🥀 Cleaning service🥀

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bertemu kita berarti
berjodoh atau berjodoh baru kita dipertemukan?

****
Pilihan Zahra by Galuch Fema

Waktu yang ditentukan akhirnya datang jua, Zahra benar-benar memantapkan niatnya untuk minta maaf secara langsung kepada Rayhan. Apapun yang akan terjadi nantinya ia harus menerima karena ini memang kesalahannya. Ryan awalnya berjanji akan selalu mendampingi selama di sana.

Zahra naik taksi menuju hotel Wijaya Kusuma yang ditujukan oleh Ryan. Sebuah Hotel bintang lima yang sangat terkenal di kotanya. Zahra sama sekali belum pernah menginjakkan kakinya di hotel tersebut karena memang dia tak pernah ada urusan di sana. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menginap atau bertandang ke sana.

Ketika mobil taksi sudah berada di depan lobi hotel, Zahra langsung membayar argo kemudian dengan pelan turun dari taksi dengan badan yang sudah panas dingin.

Ia disambut dengan bangunan yang menjulang tinggi di depannya. Perasaan Zahra mulai tidak karuan. Keringat dingin sudah membasahi tangan dan kakinya. Sedangkan jantungnya berdetak lebih kencang. Dengan gugup ia mengambil ponsel di tasnya kemudian menghubungi Ryan.

Sayangnya laki-laki itu sama sekali tidak mengangkat telepon darinya. Zahra bingung menghadapi situasi di tempat baru seperti ini.

Ada dua opsi yang harus ia pilih, tetap bertahan di tempat ini dengan bantuan informasi dari satpam atau pergi dari sini dan menganggap masalah sudah selesai.

Sepertinya opsi kedua lebih bagus dibandingkan harus bertemu dengan Rayhan. Zahra memutuskan untuk balik, ia berjalan kembali ke arah tempat ia tadi turun dari mobil taksi.

Namun, baru beberapa langkah ponselnya berbunyi karena ada panggilan dari Ryan yang menyuruh Zahra untuk menunggu di lobi.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam mendekati perempuan yang tengah kebingungan di dalam lobi.

"Mau ketemu sama Rayhan," jawab Zahra singkat.

Satpam di depan Zahra sedikit terbelalak sambil berucap, "Maksud Nona, Pak Rayhan?"

Zahra sedikit bingung, dia tidak tahu ada berapa nama Rayhan di sini. Untung saja ada seorang laki-laki mendekat ke arah mereka. Zahra mengamati Ryan dengan pakaian kasual lengkap dengan dasi berwarna gelap. Satpam barusan menunduk menghormati siapa yang datang.

"Ayuk Ra, keburu Rayhan pergi!" perintah Ryan yang sudah berjalan di depan Zahra sehingga perempuan itu mengikuti berjalan di belakangnya.

Zahra melewati lobi utama dengan desain bangunan bergaya Eropa. Semakin masuk ke dalam, Zahra disuguhi bangunan yang di dominasi dengan kaca-kaca tebal sebagai pelapis dinding dengan lampu kristal yang menjulang dari atas sampai bawah.

Ternyata untuk bertemu dengan Rayhan, Zahra harus melewati taman yang sudah lengkap dengan fasilitas kolam renang di sebelah kanan jalan. Barulah mereka berdua masuk ke sebuah gedung dua lantai dengan interior yang hampir sama dengan bangunan gedung utama.

Zahra terus melangkah memasuki gedung yang disinyalir tempat administrasi hotel. Di sana sudah banyak kubikel dengan tempat duduk yang sudah kosong karena mengingat ini bukan jam kerja lagi.

Ruangan di sini sangat rapi dan baunya juga harum, tidak seperti di klinik yang dari dahulu aromanya tidak pernah berganti-ganti, selalu saja bau obat-obatan.

Apalagi meja kerja Zahra yang selalu penuh dengan berkas-berkas pasien, belum lagi kalau setiap awal bulan banyak sekali resep-resep obat pada ikut mendarat di meja. Untuk menaruh minuman saja susah karena sudah kepenuhan.

Keduanya sekarang berada di sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat.

"Tunggu sebentar, aku cek ke dalam dulu sebentar!"

Zahra mengangguk bersamaan tubuh Ryan yang sudah masuk ke dalam ruangan.

"Ray?" panggil Ryan sambil mencari pimpinannya di dalam ruangan. Mengecek toilet barangkali menemukan Rayhan namun tidak ada juga.

Ryan menduga jika Rayhan sedang berada di gedung sebelah.

"Ra, tunggu sebentar ya? Kamu tunggu di dalam, duduk saja dulu di sofa!"

Zahra lagi-lagi mengangguk sambil membuka ruangan yang beraroma vanilla. Netra menyusuri setiap sudut ruangan yang sangat rapi, ia melihat sebuah laptop yang masih menyala.

Zahra memilih duduk di sofa dekat pintu yang sengaja ia buka lebar-lebar. Udara dingin dari AC mengenai kulit wajahnya yang putih sehingga membuat suasana semakin mencekam.

Dalam otak Zahra terus berpikir merangkai setiap kata yang akan ia ucapakan kepada Rayhan.

🥀🥀🥀🥀

Ryan bersusah payah mencari Rayhan, sudah mengitari gedung belum juga menemukan. Sayangnya ponsel Ryan tertinggal di ruang rapat, mau balik ke sana lumayan juga untuk bolak-balik.

Akhirnya pasrah saja, ia akan menemani Zahra dulu sampai Rayhan datang.

"Ray!" panggil Ryan ketika menemukan sosok yang ia cari tengah keluar dari pintu lift.

"Panggil yang sopan, ini masih jam kerja!" ucap Rayhan merasa tidak suka.

"Maaf Pak," sahut Ryan sambil tersenyum tidak jelas.

"Kenapa?" tanya Rayhan hendak masuk ke ruangannya yang tinggal beberapa langkah.

"Ada yang mau ketemu sama Bapak," ucap Ryan bersemangat. Apalagi bayang-bayang mobil mewah milik Rayhan sudah menari-nari di otaknya.

"Siapa? Bukannya hari ini tidak ada jadwal ketemu sama tamu?" tanya Rayhan bingung. Barusan ia melihat jadwal di buku agenda jika hari ini kosong makanya menyempatkan waktunya sebentar untuk menengok gedung utama.

"Bukan relasi sih Pak? Cuma yang datang itu tamu spesial."

Ryan tersenyum dengan bangga, membayangkan rencananya akan berhasil dan membuahkan hasil yang sangat menguntungkan baginya.

"Spesial gimana?" tanya Rayhan penasaran.

"Temui saja di dalam karena sudah menunggu di ruangan Bapak."

Ryan pergi berlalu dari hadapan Rayhan, tetapi ia tidak benar-benar pergi karena ternyata bersembunyi di balik tiang besar di ruangan depan milik Rayhan.

Rayhan semakin penasaran, ia cepat-cepat melangkah ke dalam. Kedua matanya hampir saja loncat ketika melihat seorang perempuan yang tengah duduk di sofa. Rayhan langsung bersembunyi di balik sambil mengatur napas dan detak jantung yang sudah di atas rata-rata.

Rayhan berpikir keras bagaimana bisa Zahra datang ke tempatnya bekerja. Ide jahil muncul begitu saja ketika melihat benda di samping. Rayhan langsung melepaskan jas yang melekat di tubuhnya. Membuang begitu saja di pojok ruangan. Mengeluarkan kemeja yang masuk di dalam celana panjang dan menggulung kemeja sampai sikut.

Ia melangkah pelan sambil mendorong sebuah troli lengkap dengan alat-alat kebersihan yang biasa dipakai oleh celaning service. Tak lupa mengacak rambutnya sehingga terlihat acak-acakan.

Ryan yang bersembunyi di balik tiang langsung terbengong-bengong melihat tingkah sahabatnya.

Zahra merasa terusik mendengar suara roda yang berderit menyatu di atas lantai. Ia pun melihat siapa yang datang di ruangan ini. Seketika netra Zahra terbelalak melihat Rayhan datang membawa sebuah troli alat kebersihan.

Perempuan itu langsung berdiri dengan mata yang tak pernah lepas dari benda yang Rayhan bawa.

"Ada apa datang kesini?" tanya Rayhan dingin. Tangan kanan mengambil tongkat kain  kain pel yang sangat basah dan belum diperas tetapi oleh Rayhan sudah di pakai untuk mengepel sehingga lantai terlihat sangat basah.

"Ak...aku mau minta maaf," sahut Zahra terbata-bata sambil menahan rasa terkejutnya.

"Lupakanlah, tak penting."

Rayhan terus meneruskan pekerjaannya yang biasa dilakukan oleh cleaning service bukan untuk dirinya.

Zahra sedikit terkejut mendengar ucapan Rayhan yang terasa menusuk jantungnya. Tahu seperti ini, ia tidak akan berkorban datang ke hotel untuk meminta maaf.

Keduanya kembali terdiam, Rayhan hanya berdiri membelakangi Zahra yang tanpa Rayhan sadari, kedua mata perempuan itu sudah berkaca-kaca.

"Sudah seperti itu saja?" tanya Rayhan kembali.

"I..iya," jawab Zahra singkat sambil menahan rasa gemuruh di dadanya.

"Sebaiknya kamu pulang, aku masih banyak pekerjaan."

Lagi-lagi Zahra tersentak kaget mendengar ucapan Rayhan yang secara tak langsung menyuruhnya untuk secepatnya pergi dari sini.

"Assalamualaikum," sahut Zahra dengan sedikit isak tangis yang keluar dari mulutnya.

Perempuan itu kembali lagi terkejut karena tak sengaja melihat sebuah pigura dengan foto sepasang manusia di sana. Zahra langsung berlari menuju pintu keluar ruangan ini.

Rayhan hanya menarik napas dalam-dalam melihat kepergian wanita itu.

Dari jauh Ryan tergopoh-gopoh melihat Zahra yang wajahnya sudah memerah sambil menangis.

"Zahra!" panggil Ryan terburu-buru hingga menabrak seseorang yang melintas di depannya sehingga mengakibatkan Ryan bersama seseorang ikut terjatuh.

"Maaf Pak," ucap seseorang orang sedang berusaha bangun dari tempatnya terjatuh.

"Kalau jalan hati-hati!" pekik Ryan mengaduh kesakitan.

"Iya Pak. Maaf lihat troli berisi perlengkapan untuk mengepel tidak Pak?" tanya petugas kebersihan tersebut sambil celingukan mencari benda tersebut.

"Ada tuh di ruangan Direktur," tunjuk Ryan sambil mengacungkan telunjuknya ke arah ruangan Rayhan.

Petugas itu sangat terkejut karena peralatannya bisa berpindah sendiri. Lagi-lagi petugas itu terbelalak kaget ketika melihat seorang Direktur sedang berdiri sambil memegang kain pel miliknya.

"Pak, anu itu..." ucap orang tersebut kebingungan.

"Ambillah!"

Rayhan membanting kain pel yang ada di genggamannya. Ia melihat Ryan tergopoh-gopoh masuk dengan wajah sangat panik.

"Ray, Zahra?" tanya Ryan sambil mengatur napasnya karena lelah mencari Zahra.

"Antarkan pulang pakai mobilku!" perintah Rayhan sambil melemparkan kunci mobil ke arah Ryan. Tanpa hitungan detik, Ryan langsung berlari mengejar Zahra yang entah sudah berada di mana.

Rayhan mendekati jendela, menyibakkan tirai sambil menatap pemandangan luar.

"Perjuanganmu kemari tak sebanding dengan apa yang sudah aku keluarkan saat menunggumu kemarin."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro