🥀 Pengorbanan Sahabat🥀

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Tak selamanya usaha berbuah manis, ada kalanya  harus mengecap rasa pahit dulu sebelum mendapatkan apa yang kita impikan~

****
Pilihan Zahra by Galuch Fema


Sebelum Ryan mengejar Zahra, ia tak lupa mengambil Smartphone yang masih tergeletak dalam tas di ruangan rapat. Dengan langkah buru-buru, laki-laki itu menyusuri setiap sudut ruang di bagian administrasi dan gedung utama. Hampir seperempat jam dengan peluh yang sudah menetes, sepertinya Ryan gagal mendapatkan Zahra.

"Pak, lihat perempuan yang tadi di lobi hotel bareng sama saya?" tanya Ryan dengan wajah yang sangat panik.

"Perempuan memakai kerudung?" tanya Satpam tersebut.

"Iya Pak," jawab Ryan dengan antusias.

"Barusan sudah pulang pakai taksi."

Tubuh Ryan lemas mendapatkan jawaban seperti itu. Pasti ia akan mendapatkan amarah dari pimpinannya.

Ryan langsung menelpon Rayhan singkat.

"Ray, Zahra sudah pulang naik taksi."

Laki-laki itu langsung memastikan telepon sebelum mendapatkan amukan dari sana. Melangkah lunglai memasuki lift dan segera masuk ke ruangan Rayhan untuk mengembalikan kunci mobil.


🥀🥀🥀🥀

Wajah Rayhan  terlihat panik dan khawatir,  ia langsung menelepon Zahra. Terdengar nada sambung di ponselnya namun Zahra sama sekali tidak mengangkatnya padahal Rayhan menelepon lebih dari tiga kali.

Rayhan langsung bergegas mengambil kunci mobil yang lain, mengambil jas yang ia buang di pojok ruangannya. Memencet lift tetapi sepertinya sedang penuh. Laki-laki itu sangat geram karena sepertinya banyak karyawan biasa yang menggunakan lift yang khusus untuk karyawan jajaran atas saja.

"Ray?" panggil Ryan dengan napas terengah-engah ketika setelah menaiki tangga.

"Mana Zahra?" tanya Rayhan dengan wajah yang sangat panik.

"Sudah pulang Ray. Dia naik taksi."

Wajah Rayhan langsung memerah, sudut bibirnya terangkat menandakan amarah.

"Yan, masuk ke ruangan!" bentak Rayhan pada sahabatnya. Laki-laki dengan kaki jenjang langsung memasuki ruangan diikuti sahabatnya yang terlihat sangat lemas.

"Kenapa kamu tidak antar dia, Yan!" pekik Rayhan sambil melemparkan kuncinya tepat di atas meja kaca sehingga menimbulkan suara yang keras.

"Zahra pulang naik taksi. Dia buru-buru turun dan aku tidak bisa mengejarnya," sahut Ryan dengan denyut jantung yang masih di atas rata-rata. Ia bisa melihat wajah perubahan Rayhan apalagi ia paling tidak suka jika kehidupan pribadinya di usik oleh orang lain termasuk sahabatnya.

"Kenapa Zahra bisa datang ke hotel ini!" pekik Rayhan dengan suara meninggi.

Ryan hanya diam karena tak mampu menjawab pertanyaan Rayhan. Udara dingin AC dan suasana hening membuat Rayhan semakin terlihat arogan.

"Yan, aku tidak pernah memberitahukan kehidupan pribadiku sama Zahra. Dia orangnya berbeda maka dari itu aku harus hati-hati mendekati perempuan itu. Termasuk membuka jati diriku karena yang aku takutkan ia akan pergi setelah tahu semuanya. Dan sekarang kamu seenaknya membawa dia kemari," tukas Rayhan dengan ketus.

"Maaf Ray."

"Maaf? Tidak segampang itu setelah semua terjadi seperti ini," cerca Rayhan merasa tak terima.

"Tahu dari mana jika aku dekat sama Zahra? Aku tidak pernah menceritakan apapun tentang dia? Menyebut namanya saja aku belum pernah di hadapan kamu," tuduh Rayhan.

Ryan seketika langsung membisu, sepertinya nasib dirinya sedang berada di ujung tanduk. Apalagi saat ini yang dihadapannya adalah seekor singa jantan yang sedang marah karena dibangunkan saat sedang tertidur.

"Aku mendapatkan nomor Zahra di ponsel kamu," jawab Ryan pasrah.

"APA!!"

Benar saja suara Rayhan menggema dan memekikkan telinga orang yang berada di ruangan ini.

BUGHHH !!!

Rayhan memberikan pukulan telak tepat di wajah dan  mengenai ujung bibir atas Ryan. Darah segar mengalir membasahi dagu milik laki-laki yang sedang meringis dan merasakan perih pada lukanya.

Ryan mengambil tisu dan mengusap ujung bibirnya, tisu berubah menjadi merah.

"Lancang sekali berani membuka ponsel aku, Yan!" bentak Rayhan yang sudah dikuasi emosi pada puncaknya.

"Ray, sebelumnya aku minta maaf . Dengarkan dahulu penjelasan aku," pinta Ryan dengan kerah yang sudah dicengkeram oleh Rayhan.

"Untuk apa aku mendengarkan kamu, Yan? Aku paling tidak suka kamu membaca pesan atau membuka ponsel aku!" gertak Rayhan sambil melepaskan tangannya dari kerah baju Ryan.

"Memang aku lancang Ray. Aku terima jika kamu marah atau menghajar aku. Jalan satu-satunya aku bisa tahu masalah yang kamu hadapi dari ponsel itu Ray. Aku jadi paham kalau kamu sedang ada masalah dengan perempuan yang bernama Zahra."

"Kamu tidak usah turut campur masalah aku!" bentak Rayhan masih dengan nada suara yang tinggi.

"Bagaimana mungkin aku tidak turut campur? Aku sahabat kamu Ray! Kamu tahu tidak, jika beberapa hari terakhir kamu seperti orang gila. Setiap hari marah-marah tidak jelas. Semua karyawan kena imbasnya. Sudah berapa orang kamu pecat karena alasan yang tidak jelas? Apa mereka melakukan kesalahan fatal sampai kamu langsung memecat mereka? Kerjaan bukannya beres malah sekarang berantakan," ucap Ryan dengan nada emosi karena tersulut amarah Rayhan.

"Kamu selalu menginginkan pekerjaan selesai dengan cepat. Tetapi tidak pernah sadar siapa yang menyelesaikannya?"

"Kamu selama ini buta dengan perasaan kamu Ray, sehingga kamu tak pernah sadar jika aku selalu pulang malam untuk menyelesaikan semua pekerjaan kamu!" teriak Ryan sambil mengacung-acungkan telunjuknya tepat di hadapan Rayhan.

Rayhan terdiam membisu, ia tidak menyangka jika Ryan berbuat seperti itu untuk kebahagiaan dirinya.

"Aku tidak menyangka jika kamu baru bertemu dengan seorang perempuan saja kamu sudah lemah seperti ini," sindir Ryan sambil berlalu pergi membawa amarahnya.

Laki-laki itu membanting pintu ruangan bosnya sehingga menimbulkan suara yang sangat keras.

"Dipecat gak ya gue ngomong seperti tadi?" gumam Ryan sendirian sambil memegang luka di bibirnya.

Rayhan mengacak rambutnya kasar, ia tidak menyangka jika pendekatannya dengan perempuan yang baru-baru ini malah sudah bermasalah karena salah paham.

Laki-laki yang rambutnya sudah acak-acakan tidak jelas mendekati foto yang terpampang di dinding ruangannya. Foto tersebut menampilkan dirinya bersama seorang perempuan yang tengah tersenyum bahagia.

"Aku kangen sama kamu," bisik Rayhan sambil mengusap wajah perempuan di foto tersebut.


🥀🥀🥀🥀

Zahra masih bertahan dengan linangan air mata di pipinya. Sudah berusaha menghapus tetapi buliran air bening masih setia mengalir.

Getar dari smartphone miliknya membuat perempuan itu tak lagi bisa membendung air matanya. Lagi-lagi ia belum sempat mengganti nama pemanggil di ponselnya. Sudah tiga kali berdering tetapi perempuan itu selalu mengabaikannya bahkan Zahra menonaktifkan ponsel tersebut.

Zahra lebih memilih untuk pergi ke kos milik Sinta, ia ingin membagi kesedihan yang sedang ia alami.

Setelah Sinta membuka pintu, Zahra langsung memeluk Sinta secara tiba-tiba sambil menangis. Otomatis reaksi Sinta sangat kaget.

Sinta membiarkan sahabatnya untuk duduk terdiam masih dengan isak tangisnya.

"Sudah ketemu sama Rayhan?" tanya Sinta dengan hati-hati.

Zahra mengangguk sambil menghapus air mata dengan punggung tangannya.

"Dia benar kerja di hotel itu?"

Lagi-lagi perempuan berkerudung itu mengangguk sambil berucap, "Cleaning service."

Sinta menahan senyum padahal ia ingin tertawa terbahak-bahak.

"Kasihan amat kamu Ra, giliran ada yang deketin malah cleaning service."

Sinta berpikir sejenak karena merasa ada sesuatu yang ganjil.

"Ra, yakin kalau Rayhan itu cuma cleaning service?" tanya Sinta penasaran.

"Aku lihat sendiri dia lagi pegang kain pel."

Untuk kali ini Sinta tak bisa menahan tawanya sehingga ia bisa melepaskan tawa yang ia tahan sedari tadi hingga sakit perut.

"Sepertinya tidak mungkin kalau Rayhan cuma tukang pel. Apa kamu tak sadar mobil sama ponsel yang ia punya. Gak mungkin kalau cuma seorang tukang pel punya mobil sebagus Rayhan?"

Zahra termenung sambil mengingat jika Rayhan sudah berapa kali memakai jas layaknya seorang pekerja kantoran.

"Itu gak penting Sin, ada yang lebih penting lagi."

Ingatan Zahra kembali lagi pada sebuah foto yang ia lihat sebelum pergi dari ruangan Rayhan.

"Apaan?" tanya Sinta penasaran sambil menggoyangkan tangan Zahra.

"Sebenarnya Rayhan sudah ...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro