[7] Pengen Dipeluk Mas Dendi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selamat malam! Ayo sebelom bobo baca Dendi-Dyvette dulu, siapa tau mimpi indah😁😁

Jangan lupa jejaknya💕

Follow instagramku: chocodelette.
Thankyou😘

Anjrit! Bisa luntur iman gue kalo dapet godaan kaya gini terus.

-Dendi-

Dendi berjalan cepat meninggalkan Dyvette dan Jason. Tubuhnya menggigil karena ia baru menceburkan dirinya ke kolam renang hampir jam dua belas malam. Ia sendiri ngga habis pikir dengan jalan pikiran perempuan yang akhir-akhir ini sering mengganggu harinya di kantor.

"Mas Dendi, tunggu."

Dendi menoleh sebentar, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Sedangkan kamar perempuan terletak di lantai bawah.

"Mas, aku mau ngomong."

"Iya." Dendi tetap melanjutkan langkahnya, kali ini lebih cepat. Sampai ia di depan kamarnya, kamarnya terkunci membuatnya menggeram.

"Mas, aku mau ngomong dong."

Lengan Dendi dipegang oleh Dyvette, membuatnya ngga bisa menghindar. Sedangkan hatinya lagi dongkol melihat Jason yang jalannya lama banget karena sambil main handphone.

"Iya, nanti ya." Dendi mencoba memberi pengertian. "Son, buruan dong jalannya."

"Kenapa sih buru-buru amat?" tanya Jason dengan santainya. "Itu Dyvette mau ngomong kali, dengerin dulu."

Dendi benar-benar kesal. Pada ngga tau apa kalau dia gampang sakit. Kalau dia sakit pas lagi jalan-jalan gini kan ngga enak. Udah jauh dari rumah, ngga bisa istirahat dengan tenang. Mana besok dia musti ketemu sama Caesar sama Deana.

"Kunci Son, buru!"

"Mas, aku cuma mau ngomong bentar aja kok."

"Iya, nanti ya." Dendi mengulang pernyataan. "Saya kedinginan banget ini, mau ganti baju."

Jason berjalan sedikit cepat dan memberikan kunci kamarnya.

Saat hendak menutup pintu, Dendi memperhatikan perempuan di hadapannya dari atas sampai bawah beberapa kali dengan tatapan bertanya. Namun sepertinya perempuan itu ngga mengerti arti tatapan yang dilayangkannya, sehingga ia membuka mulutnya lagi.

"Kamu ngapain masih disini?"

"Nungguin Mas ganti baju."

Alis Dendi terangkat. "Saya mau mandi sekalian."

"Iya, aku tungguin juga Mas."

Dendi memutar bola matanya kesal. "Daripada nungguin saya, kamu mending ganti baju atau sekalian mandi."

"Nanti ngobrolnya gimana Mas?"

"Saya samper ke kamar kamu nanti." Ngga kuat menahan dingin di tubuhnya, Dendi langsung menutup pintunya dan bergegas ke kamar mandi. Untungnya, villa yang mereka inapi sekarang memiliki air panas.

"Udah gih sana ganti baju, Dendi loh yang nyuruh." Jason tersenyum pada Dyvette.

Dyvette mengangguk semangat lalu bergegas turun menuju kamarnya dengan hati yang bahagia. Gimana ngga bahagia, lagi asik berenang tiba-tiba disusul orang yang dia suka dan langsung ditarik ke pinggir kolam renang, pake acara diomelin segala.

Kalau diomelin berarti tandanya peduli, kan?

Seisi villa udah pada tidur – kecuali Dendi dan Dyvette yang kini sedang duduk bersebelahan di ruang tamu villa ini. Dendi sedang menyeruput kopi panas yang dibuatkan perempuan yang kini sedang menatapnya. Dia tau sedang ditatap intens, keliatan dari ekor matanya.

"Makasih ya kopinya." Dendi meletakkan cangkir itu di meja yang terletak di depannya.

Dendi mengenakan celana jogger panjang dan kaos putih dilapisi bomber kulit berwarna hitam. Dia tipe orang yang mempersiapkan segalanya dengan baik. Buktinya, karena dia ngga kuat sama udara dingin, untuk nginep tiga hari dua malem aja dia bawa hoodie dua, bomber satu, jaket dua, kaos putih satu, kaos item satu, celana jogger dua, celana jins yang tadi dipake ke kantor satu. Lebih disebut repot sih karena bawa pakaian hangat sebanyak itu.

"Iya, Mas." Senyum di wajah itu merekah.

Dendi baru sadaar bahwa perempuan yang kini menemaninya hanya memakai kaos tipis yang membungkus tubuhnya dengan terlalu pas alias ketat dan celana jins pendek yang hanya menutupi sepertiga pahanya. Untung putih dan mulus.

Dia ngga takut kedingin apa ya?

"Mau ngomong apa?" Dendi berbalik ke arah kiri supaya bisa menghadap Dyvette.

Dendi rasa dia nanya dengan nada yang santai tapi kenapa perempuan di hadapannya malah terlihat gugup? Perasaan ngobrol begini udah sering mereka lakuin deh, walaupun biasanya ngebahas kerjaan sih.

"Mau nanya kerjaan?"

Perempuan itu menggeleng. "Mau nanya sesuatu, tapi Mas janji harus jawab ya?"

Dendi mengangguk santai. "Kalau bisa dijawab, ya saya jawab."

Mata Dendi yang memicing terus memperhatikan gerak-gerik yang dirasanya janggal. Persis di depannya, perempuan itu memilin baju dan menggigit bibir bawahnya. Bikin jadi gemes.

"Avi, kamu jadi mau nanya ngga?"

"Jadi, Mas." Jawaban cepat diterimanya. Tapi pertanyaannya apa belom dilontarkan.

"Mau nanya apa, Avi?" Suara lembut Dendi keluar. Membuat perempuan di hadapannya semakin gugup.

"Dinda itu siapa?"

Dendi mematung mendengar nama itu terlontar. Pertanyaan-pertanyaan bergulir di otaknya. Dia tau darimana tentang Dinda? Kenapa dia tiba-tiba nanyain Dinda? Kenapa dari sekian banyak pembahasan harus itu yang ditanyain? Bukan kuatir perempuan itu bakal cemburu atau apa, tapi dia cukup risih waktu mendengar nama itu disebut. Lebih tepatnya risih karena ada orang baru dalam hidupnya yang dia tau naksir dan tiba-tiba nanya tentang masa lalunya.

"Mas?"

Rahang Dendi mengeras. Ia berusaha meredam emosi di dalam dirinya. "Mantan saya."

"Mas Dendi masih sayang sama mantannya?"

Dendi bergeming. Namun matanya menatap dengan tajam dan dalam.

"Mas kan udah punya pacar, kenapa masih sayang sama mantan?"

Dendi memundurkan kepalanya. Kaget. Tau darimana kalau dia punya pacar? Dia sendiri aja ngga tau kalau dia punya pacar.

"Kamu tau saya punya pacar?"

Perempuan itu menunduk, lalu mengangguk dengan lemah. "Kemaren waktu Mas chatting-an aku ngga sengaja baca."

Mendengar penuturan itu, membuat Dendi bingung. Namun berkat keenceran otaknya dia sadar kemana arah omongan ini. Dalam hati, ia tertawa puas. Jadi kemaren dia tiba-tiba ngomel karena ngira gue punya pacar? Mana mungkin dia pacaran sama sahabatnya sendiri. Ya, kalau sahabatnya cewek sih mungkin. Tapi ini Caesar! Bisa diamuk sama Si Cranky Deana.

"Oh."

Perempuan itu kembali mendongakkan kepalanya. "Itu kan alesan Mas nolak aku sabtu lalu?"

Dendi ngga menjawab apa pun, karena bukan itu alasannya. Alasan dia nolak ya karena hatinya masih ada isinya, belum kosong. Ia melihat jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir pagi.

"Udah jam satu, tidur yuk!"

"Tidur bareng?"

"Iya." Dendi menenggak kopinya yang udah ngga panas.

"Ayo, Mas."

Dendi berdiri, diikuti teman mengobrolnya malam ini. Berjalan ke arah kamar perempuan, sambil membuka resleting bombernya dan membukanya. Sehingga menyisakan kaos putih yang melapisi dada bidangnya.

Tentu pemandangan itu ngga lepas dari pandangan perempuan yang sudah mengaguminya dari lama. Dan mata Dyvette sangat berbinar.

Berhenti di depan pintu kamar perempuan. Dendi menyampirkan bomber kulitnya pada bahy Dyvette. "Takut kamu kedinginan." Lalu ia membalikkan badannya hendak menuju arah tangga.

"Mas Dendi."

Dendi membalikkan tubuhnya. "Kenapa?"

"Ngga jadi tidur bareng?" pertanyaan itu keluar dengan nada polos.

"Jadi. Kamu tidur di kamar kamu, saya tidur di kamar saya. Bareng kan tidurnya?"

Dyvette mengangguk, namun mendesah kecewa. Padahal kalau tidur di satu kamar pun ngga kenapa-napa menurutnya. Tadi dia udah mikir bakal sehangat dan senyaman apa tidur dipelukan Dendi. Dan sialnya, pikiran kaya gitu harus dihempas jauh-jauh.

"Kamu ngga mikir kita bakal tidur bareng satu ranjang kan?"

Dyvette mengangguk. "Tadi aku mikir gitu."

Mata Dendi sukses melotot. Ngga mengerti kenapa cewek jaman sekarang lebih mesum dibanding dia sang kolektor video. Menelan ludah dengan susah payah, ia kembali berjalan mendekat ke arah Dyvette. Lalu mengusap puncak kepala perempuan itu.

"Buang pikiran kaya gitu. Atau kalau ngga, jangan dibilangin ke cowok hal-hal yang kaya gitu."

"Emang kenapa, Mas? Kan aku beneran kepengen tidur sama Mas, pengen ngerasain dipeluk sama Mas."

Tenggorokan Dendi terasa kering. Sangat kering setelah mendengar perkataan itu. Emang sih suasananya mendukung banget buat tidur bareng sambil peluk-pelukan, tengah malem, dingin, tinggal mereka yang bangun. Tapi kan ngga pas lagi jalan-jalan kantor begini.

Entah dorongan darimana, Dendi menarik Dyvette ke dalam pelukannya.

"Laki-laki bisa lebih buas dari sekedar pelukan."

HUAAA, MEREKA MAU NGAPAIN ABIS PELUKAN?

Dear Dendi...

Dear Dyvette...

26/05/2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro