¤Dua Permata 1¤

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


¤Selamat Membaca¤
----------

Negeri yang penuh dengan manusia. Negeri yang terkenal dengan pohon-pohon besar di sepanjang jalan, hutan-hutan lebat, penghasil kayu paling makmur. Negeri Lignum.

Pada salah satu rumah di dekat pantai. Rumah yang sangat asri, bertingkat dua dengan cat putih dan emas. Penuh kehangatan terpancar dari sepasang suami istri dan putri tunggalnya yang sedang makan bersama.

"Ayah, ikan itu milikku!" Illina protes, saat melihat sang ayah mengambil ikan goreng yang tinggal satu.

"Kamu sudah makan dua, Illina. Nanti gendut." Sang Ayah tak mau kalah.

"Aku rajin olah raga, tidak akan gendut." Illina membalas dengan penuh makanan di mulutnya.

"Illina, telan dulu makananmu. Besok masih bisa makan ikan lagi, jangan bertengkar di meja makan," tegur sang ibu.

"Kita tidak bertengkar, hanya berdebat. Iya, kan, Illina?"

"Sudah, cukup. Jangan bicara lagi. Makan dengan tenang." Final. Jika si nyonya pemilik rumah sudah berkata begitu, maka tidak ada yang berani membantah.

Makan malam berlanjut dengan tenang. Ditutup dengan membereskan meja makan bersama dan mencuci piring. Illina yang masih kesal perkara ikan goreng, mengkibaskan jarinya yang basah ke arah ayahnya.

"Illina, kamu nakal, ya!" Ayahnya mengambil langkah, bersiap membalas. Illina segera menghindar, mereka berlarian di dalam rumah sambil tertawa. Sang ibu hanya memperhatikan dengan tersenyum lebar.

Malam yang hangat. Berakhir dengan elusan lembut di kepala Illina. Mata Illina yang sipit bersinar, mengeluarkan aura menenangkan. Bersiap mendengarkan petuah yang selalu diucapkan sang ayah hampir setiap malam.

"Illina, kamu perempuan yang cantik, cerdas, dan penuh wibawa. Kelak, apa pun yang terjadi kamu harus teguh di jalan kebenaran. Memperjuangkan dan mempertahankan hak mereka yang tidak mengerti tentang kehidupan ini."

Entah apa maksudnya, Illina belum mengerti saat itu. Suatu saat, dia akan mengerti semuanya. Tidak lama lagi.

-----


Malam yang tenang. Cahaya bulan bersinar bersama gemerlap bintang di cakrawala. Debur ombak terdengar jelas dari dalam kamar Illina. Dia terjaga, duduk di dekat jendela kamarnya, menatap lautan.

Usianya baru 21 tahun. Namun orang tuanya meminta Illina cukup di rumah, membantu ibunya menjual dan merawat bunga-bunga. Dia iri pada teman-temannya yang bebas di luar sana. Melanjutkan pendidikan ke kota lain, berkelana ke negeri asing.

Illina sadar, dia berbeda. Meski tumbuh di dunia manusia. Berteman dengan mereka. Melakukan segala aktivitas layaknya manusia biasa.

Sejak kecil, ibu dan ayahnya telah mendidik Illina dengan baik. Memberitahu siapa sebenernya dia. Mengapa dia bisa sampai di dunia manusia. Serta kemungkinan takdir yang akan dia terima.

Sebab itu, Illina tidak bisa marah ketika orang tuanya hanya menyekolahkan dia sampai SMA. Lalu memintanya di rumah. Memperdalam jati diri Illina yang sebenarnya.

Belakangan, selain petuah setiap malam itu. Ayahnya juga meminta Illina lebih sering melatih kekuatannya. Semua bermula dari 6 bulan yang lalu. Ketika pertama kalinya datang sebuah kotak misterius di depan pintu rumah.

Kotak berwarna ungu. Lambang kupu-kupu dengan warna senja di bagian tutupnya. Isinya berupa kertas putih berbentuk kupu-kupu. Saat dibuka, kata demi kata terukir membentuk nama Illina.

Sesaat kemudian, kertas itu memudar. Cahaya senja keluar seiring kertas itu lenyap. Berganti sebuah gelang merah tua yang terpasang di pergelangan tangan kiri Illina. Ayah dan ibunya terkejut. Namun, mereka hanya diam tanpa memberi petunjuk.

Selepasnya, kejadian-kejadian janggal bermunculan. Termasuk cahaya senja dari tengah lautan yang selalu hadir saat malam tiba. Mengundang Illina untuk melihat dari jendela kamarnya.

Satu minggu belakangan, cahaya itu terasa mendekat. Hampir sampai di ujung tepi pantai. Anehnya gelang merah di tangan Illina ikut bersinar. Seolah berhubungan, saling menarik.

Cahaya senja di tengah lautan itu muncul lagi malam ini. Jauh lebih dekat dengan tepi pantai daripada malam kemarin.

Ketika sedang fokus melihatnya. Tiba-tiba daun telinga sedikit runcing yang selalu bersembunyi dibalik rambut Illina berkedut. Diikuti indra penciumannya menghirup aroma petrikor. Illina seketika berdiri dari duduknya. Mata sipitnya membulat, menelisik sekitar.

Binar senja di lautan kembali mengalihkan fokusnya. Cahaya itu semakin mendekat, mengeluarkan warna lebih indah dari dalam lautan. Ketika sampai di tepi, seperti ada yang mau keluar.

Perlahan, sebuah batu kecil muncul ke permukaan. Berwarna jingga keunguan. Beberapa detik setelahnya, batu itu memancarkan sinar yang menyilaukan mata.

Sinar itu seolah mencari sesuatu. Setelah mendapatkan apa yang dicari, sinar itu membentuk garis lurus ke objek yang ditujunya.

Anehnya, garis lurus itu mengarah ke Illina. Batu itu pun melayang mendekati Illina. Menembus kaca jendela kamar. Batu itu berbentuk bulat sempurna dengan lukisan kupu-kupu di setiap sisinya.

Saat Illina mau memegangnya, batu kecil itu terbelah dua. Satunya berubah warna menjadi merah tua, seperti gelang di tangannya. Dua batu itu berputar, lalu menuju pergelangan tangan Illina. Merasuk ke dalamnya. Merubah warna gelang dari merah tua menjadi pelangi.

Illina berdebar, kebingungan. "Ada apa ini?"

-----

Siapa sebenarnya Illina? Hmmm.
Nantikan kisah Illina setiap hari Sabtu. 🥰

Salam dari penulis,
Tria Liya_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro