Mocca Sang Penguasa Labirin (Hanfalis)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tempat itu bergetar, membuat manusia yang terbaring di sana bergerak gelisah. Meraba-raba apa yang terjadi di dekatnya, kelopak matanya perlahan membuka.

Dari memburam hingga penglihatannya menjadi jelas. Ia langsung menopang tubuhnya dan melihat keadaan di sekitar. Sebuah tembok besar mengelilingi, menjulang tinggi hingga tak tahu dari mana bangunan ini berasal.

Muci menautkan alisnya dalam, ia tak terpikirkan apapun. Hanya saja ia merasa seperti telah ada sesuatu yang terjadi padanya.

Di dunia itu, tempat itu. Muci tidak tahu apa yang akan dihadapinya, mungkin saja hanya akan ada hantu di sana. Akan tetapi siapa yang tahu?

Netranya terus berputar, mencari jalan keluar dari bangunan yang tak memiliki pintu serta jendela itu. Bangunan itu hanyalah sebuah tumpukkan batu yang menciptakan banyak celah, akan tetapi walau hanya begitu mudah untuk dipahami ternyata bangunan ini begitu kokoh.

Muci saja sudah kelelahan akibat beradu badan dengan tembok di sana. "Apa yang terjadi, ya?" monolognya, ia menatap ke langit-langit tak berujung itu.

Berharap sesuatu dapat menemukannya, dapat menjawabnya, dan dapat membantunya.

Ia tak ingat berasal dari mana, ia juga tak mengerti kenapa berada di sini. Namun rasanya ingatan yang ia punya hanya terpendam kelam dan tak bisa tergapai oleh dirinya yang sekarang.

Di tengah sibuknya kepala Muci, tiba-tiba suara gemuruh benda bergeser terdengar. Bahkan dapat dirasakan bahwa tanah yang dipijaknya sedikit bergetar.

Muci pun melihatnya. Tembok yang mengurungnya itu mulai terbuka, menampakan bagaimana isi luarnya yang ternyata berbentuk sama. Diisi oleh dinding-dinding besar dengan banyak jalur yang terlihat dari dalam.

Muci yakin, ini adalah sebuab labirin. Ia terjebak di dalamnya, entah bagaimana asalnya ... Muci harus keluar sekarang juga karena langit pun ikut memerah.

Rasanya seperti senja, tetapi tidak begitu. Karena warna pekat langit itu membuat hati Muci was-was, ia berjalan mengitari tembok yang menjadi sandarannya itu.

Melewati berbagai macam keadaan tembok seperti kering, lembab, berlumut dan bahkan ada yang ditumbuhi oleh akar-akar. Selain itu beberapa menit sekali suara gemuruh benda bergerak juga selalu terdengar, menandakan bahwa beberapa menit sekali labirin ini mengubah jalannya, menambah Muci semakin terjebak di dalamnya.

"Kalian pasti bercanda," keluhnya tak tahan, ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Namun, kakinya masih melangkah, berharap ia akan mendapatkan jawaban atas ini semua.

"Muci datanglah padaku." Suara itu menggema, membuat Muci ketakutan setengah mati. Karena tidak seperti suara biasanya, hal yang ia dengar ini lebih terasa seperti gemuruh petir yang dapat berbicara.

Muci tak ambil pusing, ia pikir ia hanya berhalusinasi. Maka dari itu si lelaki berambut coklat melanjutkan jalannya, untuk kembali melihat keadaan labirin yang sangat aneh.

Di lorong panjang itu dia melihat beberapa pohon oak dengan keadaan yang berbeda-beda, seakan masing-masing dari mereka besar dengan kondisinya masing-masing.

Oak yang satu terlihat kering bahkan hampir tak berdaun, yang satu berwarna hijau lusuh seperti dibasahi oleh air, oak lainnya berdaun lebat dan menguarkan aroma yang begitu pekat.

Di dalam hatinya Muci seakan tahu apa yang sedang terjadi, sesuatu yang pernah ia alami.

Kejadian musim yang tak terganti.

"Datanglah padaku sekarang!"

.
.
.

Kelopak matanya terbuka, tubuhnya terasa kaku. Ia juga sedikit merintih setelah menggerakannya. "Ugh, siapa kamu?" Muci bertanya pada pandangannya yang masih buram.

Ia melihat siluet yang mengisi sesuatu seperti singgasana di sana. Seakan ia adalah raja yang menguasai tempat ini. "Aku adalah Mocca," balas makhluk itu.

Membuat Muci kembali ketakutan. Ia kenal suara ini, ini adalah suara yang dikiranya hanyalah halusinasinya saja.

"A-apa yang kau inginkan?"

Makhluk itu tertawa ... Muci terdiam. Ia juga menyadari bahwa itu adalah seorang (?) kura-kura. Seekor makhluk yang begitu besar dan rasanya hampir menyainginya.

Tempurungnya berwarna hijau dan coklat dengan retakan indah yang membentuk pola teratur dan tak lupa tangan serta kepalanya yang terlihat lembab. Muci yakin, kura-kura ini adalah penguasa dari tempat yang sedang dipijaknya.

"Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Luca." Muci tak tahu siapa Luca itu, alisnya bertaut dalam. Sedangkan si kura-kura bernama Mocca itu terlihat tersengum, lalu ia mengangguk dan mengeluarkan aliran benang sihir yang lalu membelenggu Muci.

Membawanya dalam desiran takdir seolah nadinya memang tercipta untuk melipir pada alunan pikir.

Dia di sana. Bersama buku yang diapitnya, di tengah ruangan labirin yang akan menjadi tempat bersejarah. Muci akan melalukan sesuatu persembahan.

Mungkin saja berdarah.

Akan tetapi ia baru saja mengambil pesan dari Rajanya, mengatakan bahwa ia harus segera menyelesaikannya.

Agar masalah musim yang dialaminya dapat berjalan sebagaimana mestinya.

***

"Aku ingat!" Muci terperanjat, ia bangun dari kasurnya dan tak mendapati kejanggalan yang menempelnya selama beberapa hari.

Walau begitu ia masih bisa merasakannya. Aura magis yang begitu pekat dan menuntut ini, memerintahkannya untuk cepat melaksanakan tugasnya dengan segera.

Maka dari itu Muci tekadkan bahwa dirinya akan menyelesaikan masalah yang menjadi akar dari kegilaan dalam pengembaraannya.

Muci pasti akan melalui ini semua.

***

775 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro