Musim Cinta -2 (Tria Liya)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oleh; Trialiya8

***

Muci menghindari Sean selama beberapa hari ini. Dia tidak tahu dengan perasaannya sendiri. Bingung harus bagaimana.

Satu sisi, siapa yang tidak menyukai Seano? Seorang laki-laki paling tampan di kantornya. Juga anak tunggal dari konglomerat negara ini. Entah apa yang membuatnya nyasar ke kantor kecil di tengah kota.

Namun, di sisi lain. Bukankah perbedaan mereka sangat nyata? Muci hanya hidup sebatang kara. Berjuang habis-habisan demi bisa melanjutkan hidup.

Mereka seperti upik abu dan pangeran. Tidak mungkin bersatu, kan?

Tanpa terasa waktu berlalu cepat. Kini langit mulai selalu terang tanpa mendung. Sedangkan Muci memutuskan untuk tidak terlibat apa pun dengan Season.

Muci bukan tidak ingin. Hanya saja... Muci terlalu sadar diri. Lagi pula Seano juga menerima keputusannya begitu saja. Bukan yang mengejarnya habis-habisan. Tandanya, Seano tidak benar-benar cinta, kan?

"Ah, sudahlah. Muci, berhenti memikirkan laki-laki itu. Besok kamu harus mulai mencari pekerjaan baru!" ucap Muci pada dirinya sendiri.

Muci menghidupkan lampu tidur, menarik selimut, lalu tenggelam dalam mimpi.

*
*
*

Musim panas yang panjang. Lebih panjang dari musim hujan. Muci sudah menghabiskan es teh yang ke lima hari ini.

Muci tidak tahan dengan panasnya ibu kota. Polusi di mana-mana. Jalanan padat merayap. Matahari seperti di atas kepala.

Ya, Muci pindah ke ibu kota. Pekerjaannya masih di bidang yang sama. Bedanya, gajinya lebih besar. Sungguh menyenangkan.

"Muci, kamu pulang naik apa?" tanya Sisil, teman Muci di pekerjaan barunya.

"Ojek, mungkin? Kamu?"

"Seperti biasa, naik motor. Tumben kamu nggak bawa motor."

"Oh, itu... tadi pagi aku malas menyetir."

"Yasudah, kalau gitu aku duluan, ya." Sisil segera berlalu dari sana. Dia bukan tidak mau memberi tawaran pulang bersama. Hanya saja kontrakannya dengan Muci beda arah. Bisa 4 jam perjalanan sendiri kalau harus mengantar Muci di tengah padatnya kota.

Setelah kepergian Sisil, tinggal Muci seorang di ruangan itu. Muci segera membereskan meja kerjanya dan pulang.

Muci berjalan menuju pangkalan ojek dekat kantor. Tapi, belum sampai di sana tiba-tiba ada mobil berhenti di sampingnya. Muci pun ikut berhenti, menunggu siapa yang sudah menghentikan jalannya.

"Muci, lama tidak bertemu."

Suara itu, tampangnya, gayanya berjalan, dan senyumannya. Membuat Muci sangat terkejut. Bagaimana bisa dia ada di kota ini?

"Muci?" Sean melambaikan tangannya di depan Muci yang mematung.

"Se—sean?"

"Ya?"

"Kenapa kamu ada di sini?"

"Bagaimana kalau kita ngobrol sambil makan malam?" tanya Sean, masih dengan senyumannya.

Muci terlihat berpikir. Matanya tidak fokus. Sean yang melihat itu melunturkan senyumannya.

"Kalau gamau, juga gapapa. Aku antar kamu pulang saja."

"Emb.. ayo, kita makan malam."

*
*
*

Perjalanan benar-benar seperti musim. Mempunyai waktunya masing-masing.

Bahagia dan terluka adalah satu komponen yang tidak bisa dipisahkan. Tapi kita selalu punya pilihan. Mau terus berjuang keras sampai hanya musim bahagia saja yang ada di hidup kita, atau berjuang seadanya. Menunggu musim itu sendiri yang menghampiri kita.

Netra Muci sedang dimanjakan oleh salju pertama di negara yang dia impikan. Berdiri di balkon kamarnya, sembari menikmati salju yang jatuh ke tangannya.

Ini lebih dari impiannya. Seluruh musim sepertinya sedang memeluk Muci dengan kasih sayang.

Semua berawal dari pertemuan Muci dan Seano di ibu kota. Rupanya, tempat kerja Muci yang baru adalah salah satu perusahaan milik orang tua Sean.

Dunia sungguh sempit, kan?

Mulai dari sana, Sean mengejar Muci tanpa henti. Tak peduli musim berganti, bahkan tahun berganti. Sean masih setia.

Perempuan mana yang tidak akan luluh?

Lalu, semua penantian berakhir malam itu. Saat musim benar-benar berubah.

Saat salju benar-benar turun di negara mereka. Mengejutkan seluruh penduduk. Semua pakaian tebal terjual habis dalam satu jam.

Malam itu, saat semua orang dikejutkan dengan salju pertama di negara mereka. Muci sedang dihimpit oleh banyaknya pekerjaan. Muci dan semua rekan kerjanya lembur. Mereka tidak tahu salju sedang turun di luar sana.

Tiba-tiba saja lampu perusahaan padam tepat di jam 7 malam. Ruangan pun menjadi riuh.

"Kenapa?"

"Ada apa ini? Pemadaman, kah?"

"Kalian masih di sini, kan? Aku takut sendirian!"

"Ayolah, gak lucu, nih!"

BRAK!

"APA ITU?"

"WOY! JANGAN NAKUTIN!"

"GAUSAH BERCANDA!"

Tak lama lampu kembali menyala. Muci dan teman-temannya pun merasa lega. Tapi, ada yang aneh. Ada papan yang ditutup pakai kain di depan pintu kaca divisi mereka.

Mereka saling melirik, bertanya ada apa. Tak lama, muncul seorang pria dari balik papan itu.

Dia, Seano, pemilik resmi perusahaan yang baru dilantik dua bulan lalu.

Seano berdiri dengan gagah, memperhatikan semua orang di sana. Lalu perlahan menarik kain penutup itu. Rangkaian kalimat terlihat sangat jelas.

-Muci, Jadilah Istriku-

*
*
*

Begitulah kisah musim hidup Muci. Semua tepat pada waktunya. Sampai dia bisa berdiri di negara impiannya. Bersama suami dan salju yang selalu dibayangkannya.

***

750 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro