Senja dan Indomie kuah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perkara Cinta ; Senja dan Indomie kuah

"AYIS! LO MIE APA?!"

"ESAA! GORENG ATAU REBUS?!"

"Mie goreng juga direbus, Ji."

"Lah iya ya! Kenapa kalo di warkop bilangnya mie rebus sama mie goreng?"

Haris menahan tawanya mendengar percakapan Aji dan Calvin dari dalam. Kilat kamera menyinari wajahnya sepersekian detik.

"Udahan, Yis."

Esa duduk di kursi kayu yang ada di balkon apartemen Calvin. Seperti biasa, akhir minggunya dihabiskan di apartemen Calvin, bersama anak-anak eska lainnya.

Haris ikut duduk di samping Esa, mengambil alih kamera Canon milik cowok itu. "Thanks, Sa. Sisanya ntar gue foto sendiri."

"Bawa kamera?"

Haris nyengir. "Nggak."

Esa mengangguk. "Pake aja."

"Siap!"

Pintu kaca balkon bergeser. Aji muncul dengan celemek yang entah sejak kapan ia pakai. Seingat Haris, Calvin nggak punya celemek, apalagi warna kuning mentereng kayak Vespanya Esa.

"Tuan muda dan bapak selebgram, mau mie apa nih?"

Lagi-lagi, bukannya menjawab pertanyaan Aji, Esa malah mengalihkan obrolan mereka ke arah celemek Aji.

"Celemek punya siapa, Ji?"

Aji menatap celemek yang dipakainya, lalu beralih menatap Haris dan Esa dengan cengiran lebar. "Punya gue lah!"

Haris dan Esa kompak menatap sangsi. Kalau Felix atau Bang Ino mungkin lumrah, mengingat dapur adalah teman baik mereka. Tapi, Aji dan dapur? Mencurigakan.

"AJI! AIR LO MENDIDIH!"

"MASAK JANGAN DITINGGAL-TINGGAL JI!"

"I think, Aji pengen burn out your apartemen bang!"

Aji mendengus jengah, kepalanya kembali masuk ke dalam dan teriakannya terdengar. "SABAR!"

"Buruan! Gue lagi baik hati nih," ujar Aji dengan wajah yang nggak seramah tadi.

Esa menoleh pada Haris. "Lo apa, Yis?"

"Gue samain aja kayak lo, Sa."

"Rebus, Ji," jawab Esa.

"Semua mie direbus, Sa."

Haris terbahak. Sedangkan Esa mendengus masam. "Iya, kuah ya Ji."

"Sama-sama," seloroh Aji sebelum kemudian masuk ke dalam.

Esa geleng-geleng kepala melihat tingkah Aji. Haris disampingnya sudah sibuk dengan ponsel.

"Masih belum diganti tuh nama kontak," seloroh Esa tanpa menatap Haris dan memilih melarikan pandangannya pada pemandangan awan cantik berwarna jingga.

"Emang harus diganti?"

Kepala Esa menoleh. "Yis, dia udah punya pacar."

"Belum. Itu temennya. Lo percaya aja kata Aji," jawab Haris dengan kekehan.

Tapi, Esa masih nggak mengalihkan tatapannya dari Haris, cowok itu menatap dengan tatapan aneh.

"Sumpah, Sa! Gue kemaren nanya ke orangnya dan dia nggak masalah kontaknya masih sama," jelas Haris lagi, dengan lebih pelan, berusaha membuat Esa percaya.

Haris nggak begitu peduli pendapat orang lain, tapi pendapat Esa sangat penting baginya. Karena sekali Esa percaya padanya, cowok itu akan mendukungnya sampai akhir.

Esa menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Cuma khawatir aja lo ngelewatin batas, Yis."

"Iya gue paham. Gue nggak segila itu kalo tau dia punya cowok, Sa."

Helaan napas Esa terdengar berat. "Tapi, berusaha merelakan emang nggak semudah itu."

Haris mengangguk dalam diam. Matanya mengikuti arah pandang Esa. Pada langit senja yang berwarna jingga dan matahari yang kembali ke peraduannya.

Esa mengambil kameranya, mengarahkan lensa pada pemandangan yang sudah ribuan kali dilihatnya dan diabadikannya dalam bentuk foto. Terlalu cantik untuk dilewatkan begitu saja.

"Ada aja hal yang ngingetin ke dia walaupun udah berusaha ngelupain."

"Nggak akan bisa lupa, Yis. Orang yang pernah dateng ke kehidupan kita dan ngasih kenangan indah, nggak bisa dilupain."

Haris menyugar rambutnya yang mulai panjang ke belakang. Matanya melirik pada ponselnya yang menyala dan menampilkan pesan dari satu nama, objek yang sedang ia bicarakan.

"Lo kenapa putus, Sa?"

Esa tertawa, tawa kecil yang membuat Haris tersenyum walaupun ia yakin pertanyaan itu bukan sebuah lawakan.

"Nggak tau. Sampe sekarang gue masih bingung." Ada jeda di kalimat Esa, sebelum kemudian cowok itu kembali berucap dan membuat Haris membulatkan mata.

"Beberapa minggu lalu gue ketemu dia."

"Sumpah?!"

Esa mengangguk. "Di kafe kebab."

"Terus?" kejar Haris penasaran.

"Yaudah, nanya kabar aja."

"Yang nyapa duluan siapa?"

"Dia." Pandangan Esa menerawang, mencoba kembali mengingat kenangan itu.

"Dia masih pake motor yang sama. Helm yang sama. Senyumnya juga masih sama."

Haris mendecak keras. Tangannya merangkul Esa dan menepuk lengan cowok itu beberapa kali. "Turut prihatin."

Tawa Esa kembali berderai. "Gue kayak lagi dibercandain. Gue kira gue udah bisa rela, gue bahkan tertarik sama satu cewek."

Lagi, mata Haris membulat kali ini lebih lebar dari sebelumnya. "SIAPA?!"

"Gue nggak sengaja tatap-tatapan sama satu cewek, di tempat yang sama dan nggak tau kenapa gue ngerasa kayak ada yang menarik aja. Mungkin karena dia pake totebag yang sama kayak punya gue," kekeh Esa.

"Terus lo ajak kenalan?"

Esa menggeleng. "Nggak kenalan, tapi gue tau namanya gara-gara dia salah ambil pesenan gue."

Haris menatap Esa dengan pandangan menuntut. Ia berusaha nggak melirik ke arah pintu balkon yang sudah dipenuhi beberapa kepala dengan tatapan penasaran.

"Mahira."

"Anjir! Kok mirip sama nama mantan lo?!"

Esa kembali tertawa. "Sepupunya."

"SUMPAH?!"

Aji dan mulut besarnya. Haris mendesis sambil geleng-geleng kepala. Sedangkan Esa menoleh dengan ekspresi kaget ke arah pintu balkon.

Felix dan Jusuf langsung nyengir. Bayu dan Calvin cuma senyum tipis. Kirino yang udah melempar tatapan meledek dan Aji yang menutup mulutnya dengan kedua mata membulat.

"Ayo bang, makan bareng. Mie-nya udah mateng," ujar Jusuf.

"Let's go inside," imbuh Felix.

"Kita siap denger cerita full-nya kok." Kirino dengan senyuman jahil.

Calvin mendesah. "Malam ini bakalan galau berjamaah."

"Nggak pa-pa. Ada pakarnya di sini." Bayu menepuk pundak Calvin dengan senyum penuh arti.

Sedangkan Esa cuma bisa menghela napas panjang. Bukannya nggak mau berbagi cerita, Esa cuma nggak terbiasa menceritakan tentang perasaannya pada orang lain. Tapi, mungkin sekarang ia akan mencoba.

Esa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu balkon. Gerombolan yang tadi menguping juga ikut masuk, kecuali Aji yang nyengir ke arahnya di ambang pintu.

"Udah masanya, Sa. Yok bisa yok!"

Esa mendecak, menghiraukan kalimat Aji, juga perdebatan antara Aji dan Haris di belakangnya.

"Lo sih!"

"Lo juga kaget kan pasti?! Lo aja tadi teriak SIAPA yang bikin semuanya langsung ke balkon!"

"Tetep aja lo yang salah!"

Esa geleng-geleng kepala, mengambil duduk di ruang tengah apartemen Calvin yang mejanya sudah terisi berbagai macam makanan fast food.

Teriakan Aji dari balkon lagi-lagi membuat keributan. Haris adalah orang pertama yang lari ke luar, sedangkan sisanya cuma mengulum senyum penuh arti.

"YIS! CANTIK NGECHAT NIH! NANYAIN LO DIMANA!"

•×•

•×•

Yihaaaaa hari ini last stage era God's Menu!

Keep streaming God's Menu MV yaaa
Wkwkwkkww
Btw keknya ntar malem MV 'TA' rilis deh

Makasih yaaaaaa buat yang udah baca, vote dan komen!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro