke telinga gadis yang masih terlelap. "Selamat tinggal Anjing Kecil."

Laki-laki itu bangkit berdiri dan merapikan barang-barang miliknya lalu melangkah untuk menuju jalan utama Kota Richister.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

10 Maret 2018

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro