¤Dua Permata 6¤

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

-Selamat Membaca‐
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Arwa yang tengah memasak di dapur samar-samar mencium aroma bunga lily dari halaman belakang rumahnya. Dia berusaha mengabaikannya dan melanjutkan kegiatannya.

Arwa bukan tidak tahu aroma itu milik siapa. Hanya saja dia tidak ingin berpikir macam-macam. Apalagi tidak ada suaminya di rumah.

Namun, semakin dia biarkan, aroma itu juga semakin kuat. Arwa pun memutuskan untuk menutup semua pintu dan jendela di rumahnya. Juga memanggil Illina yang masih ada di kebun bunga.

"Ibu, ada apa? Kenapa menutup semua pintu?" Illina menatap punggung ibunya yang berjalan di depannya.

"Bantu Ibu memasak saja. Latihannya besok lagi." Dahi Illina berkerut. Bingung dengan jawaban ibunya yang jauh dari pertanyaannya.

"Kalau begitu, aku mau mandi dulu baru membantu Ibu memasak." Illina berhenti di dekat tangga, tidak lagi mengikuti ibunya yang menuju dapur.

"Iya, mandi saja dulu." Arwa menjawab tanpa menoleh ke belakang.

Illina pun semakin heran dengan tingkah ibunya. Dia berusaha bersikap masa bodoh. Memilih menuju kamarnya di lantai 2 dan mandi.

▪︎▪︎▪︎

"Bu, aku ingin melihat sunset," rengek Illina sambil mengupas buah jeruk.

"Kamu sudah melihatnya setiap hari, Illina." Arwa masih berkutat dengan wajan. Dia membuat tumis kangkung kesukaan Badir.

Bibir Illina tambah maju ke depan. Dia sangat tidak rela jika harus melewatkan matahari terbenam satu hari saja.

Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Perintah ibunya kali ini mutlak, tidak bisa dibantah.

"Bu, aku akan melihat dari jendela saja. Boleh, kan?" tanya Illina dengan mata berbinar. Ide itu baru saja muncul di benaknya.

Arwa yang mendengar itu menghela napasnya. Dia mematikan kompor, lalu berbalik melihat Illina yang makan jeruk di meja makan.

"Jangan dulu, ya, Sayang. Ibu mohon," kata Arwa dengan lembut. Dia menghampiri Illina. Kemudian mengusap rambut panjang berwarna hitam keunguan milik Illina.

"Besok masih bisa lihat sunset. Hari ini libur dulu, ya." Illina masih menekuk wajahnya. Dia kebingungan beberapa hari ini. Tapi kedua orang tuanya hanya terus memintanya untuk bersabar.

"Bagaimana kalau setelah makan malam kita menari bersama?" bujuk Arwa.

"Boleh! Tapi harus yang lama. Berhentinya kalau ayah sudah sampai rumah," jawab Illina dengan semangat. Bibir tipis itu melengkung dengan indah. Suasana hatinya berubah drastis.

Selain suka melihat matahari terbenam dan hujan. Illina memang sangat suka menari.

Baginya, menari seperti melepaskan sebagian masalah hidupnya. Perasaannya yang buruk, bisa membaik begitu saja setelah menari.

Menari tak tentu arah, sesuka kaki dan tangannya melenggok ke mana saja mengikuti alunan musik. Illina selalu menemukan kebebasan dalam setiap gerakannya.

"Boleh. Kalau begitu, kita makan sekarang saja. Biar bisa menari lebih awal." Arwa ikut tersenyum melihat putri semata wayangnya kembali ceria.

"Ayo! Sini, aku bantu siapkan makanannya." Illina langsung berdiri, membiarkan jeruk sisa setengah tergeletak di meja makan. Arwa menggelengkan kepalanya menyaksikan tingkah putrinya itu.

▪︎▪︎▪︎

Ruang keluarga berubah jadi kosong. Tempat duduk dan meja menghilang, menyisakan hiasan bunga mawar plastik di sudut ruangan.

Alunan musik balet terdengar sangat merdu. Illina menari dengan gembira. Langkah kakinya sudah persis seperti penari balet sungguhan. Tangannya lentur, memainkan gerakan yang luwes.

Sedangkan Arwa sudah duduk bersandar di pot bunga mawar, mengatur napasnya. Dia sudah kelelahan, tapi Illina seperti punya energi ganda.

Saat sedang memejamkan mata, Arwa merasakan kehadiran seseorang di rumahnya. Arwa sudah sangat kenal dengan suasana ini. Badir sudah tiba di rumah.

Langkah kaki terdengar di undakan tangga beberapa saat kemudian. Arwa berdiri dari duduknya. Illina yang fokus menari itu tak menyadari kehadiran ayahnya.

"Illina," panggil Badir setelah tiba di ruang keluarga.

Illina menghentikan tariannya mendengar suara berat yang tidak asing di telinganya. Dia langsung berlari memeluk ayahnya.

"Ayah!" Badir tertawa. Dia melambaikan tangan ke istrinya. Mereka pun berpelukan bersama.

▪︎▪︎▪︎

"Jadi, ayah menemui Raja Eren Oilie?" tanya Illina sambil makan buah jeruk. Dia dan ibunya sedang menemani ayahnya makan.

"Iya." Badir makan dengan lahap. Persis seperti orang belum makan seminggu.

"Apakah sama seperti prediksi kita?" Arwa menyela percakapan antara ayah dan anak itu. Tangannya tak tinggal diam, sibuk mengambil jeruk yang sudah dikupas Illina.

"Hampir. Lebih rumit dari yang kita bayangkan." Illina sebal, lagi-lagi percakapan ambigu.

"Ayah, kapan memberiku penjelasan?" Illina merajuk, wajahnya masam sekali.

"Setelah Ayah makan, ya, tunggu." Badir sangat menikmati makanannya. Illina larut dalam kebingungannya. Hanya Arwa yang mencium aroma bunga lily.

"Badir, apa kamu tidak mencium sesuatu?" tanya Arwa setelah Badir menyelesaikan makannya.

Badir memandang Arwa dengan alis terangkat satu. Perlahan indra penciumannya mulai berfungsi dengan baik.

Begitu pula Illina, dia berdiri di dekat tong sampah. Tidak jadi membuang kulit jeruk, malah ikut mengendus.

Setelah menyadari sesuatu, detak jantung Badir berpacu cukup cepat. Raut wajahnya sedikit menegang.

"Aku mencium aroma bunga lily. Sepertinya dari halaman belakang," ujar Illina dengan polos.

"Apa ada sesuatu?" Bertambah satu lagi pertanyaan di hati Illina. Membutuhkan jawaban sesegera mungkin untuk memutus ketidaktahuannya.

Badir terdiam, berpikir sejenak. "Ayo, kita pergi ke halaman belakang."

Badir berdiri lebih dulu. Diikuti Illina yang sudah hampir mati penasaran dengan semua keanehan di hidupnya. Lalu ada Arwa yang berjalan paling belakang.

▪︎▪︎▪︎

Halaman belakang rumah Badir.

Cahaya portal antar dimensi mengambang di samping bunga Mawar kesukaan Illina. Makin lama, portal itu membesar. Mengeluarkan dua warna pekat dari kejauhan. Warna merah dan ungu bersanding, kian mendekat.

Splas!

Badir, Arwa, dan Illina menutup mata saat cahaya sangat terang keluar dari portal itu.  Semua terjadi begitu cepat.

Cahaya itu menghilang dengan portalnya. Meninggalkan dua perempuan dengan aura magis.

Keduanya menundukkan kepala. Tubuhnya dari rambut hingga kaki tertutup dengan jubah. Satunya berwarna merah, satu lagi berwarna ungu.

Badir dan Arwa langsung mengetahui siapa tamu mereka malam ini. Badir tidak menyangka prediksinya dengan Raja Eren terjadi sangat cepat.

Berbeda dengan Illina. Dia terdiam melihat dua perempuan itu. Illina merasakan sesuatu di hatinya yang tidak bisa dijelaskan. Namun, kini Illina mengetahui satu hal.

Mereka adalah orang yang pernah memiliki dua batu yang saat ini ada di pergelangan tangan Illina.

▪︎
▪︎
▪︎

Hai, apa kabar kalian? Semoga selalu baik dan diberi kebahagiaan.

Saya mau mengucapkan terima kasih untuk Agustus yang ke 23. Terima kasih sudah melahirkan saya menjadi manusia baru untuk setiap tahunnya. Semoga bisa bertemu lagi tahun depan dengan kondisi yang lebih indah!

Selamat untuk seluruh pembaca yang juga merayakan Agustus. ❤️

Salam hangat, penulis.
Sampai jumpa Sabtu depan! 🌼

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro