[29] Bukti Kesetiaan Dyvette

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tinggal 2 part lagiiii yeayyy

Aku ngga mau cemburu sama masa lalu, aku mau buktiin kalo aku lebih baik dari mantan kamu.

-Dyvette-

Hari ini cukup ramai yang datang. Tadi siang kan udah ada Pak Bos dan Bu Bos. Dan malam senior dan junior Dendi yang rumahnya di sekitaran Bandung datang.

Dendi minta Caesar buat jangan pulang dulu. Kasian sama tunangannya yang ngga kenal sama siapa-siapa. Ya, mau ngga mau sahabatnya nurut.

Sakitnya pun kini jadi ajang reuni Dendi dan teman-temannya yang dulu lomba bersama. Pernah ada yang bilang salah satu dari mereka, kalo ada yang meninggalpun kayanya mereka ngga akan bisa ngumpul full-team. Ya karena kesibukan masing-masing.

Dendi cukup senang hampir semua teman-teman lombanya datang. Cuma kurang satu, Dinda, tapi entah kenapa dia baik-baik aja tanpa kehadiran perempuan itu. Justru dia takut kalau mantannya itu datang. Takut reaksi yang ia tampilkan beda dari seharusnya.

Teman-temannya sudah hampir setengah jam berkumpul, mereka juga udah kenalan sama Dyvette.

"Jadi kapan sebar undangannya, Den?" Itu suara Noge – ketua delegasinya dulu.

Dendi tertawa. "Secepatnya ya, jangan sibuk-sibuk kalian."

Dendi bisa melihat senyum terukir di wajah tunangannya. Iya, dia bertekad setelah keluar dari rumah sakit ini bakal langsung siapin pernikahan mereka. Ngga mau nunda lagi.

"Kok mau sih pacaran sama Dendi?" Itu Garen.

Dendi melotot. Kenapa sih semua orang nanya kaya gitu ke tunangannya. Ngga kakak-kakaknya, ngga temennya. Emang dia sejelek, sejahat atau se-ngga pantes itu pacaran sama cewek secantik Dyvette.

Eit, tapi Dendi bukan pacaran sama Dyvette karena cantik mukanya – apalagi kalo ada yang mikir cuma karena bosen jadi kacung korporat dan mau hartanya aja. Engga! Dia beneran suka, sayang, cinta dan ngga mau kehilangan.

"Mas Dendi baik."

"Cailah, Mas loh manggilnya." Tawa menggema di kamar itu.

Dendi mendelik sebal.

"Klasik banget alesannya, ngga ada yang lain?" Kali ini Faradiba yang bersuara.

"Mas Dendi bisa bikin aku nurut."

Dendi tertawa. Menertawakan dirinya. Bisa bikin nurut apanya? Bohong pasti. Buktinya dilarang pake baju aneh-aneh, tetep make baju begitu. Ya, walaupun itu cuma buat narik perhatian tapi kan bisa pake cara lain.

"Terus nanti kalo jadi nikah, kamu mau ngerawat Dendi yang sakit-sakitan?" Itu Abe, orangnya nyebelin. Emang suka ngeremehin orang lain dan kalo ngomong ngga pernah diayak. Daridulu sifatnya ngga berubah.

"Mau kok."

Dendi mau terbang rasanya kalo ngga ada atap rumah sakit. Gila! Gila! Emang ngga salah pilih calon istri deh ini mah.

Penantian panjang ngga akan berakhir kekecewaan, kan?

"Sorry-sorry, aku telat dateng, tadi macet banget."

Ruangan Dendi langsung berubah sunyi senyap. Semua mata tertuju pada perempuan yang rela repot membawa sekeranjang buah-buahan di tangannya.

Semua yang di ruangan itu tau siapa perempuan itu, semua pun tau kalau perempuan itu yang meninggalkan Dendi duluan – walaupun mereka semua ngga tau apa alasannya. Yang mereka yakini, Dendi waktu itu ngga dateng ke pernikahan perempuan itu karena sedih dan sakit hati.

Semuanya tau itu Dinda, kecuali Dyvette.

Dendi menahan nafasnya saat melihat hanya Dyvette yang tersenyum. Iya, tunangannya masih bisa senyum karena ngga tau siapa perempuan yang baru dateng itu. Kalo tau itu mantannya juga yakin ngga akan senyum-senyum lagi. Yang ada ngambek dan ngga mau nginep.

Ruangan itu sekarang terasa banget canggungnya. Sampai akhirnya suara Deana semakin menambah kecanggungan yang ada.

"Ka Dinda..."

Dendi bisa melihat Dyvette yang tadinya tersenyum dan melangkah maju ingin mengambil keranjang buah itu langsung memasang wajah datar dan langkahnya pun langsung berhenti.

Jangan bilang Avi tau Dinda mantan gue. Ah, pasti Deana udah cerita-cerita nih, dasar emberrrr!

"Hai, De," Dinda tersenyum. "Kok pada diem?"

Iya lah diem, Dinda dateng tiba-tiba siapa yang ngga kaget. Padahal di grup ngga nongol, ngga ngomong bakal dateng juga.

"Den, kamu makan apa sebelom sakit? Aku nanya temen aku yang dokter, katanya penyumbatan di otak itu karena banyak makan lemak."

"Makan biasa."

Dendi melirik Dyvette yang memilih duduk di sofa berdekatan dengan Deana, namun pandangannya ngga lepas dari Dinda.

Dendi terjebak di antara masa lalu dan masa depan.

Sial!

"Makan biasa kamu itu mie instan sama ciki, kan?"

IYA! Dendi emang suka makanan kaya gitu. Dia jadi inget malam minggu lalu, sebelum jemput Dyvette dia makan mie instan dua bungkus sambil ngemilin tiga bungkus ciki. Mana dia jarang minum.

"Iya."

Dari sudut mata Dendi, terlihat Dyvette udah manyun-manyun karena sebel. Tapi Dendi ngga bisa ngapa-ngapain juga sekarang.

Dendi berani sumpah, dia udah ngga ada perasaan apa-apa sama Dinda. Dia yakin karena sekarang dia biasa aja ngeliat mantannya itu. Ngga sedih atau sakit hati lagi.

"Kamu tuh makan yang bener dong, jangan kaya anak SD."

Semua yang di ruangan itu ngga ada yang berani buka suara. Bahkan, Caesar pun memilih bungkam.

"Ini. Makan. Pepayanya. Kata. Suster. Mas. B. A. B. nya. Ngga. Lancar."

Dendi menerima sepiring papaya yang disediakan rumah sakit beserta garpunya dari Dyvette. Setiap kata yang keluar penuh penekanan dan mata tunangannya terus memandang tajam mantannya.

"I-i-ya."

Dendi tau Caesar dan yang lainnya menahan tawa. Dia merutuki dalam hati. Punya sahabat kok ngga nolong sama sekali sih?

Deringan ponsel Caesar memecah ketegangan yang ada. Ditambah yang melakuakn panggilan video itu adalah Daffin. Saat Caesar menggeser tombol hijau, terpampanglah wajah kesal anak kecil.

"Ayah! Uncle D sulu pulang aja, jangan ke lumah lagi, ayah sama buya jadi pegi-pegi telus, Apin jadi ngga bisa nenen sama Buya."

Dendi udah bisa jalan dengan normal. Dia mengantar Caesar, Deana dan teman-teman lainnya ke pintu kamarnya karena takut diomeli Dyvette. Tapi dia ngga menyangka, waktu dia membalik badannya, apa yang dilihatnya membuatnya ingin menangis.

Bukannya marah atau menatap sinis, Dyvette malah tengah merapikan kasur yang akan Dendi tiduri malam ini.

Tuhan, kenapa baik banget sih Avi ini?

"Avi..."

"Avi tau itu mantan Mas."

Skak mat. Udah Den, siap-siap aja dengerin omelan atau sekaligus tangisan tunangan yang tersakiti ini. Dia berani sumpah kalau bener-bener ngga tau mantannya bakal dateng. Tadi di grup mereka tim lomba mereka yang masih ada sampe detik ini, Dinda ngga muncul sama sekali.

Dendi juga mana ada persiapan mental. Dia yakin banget kalo mantannya itu ngga akan dateng, karena hari ini dan besok masih hari kerja. Males banget ngga sih ke Bandung yang tol-nya aja udah macet buat jenguk dia doang?

Dendi sih males, jujur.

"Kamu marah sama Mas juga ngga apa-apa, tapi Mas berani sumpah ngga tau kalo dia bakal dateng."

Dendi duduk di kasur yang yang baru diganti sprei sama calon istrinya, sedangkan Dyvette lagi sibuk mengganti sarung bantal kepala dan guling untuk dipakai.

Ngga usah ditanya itu sprei darimana, sprei Caesar pastinya. Siapa lagi orang yang kebaikan bawa sprei ganti?

Setelah selesai memasang sprei, Dyvette meletakkan sprei itu di kasurnya Dendi.

Dendi sedikit bergeser untuk memberi ruang saat Dyvette duduk di sebelahnya.

"Avi ngga marah sama Mas, Avi cuma ngga mau Mas ninggalin Avi, jadi Avi mau nunjukkin kalo Avi bisa lebih baik dari dia."

Dendi menelan ludahnya dengan susah payah. Bingung harus bereaksi seperti apa setelah mendengar kata-kata itu keluar. Dia menyesal karena ngga belajar jadi romantis sama sahabatnya.

Sekarang dia tau apa yang dirasakan Deana tiap Caesar ngomong hal-hal yang bikin meleleh. Bener-bener meleleh sampe otak susah buat berpikir.

Eit, kan Dendi ada penyumbatan di otak, jadi dia bingung harus berekasi bukan karena dia bego – tapi karena otaknya kesumbat. Iya, karena itu kok. Kalo Deana mah emang lemot dari sana otaknya. Jadi jangan samain dia dengan si kupret Deana.

Dendi menarik Dyvette dalam pelukannya. Cuma itu yang bisa dia lakukan sekarang. Ngga itu doang deh, dia menambahkan kecupan di kening tunangannya sambil mengusap-usap punggung wanitanya.

"Saya janji ngga akan ninggalin kamu."

Kira-kira janji Dendi bisa dipegang ga?

Dear Dendi...

Dear Dyvette...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro