¤Dua Permata 4¤

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

_Selamat Membaca_
🦋🦋🦋

Kebun pelangi di samping rumah Illina terlihat berbeda pagi ini. Kabut tidak mau menghilang meski matahari hampir di atas kepala.

Membuat Arwa terpaksa menutup toko bunga yang dilapisi dinding kaca itu. Membiarkan tirai tetap pada tempatnya, menghalangi pandangan orang-orang dari luar. Menyisakan cahaya matahari dari atap yang terbuka.

Illina beserta ibu dan ayahnya bersembunyi di sana. Kekhawatiran terlihat jelas pada wajah ayah Illina. Dia tahu betul, tentang dua batu yang diceritakan Illina dan keanehan di rumahnya.

Jika ini terjadi di tempat yang seharusnya, dia tidak akan khawatir. Namun, ini berbeda. Illina tidak boleh ada di negara ini terlalu lama dengan takdir yang diterimanya. Tapi juga tidak mungkin kembali ke tempat asalnya begitu saja.

"Arwa, malam ini aku akan bertemu dengan seseorang. Mungkin besok sore baru kembali. Jangan beritahu Illina. Jaga dan temani dia melatih kekuatannya," ucap Badir pelan. Arwa hanya mengangguk.

Badir dan Arwa sedang melihat Illina berlatih, menjadikan bunga-bunga Arwa sebagai objeknya. Sesekali memberi arahan.

Pagi ini, saat bangun tidur. Illina langsung menceritakan kejadian semalam pada kedua orang tuanya. Badir dan Arwa tidak terkejut, mereka sudah menebaknya sejak mendapatkan kotak misterius di depan pintu rumahnya.

Mereka tidak memberi komentar apa pun. Melainkan langsung menyuruh Illina berlatih di Kebun Pelangi. Kekuatan yang dihasilkan Illina membuat kabut tidak menghilang.

"Illina, lakukan dengan lembut saat mengayunkan tanganmu," tegur Arwa. Ah, Arwa sangat menyayangi bunga-bunganya. Tapi lihatlah, sebagian mawar merah yang cantik itu sudah diubah Illina jadi mawar hitam dan langsung berguguran.

"Illina, perhatikan tenaga yang kamu keluarkan. Saat di hadapan makhluk hidup yang lemah, lakukan selembut mungkin." Badir memberi nasihat. "Lihat, muka ibumu sudah cemberut gara-gara kamu merusak kebunnya."

"Ayah, aku sudah berusaha dengan baik. Biasanya juga berhasil. Kalian juga tidak mau menjelaskan apa pun. Setidaknya beri aku petunjuk. Siapa tahu dengan itu aku bisa mengendalikannya," protes Illina.

"Sudah, cepat coba lagi."

Illina kembali mengayunkan tangannya ke depan dengan pelan. Telapak tangannya menghadap ke atas. Di kepalanya berusaha fokus memikirkan apa yang diinginkannya.

stttt!

Cahaya merah keunguan keluar dari tangan Illina. Warnanya lebih lembut. Suara yang dikeluarkan juga lebih rendah dan ringan.

Illina terus berkonsentrasi dengan perasaan sedikit senang. Dia merasa akan berhasil. Di kepalanya tergambar bunga putih itu lepas dari tangkainya dan berubah jadi kupu-kupu. Tiba-tiba—

CTAR!

Bunga lili tidak bersalah itu layu seketika. Illina terperangah. Badir mengamati dengan serius. Bagaimana bisa cahaya yang lembut bahkan hampir pudar itu tiba-tiba menjadi besar saat menyentuh objek?

Sedangkan Arwa menatap miris pada sekumpulan bunga lilinya yang hancur. "Oh, bungaku...,"

Illina menghela napas lelah. Saat melirik ke kiri, matanya bertemu dengan bunga peony yang baru saja mekar kemarin. Dia tersenyum, membayangkan bunga cantik itu mengahmpirinya.

Illina mencoba kembali. Kali ini ayunan tangannya lebih luwes, terlihat lepas tanpa paksaan.

bssstt.

Bunga itu terlepas dari tangkainya, melayang. Binar mata Illina sangat cerah, merasa usahanya tidak sia-sia. Namun, saat bibir itu tersenyum lebih lebar...

tuk!

Bunga peony itu jatuh ke tanah.

Ah, sepertinya Illina tahu apa yang harus dilakukannya.

Latihan terus berlanjut hingga sore. Diselingi jeda untuk makan siang. Hasil latihan hari ini cukup memuaskan. Meski hampir 90% Kebun Pelangi milik Arwa hancur.



"Arwa, aku pergi dulu. Jaga dirimu dan Illina." Badir sudah siap dengan jubah merahnya. Terlihat menawan dengan postur tubuhnya yang tinggi.

"Ya, pergilah. Hati-hati." Arwa menyerahkan bola permata kecil berwarna merah. Permata itulah yang akan membawa Badir bisa masuk ke sana.

"Semoga semua baik-baik saja," lanjut Arwa.

"Jangan cemas. Semua akan berjalan dengan seharusnya." Badir mengusap kepala Arwa dan tersenyum, mencoba menenangkan.

"Aku hanya akan bertemu dengan dia. Itu pun di hutan. Katanya, hari ini di sana ada pertemuan besar."

"Apakah membahas tentang itu?"

"Iya. Tidak perlu cemas berlebihan terhadap Illina. Katanya, keputusan pertemuan hari ini yang seharusnya dipikirkan." Mata Arwa meredup dan mengenggam jari jemari Badir lebih kuat.

"Percayalah, semua akan baik-baik saja." Badir membawa Arwa ke pelukannya. Memberi ketenangan di hati mereka, saling menguatkan.

"Baiklah. Sana, cepat pergi supaya lebih cepat pulang."

Setelahnya Badir menuju balkon di kamarnya. Menatap lautan dengan saksama, memejamkan mata, dan menggenggam permata merah.

"Aku datang," gumamnya pelan. Lalu menghilang.





Gimana, sudah bisa menebak siapa Illina?
Lalu, kira-kira Badir mau bertemu dengan siapa, ya?

Sampai bertemu lagi Sabtu depan.

Salam hangat,
Tria Liya_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro