🥀Pasrah🥀

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Sekilas aku terlihat seperti tersenyum di matamu tetapi hatiku menangis pilu melihatmu bersamanya~

****
Pilihan Zahra by Galuch Fema

Happy reading dan jangan lupa vote

Suara derap langkah sepatu yang beradu dengan lantai terdengar mendekat ke arah perempuan yang masih membeku dan membisu.

Hati laki-laki yang datang terasa sangat sakit melihat pemandangan yang terpampang jelas di kedua matanya. Ini merupakan pengkhianatan yang sangat besar.

Reza melewati begitu saja Zahra yang tengah berdiri sambil mencuri pandang ke arah laki-laki yang menyudahi sarapan paginya.

Dengan usapan lembut, Reza memegang dagu makhluk kecil yang sedang tersenyum.

"Om, bawa Tante Zahra dulu ya ke Klinik. Di sana banyak anak kecil yang lagi sakit," seloroh Reza memberi pengertian kepada Annisa.

Diluar dugaan anggukan kecil dari Annisa membuat Zahra tercengang. Segampang itu ucapan Reza meluluhkan hati Annisa yang notabene sedari subuh ia kewalahan saat menjelaskan untuk pergi berangkat kerja.

"Ayok, berangkat keburu telat," ucap Reza tanpa menatap Zahra atau laki-laki yang tengah duduk di sofa.

Baru juga merapikan barang-barang untuk dimasukkan ke tas tiba-tiba kembali lagi terdengar langkah sepatu dengan cepat memasuki ruangan ini.

Zahra terpana ketika melihat seorang perempuan tengah menempelkan pipinya di pipi Rayhan sambil berucap dengan manja.

"Mas Rayhan?"

Dengan kedua mata Zahra sendiri menangkap tak ada penolakan sama sekali dari Rayhan saat perempuan yang baru datang itu setengah memeluk Rayhan.

"Ante Ica!" panggil Annisa kepada perempuan itu. Keduanya sekarang sedang berpelukan, bahkan tanpa ragu Annisa minta digendong.

Zahra buru-buru memasukkan ponsel ke tasnya setelah adegan barusan, sebisa mungkin ia tidak akan menitikkan air matanya di sini. Ia melangkah cepat mengejar langkah Reza yang sudah jauh di depan.

Rayhan hanya menatap membisu melihat kepergian Zahra begitu saja bersama Reza.

"Itu yang namanya Zahra?"

Rayhan mengangguk sambil menatap bayangan yang sudah pergi.

"Siska tidak suka dengannya," tukasnya dengan kesal.

"Jaga ucapan kamu!" seloroh Rayhan dengan sangat kesal. Bagiamana tidak perempuan ini malah membuat runyam isi otak di kepalanya.


🌷🌷🌷🌷

Suasana mobil sangat kaku dan hening. Dua orang di dalamnya sibuk meredam rasa di hatinya masing-masing. Sebenarnya perasaan mereka sama-sama kecewa. Zahra kecewa dengan perempuan yang dekat dengan Rayhan dan Reza kecewa karena Zahra bersama Rayhan. Sebuah hubungan yang sangat rumit.

"Siapa perempuan itu? Kenapa dengan Rayhan sangat dekat? Lantas Annisa juga sangat mengenalnya?"

"Zahra?" panggil Reza dengan suara lirih, ia benci situasi seperti ini.

Sayangnya Zahra masih asyik dengan lamunannya sehingga tak mendengarkan panggilan dari Reza.

"ZAHRA."

Perempuan yang mendekap sebuah tas buru-buru menatap wajah di samping dengan raut muka yang sangat gugup.

"I-iya ada apa?"

"Sepertinya setelah pertemuan kamu dengan Rayhan masih saja kamu memikirkan dia?" sindir Reza sehingga Zahra menatap kembali wajah di samping sambil menahan perubahan di wajahnya.

"Tidak, kok," kilah Zahra sambil mengibaskan tangannya agar Reza percaya padanya.

"Tanpa menjelaskan aku sudah paham isi hati kamu, Ra," tukas Reza sambil fokus menyetir dan meredam rasa gemuruh di dalam dada.

"Maksud Mas Reza?" tanya Zahra semakin panik.

"Pikirkan semuanya baik-baik sebelum kita melangkah ke jenjang yang lebih serius. Jangan sampai kita menyesal jika kita sudah berada di titik itu tetapi pikiran kita masih fokus dengan masa lalu."

Ucapan Reza membuat Zahra syok setengah mati. Bagaimana mungkin tunangannya bisa membaca pikirannya.

"Ingat waktu kita tidak banyak lagi. Dua bulan adalah waktu yang sangat cepat. Jika kamu masih memikirkan Rayhan, kita kembali diskusi tentang tujuan kita hidup bersama. Apakah masih bisa dilanjut atau berhenti saat ini juga."

Zahra terdiam, ia mengakui jika dirinya saat ini masih ragu kemana harus berpihak. Memilih laki-laki ini atau keponakannya yang tak lain menjadi istri Rayhan.

Mobil sudah berhenti di depan Klinik tetapi perempuan itu mengurungkan untuk turun. Masih harus ada penjelasan agar Reza tidak salah paham tetapi bibir terasa amat kelu untuk menyampaikan karena antara bibir dan hati berjalan tak selaras.

" Cepat turun keburu terlambat!" perintah Reza sambil terus menatap depan.

Dengan gerakan pelan, Zahra membuka pintu mobil sambil berucap sangat lirih, "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."


🌷🌷🌷🌷


Hafidz sangat terkejut mendapati seseorang sedang duduk termenung di atas tumpukan material. Biasanya orang tersebut, sepagi ini sudah sibuk mengerjakan tugas di kantor kecil di belakang proyek.

"Malam Pak Reza. Ada masalah apa Pak? Tumben lagi-lagi ini sudah mengecek lapangan."

"Tidak ada apa-apa. Lagi tidak betah saja di ruangan dan pengin menyendiri dulu."

"Nah kan bisa telepon atau Videocall sama tunangan Bapak."

Reza cuma tersenyum. Perkatan Hafidz barusan  malah membuat hatinya semakin sakit. Hafidz ikut duduk di samping atasan sekaligus sahabatnya.

"Biasanya kalau orang sudah tunangan dari raut mukanya terlihat bahagia, kenapa Bapak tidak"? tanya Hafidz kepada Reza.

Hafidz memang teman dekat Reza jadi kalau mau menanyakan hal pribadi tidak ada masalah bagi Reza. Apalagi Hafidz adalah teman perantauan selama di Jakarta dan ia  ikut bertanggung jawab dalam proyek ini. Kemarin pas acara lamaran, Hafidz pun ikut menghadiri di rumah Zahra.

"Fiz, boleh tidak kalau kita membatalkan pertunangan atau lamaran dan tidak melanjutkan lagi ke jenjang pernikahan?" tanya Reza dengan tiba-tiba.

Sontak Hafidz merasa terkejut. Sekarang Ia paham kenapa temannya seperti terlihat diam.

"Sebenarnya tidak ada masalah kalau kita membatalkan pertunangan. Karena sebenarnya pertunangan tidak memiliki dasar khusus, maka tidak boleh seseorang menjadikan pertunangan sebagai sebuah ikatan. Ikatan itu hanya berlaku untuk akad pernikahan dan hukumnya baku tidak dapat dirubah. Pertunangan tidak mengikat bila salah seseorang diantara keduanya tiba-tiba ada sesuatu hal yang menyebabkan untuk tidak melanjutkan lagi maka hal tersebut dibolehkan untuk membatalkannya. Artinya di awal pertunangan tersebut memang harus disepakati bahwa pertunangan hanyalah sebatas rencana, bukan sebuah perjanjian yang mengikat. Bila rencana itu dahulu dibicarakan antara orangtua maka saat membatalkan juga melibatkan orangtua."

Reza mendengarkan dan memahami semua yang dikatakan Hafidz.

"Emang siapa yang ingin membatalkan pertunangan?" tanya Hafidz penasaran.

"Aku," jawab Reza lirih tapi cukup didengar oleh Hafidz.

Hafidz terkejut. Ia mengamati wajah sedih yang tercetak jelas pada wajah Reza.

"Kenapa, Za? Baru satu Minggu lebih kita ke rumah Zahra masa kamu tiba-tiba membatalkannya?"

"Ada sesuatu hal yang sangat pribadi," kata Reza sambil menghembuskan napas panjang seperti ingin membuang segala beban pikiran yang menghinggapinya.

"Kalau memang tidak mau cerita ke aku, tidak apa-apa. Tapi jika dirasa kamu perlu berbagi silakan saja, biar kamu lebih lega dan tidak memendam sendiri semua masalah kamu. Kita berteman cukup lama. Suka duka perantauan pernah kita jalani bersama."

"Aku sudah hadir di antara Zahra dengan seseorang."

"Maksud kamu Zahra sudah memiliki pacar?" tanya Hafidz tidak percaya.

"Sebenarnya bukan pacar karena memang mereka tidak pacaran. Namun laki-laki itu sudah dulu mengutarakan lamaran sebelum aku datang."

"Hah? Masa? Berati kamu mengkhitbah seseorang yang sudah dikhitbah?"

"Zahra belum menjawab lamaran laki-laki itu."

" Kenapa sekarang kamu yang mundur?"

"Sepertinya hati Zahra untuk laki-laki itu bukan untuk aku."

"Terus kamu mau mengakhiri semuanya?"

"Sepertinya iya." Suara Reza terdengar sangat berat walaupun hatinya berkata tidak.

Hafidz menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya.

"Sholat istikharah dulu sebelum mengambil keputusan!"

"Insyaallah. Terimakasih, sudah mau mendengarkan semua masalah ku."

"Sama-sama Za. Semua keputusan tetap ada di tangan kamu."


🌷🌷🌷🌷

Reza sengaja datang ke klinik lebih awal, tujuannya yaitu satu mengakhiri hubungannya dengan Zahra. Setelah salat istikharah, ia langsung mendapatkan jawabannya. Jika memang ia belum dapat memiliki Zahra setidaknya ia bisa membuat Zahra bahagia walaupun tanpanya.

Samar-samar, Reza melihat Zahra tengah berjalan ke arah mobilnya. Jantung Reza berdegup sangat kencang, jika hari ini ia sudah mengutarakan keinginannya maka secepatnya akan menemui orang tua Zahra untuk berbicara baik-baik.

"Mas tumben datang cepet?" tanya Zahra biasa saja melupakan kejadian pagi tadi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Ada yang Mas ingin bicarakan," sahut Reza berdiri di samping mobilnya.

"Nanti saja setelah kita sampai di rumah," saran Zahra hendak memasuki mobil itu.

"Sepertinya tidak bisa ditunda lagi. Mas harus mengatakan sekarang," paksa Reza.

Zahra menatap wajah Reza, ia baru sadar jika laki-laki itu wajahnya sangat serius.

"Memang ada apa?" tanya Zahra penasaran.

"Sepertinya Mas tidak bisa me—"

Suara decitan ban mobil berhenti tepat di belakang mobil Reza. Zahra syok setengah mati karena mobil itu tak lain adalah milik Rayhan.

Bulir keringat dingin tiba-tiba bermunculan di kening Zahra. Sementara Reza sangat kecewa karena laki-laki yang barusan datang dalam kondisi tidak tepat.

Derap langkah sepatu menghampiri mereka tepatnya Rayhan berdiri di samping Zahra.

"Ra, Annisa butuh kamu. Dia merajuk tak mau pulang padahal rumah sakit sudah mengizinkan untuk pulang."

"Tapi....."

Zahra bingung, ia menatap wajah Reza dan Rayhan secara bergantian. Ia tidak bisa memberikan keputusan sekarang.

"Ayo, Ra. Annisa lagi nangis, aku takut dia kejang kembali seperti kemarin!" perintah Rayhan sambil berjalan menuju mobil. Sama sekali tak menyapa laki-laki di samping Zahra.

"Aku—"

Zahra terbata-bata sambil melirik Reza.

"Pergilah!" perintah Reza sambil berlalu masuk ke dalam mobilnya. Cepat-cepat melajukan mobil meninggalkan Zahra yang masih diam membisu.

Reza benar-benar merutuki kehadiran Rayhan, seandainya saja ia tadi mengungkapkan perpisahan mereka, mungkin hati Reza tidak merasakan sakit seperti ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro