Prologue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nah, Keisuke."

"Apa?"

"Alismu, menyeramkan." 

Tidak ada jawaban, pria berambut panjang sang lawan bicara itu hanya tersenyum duduk berdua dengan wanitanya. Hujan deras di tengah malam yang gelap gulita rupanya tidak menghambat keinginan komunikasi keduanya. 

"Lihat aku," pinta [Name] dengan suara paraunya yang hampir tidak terdengar oleh hujan. 

Kedua pipi Baji ditangkup oleh tangan lentiknya yang memutih karena kedinginan. Memaksa mata mereka beradu dengan buliran air mengalir, yang entah tangisan atau air hujan. 

"Maaf Keisuke," lirihnya pelan.
"Kukira kau mencintaiku," gumam Baji akhirnya bersuara. 

Gemuruh yang bersahutan dan hujan yang tidak kunjung mereda benar-benar menjadi latar belakang yang tidak pas untuk mereka. Rasanya terlampau karatan mereka berdua karena air hujan, membiarkan hati lapuk dan terurai. 

"Aku mohon. Lupakan aku, Keisuke," [Name] meremas kalung di lehernya. "Aku lelah. Kau tahu itu. Sekali saja jangan bersifat egois padaku, sekali saja turuti keinginanku, sekali saja lawan egomu itu." 

[Name] melirik sesaat pada Baji, lalu matanya kembali melihat lurus membentang lingkungan hitam, karena lampu jalanan yang dimatikan. 

"Jadi, kau tidak mencintaiku, ya?" 

"Omong kosong apa itu, Keisuke? Jika aku tidak mencintaimu, tidak akan aku bertahan sejauh ini denganmu." 

Ucapan [Name] bagaikan sengatan listrik di hati Baji seketika. Baji tersadar. Dia sudah terlalu jauh menenggelamkan [Name] di permainan hidupnya. Menghitamkan segala warna yang wanita itu alami saat bersamanya, menghapus kebebasan yang tuhan berikan hanya karena Baji bersamanya. 

"Jika kau mencintaiku, tidak mungkin kau meninggalkanku," ujar Baji. Ditekan nadanya seolah terdengar menuntut apa yang sudah keduanya lewati. 

Sudah berlalu setengah jam, tapi Baji terus saja mengatakan hal yang sama, membuat [Name] kesal dibuatnya. Jika ditanya, sungguh demi apa saja dia mencintai Baji. 

"Kau kejam, Baji." 

Bangkit dari duduk di kursi taman, Baji memasukan tangannya ke dalam saku celana. Berdiri tegap merasakan aliran air yang mengalir di seluruh tubuhnya. Hati Baji sekarang benar-benar dibuat naik turun, antara mengamuk atau melepaskannya saja. 

"Terserah. Mulai sekarang aku tidak perduli denganmu." 

Jujur bukan itu yang ingin Baji katakan saat kakinya melangkah menjauhi [Name] yang masih duduk di bangku taman. Rasanya saat itu dia benar-benar ingin mengajak [Name] menempuh kehidupan baru bersama, hanya saja hatinya seketika menciut. Nyali untuk berucap menghilang saat teringat yang diminta sang wanita adalah melupakannya. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro