9. Pindah Kamar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di kamar lain yang berbeda dari sebelumnya, Manda diminta untuk tidur di sana sendirian. Iya, sendirian. Kata itu terus terngiang di benak Manda hingga sekarang.

Tangannya perlahan memegang dada sisi kirinya yang terasa sedikit menyakitkan. "Kenapa hati gue jadi sakit gini sih?"

Manda yang sebelumnya tengah tiduran kemudian bangkit dan memutuskan untuk duduk di tengah kasur. Matanya menjelajah seluruh sudut kamar yang dia tempati.

Jujur, kamar itu juga sama mewah seperti  kamar yang dimiliki Reza. Namun karena pria itu tidak ada, Mima merasa sedikit berbeda.

Tak berapa lama setelah sibuk dengan pikirannya sendiri, seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Manda dan orang itu ialah Arni.

Perempuan yang lebih tua beberapa tahun dari Manda itu terlihat kesusahan membawa kasur lipat. Manda yang melihatnya langsung berlari untuk membantu.

"Ngapain bawa kasur segala sih?" tanya Manda dengan nada yang sengaja dinaikkan.

Menurutnya apa yang dilakukan oleh Arni begitu menyusahkan. Dia memang meminta Arni untuk menemaninya tidur. Maksudnya, tidur di kasur bersama, bukan malah di kasur yang berbeda seperti ini.

"Gimana saya bisa tidur kalau nggak pakai kasur ini?" tanya Arni dengan wajah polosnya.

"Kan bisa tidur bareng aku di situ."

Jari Manda menunjuk kasur yang sebelumnya dia tiduri, kasur itu cukup luas untuk mereka gunakan berdua. Tentu Manda tidak keberatan jika harus berbagi dengan Arni.

Arni menggoyang-goyangkan jari di hadapan Manda dan berhasil membuat perempuan itu merasa kesal.

"Apaan sih!" omel Manda sembari menurunkan jari telunjuk perempuan di hadapannya.

"Saya nggak boleh tidur sama Mbak Manda."

"Kenapa?" tanya Manda dengan cepat karena merasa bingung akan jawaban Arni.

Sepertinya perempuan itu memang dilahirkan dengan kemampuan bertanya yang luar biasa dan mau tak mau Arni harus bekerja lebih ekstra untuk bisa menjawab.

"Nanti Pak Reza marah kalau saya tidur sama Mbak."

"Ngapain takut sama dia sih!"

"Mbak, Pak Reza itu majikan saya. Tentu saya takut sama dia."

Manda memutar bola matanya dengan malas karena jujur dia sudah lelah mendengar semua hal yang berhubungan dengan Reza.

"Ya udah deh. Yuk, tidur. Aku mau sekolah besok," ucap Manda sembari naik ke atas kasur.

Arni yang tengah memperbaiki posisi kasurnya kemudian menatap ke arah Manda. "Loh, masih mau sekolah?"

"Masih lah! Aku kangen sama temen-temen sekolah aku. Ya walaupun bentar lagi perpisahan sih."

Nada suara Manda menurun di akhir pembicaraan karena tiba-tiba dia mengingat teman-temannya yang begitu dia rindukan.

Arni menganggukkan kepalanya dengan pelan setelah mendengar ucapan Manda. Setelah kasurnya siap, perempuan itu segera tidur agar besok tidak telat bangun karena dia harus bangun lebih pagi untuk mengurus Manda.

Keesokannya, Arni berkali-kali menepuk lengan atas milik Manda guna membangunkan perempuan itu. "Mbak! Ayo bangun, Mbak."

Walau sudah terlampau lama Arni membangunkan Manda. Namun, perempuan itu tidak menyerah hingga akhirnya calon istri kedua majikannya itu bangun.

"Iya, iya, aku udah bangun kok," jawab Manda dengan mata lelahnya.

Mendengar jawaban tersebut, Arni pun berhenti menepuk lengan Manda dan berganti untuk menarik tangan perempuan itu agar bangun dari tidurnya. "Ayo cepet mandi Mbak, nanti telat loh ke sekolahnya."

Manda yang masih mengantuk kemudian hanya menggerutu kesal sembari berjalan sempoyongan ke kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut.

Tidak sampai 10 menit, perempuan itu sudah kembali dari kegiatan mandinya dan hal itu membuat Arni yang juga ada di kamar tersebut kebingungan.

"Loh, sudah selesai mandi?" tanya Arni yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Manda.

Perempuan itu berjalan santai di hadapan Arni dan mulai menggunakan pakaian lengkap sekolahnya.

Tanpa peduli dengan riasan wajah, Manda keluar dari kamarnya dan bergegas pergi ke sekolah.

Arni yang harus menemani perempuan itu kemudian berjalan di belakang Manda dan mengikuti perempuan itu sampai turun ke lantai satu.

Saat sampai di lantai satu, mata Manda menangkap punggung kokoh Reza yang kini tengah asyik sarapan bersama istrinya.

Karena tidak mau mengganggu kegiatan pasangan suami istri tersebut. Manda memutuskan langsung pergi dan mengabaikan kewajibannya untuk berpamitan.

Bukan hanya keluar dari rumah. Namun, perempuan itu malah berjalan lurus sampai ke gerbang rumah Reza.

Arni yang mengikutinya menjadi kebingungan karena Reza meminta perempuan itu untuk mengikuti Manda kemana pun dia pergi. "Mbak, Mbak Manda," panggil Arni dengan sedikit berteriak.

Manda yang sudah cukup jauh di depannya kemudian menoleh dan bertanya, "kenapa?"

"Ngapain ke sana, Mbak? Kita ke sekolahnya naik mobil."

Manda benar-benar lupa jika dia sudah tidak tinggal di rumahnya yang dulu dan sepertinya Reza sudah meminta sopirnya untuk mengantar perempuan itu, ke sekolah.

Karena merasa malu akan tindakan yang dia lakukan, Manda sengaja menggaruk tengkuk lehernya dengan pelan dan kembali berjalan ke depan rumah Reza.

Tak lama kemudian, sebuah mobil sudah ada di hadapan kedua perempuan itu. Arni langsung membukakan pintu mobil itu dan mempersilakan Manda untuk masuk. "Silakan masuk, Mbak."

Dengan pelan, Manda masuk ke dalam mobil tersebut dan mereka segera pergi ke sekolah.

Sekolah Manda bukanlah sekolah elit yang memiliki banyak siswa kaya di dalamnya sehingga saat mobil mewah Reza terparkir di halaman sekolah tersebut, mobil berwarna putih itu menjadi tontonan teman-teman sekolah Manda.

Dari dalam mobil, Manda melihat jelas beberapa siswa tengah menatap penuh penasaran menunggu Manda untuk keluar. Karena hal itu, Manda menjadi sedikit menyesal dengan keputusannya.

"Yaelah, jadi tontonan," gumam Manda sebelum akhirnya keluar dari mobil tersebut.

Saat Arni ingin ikut turun, Manda menahan perempuan itu. "Nggak ikut usah turun, Mbak. Aku bisa sekolah sendiri kok. Nanti jam satu siang ke sini aja buat jemput aku."

Arni terlihat ragu untuk meng-ia-kan ucapan Manda. Namun, semakin lama mereka berbincang, ada semakin banyak siswa yang menonton mereka. "Ya udah, Mbak. Jangan sampai telat ya. Jam satu siang."

"Iya, tenang aja."

Setelah selesai berdebat dengan Arni, perempuan itu bergegas masuk ke dalam sekolahnya. Di sisi lain, Arni menutup pintu mobil yang dia naik dengan cepat agar siswa-siswa yang memperhatikannya segera membubarkan diri.

Di tengah perjalanan menuju kelasnya, Manda sengaja menutupi  sebagian wajahnya. Hal itu membuatnya tak memperhatikan dengan jelas jalanan di depannya sehingga tanpa sengaja Manda menabrak seseorang.

"Maaf, maaf," mohon Manda berulang sembari mengangkat wajahnya dan terkejutnya dia saat menemukan kepala sekolahnya tengah berdiri di hadapannya. "Pak Aryo!" pekik Manda yang berhasil membuat Pak Aryo bingung.

"Kenapa, Man?" tanya kepala sekolah itu.

"Maaf, Pak. Beneran deh, saya nggak liat ada Bapak di depan saya," ucap Manda dengan wajah panik. Dia benar-benar takut pada kepala sekolahnya itu.

Perlahan tangan Pak Aryo menepuk pundak Manda dengan pelan dan membuat sang pemiliknya sedikit terkejut. "Nggak pa-pa kok."

Manda tersenyum tipis setelahnya dan berniat untuk pergi dari hadapan Pak Aryo. Namun, pria paruh bayah itu segera menahan kepergian Manda. "Man, Bapak mau nanya sesuatu."

Mendengar ucapan Pak Aryo yang tiba-tiba itu berhasil membuat Manda ketakutan. Ada banyak pikiran buruk yang terlintas di benak perempuan itu. Mampus, Pak Aryo mau nanya apa nih!

"Hmm, itu, si Reza, kamu deket kan sama dia. Pasti deket lah, kan kalian sepupuan. Bapak bisa minta tolong nggak, buat kasih tau Reza, kali aja gitu dia mau ngasih sumbangan ke sekolah ini. Nggak usah banyak-banyak yang penting ikhlas."

Wajah Pak Aryo saat menjelaskan apa yang dia sampaikan benar-benar membuat Manda muak. Lagi-lagi berurusan dengan uang, entah sudah berapa kali Pak Aryo meminta sumbangan pada siswanya dan kini Manda menjadi salah satu korban.

Sebelum membalas ucapan kepala sekolahnya itu, Manda menghela nafasnya dengan pelan. "Iya, Pak. Nanti saya sampaikan ya."

Pak Aryo tersenyum menggoda yang berhasil membuat Manda mual. Karena tidak mau terlalu lama di hadapan pria tua itu. Manda memutuskan untuk pamit pergi.

"Itu aja kan, Pak? Kalau gitu saya ke kelas dulu ya. Permisi."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro