1 - CATASTROPHE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sasha Adreanna merupakan kutukan terindah dalam hidup seorang anak adam.

Gadis manis dengan rupa bak dewi yunani. Tingkah macam pemberontak namun pribadi sungguhan lugu. Berkat Tuhan yang tak terkira datang untuk sosok Nathan Ervian.

Pesonanya penuh implikasi, tak jarang membuat degup jantung berpacu cepat. Sulit untuk memahami dirinya yang sedalam palung samudera, sukar untuk menyelami lingkup pribadinya yang gamang.

Nathan sedari awal tak pernah mengerti, bahkan tak pernah mencoba untuk mengerti tentang sosok si malaikat yang sesungguhnya. Seakan terjebak dalam tingkah lakunya yang abu-abu, penuh misteri.

Menurut Nathan, Sasha tak pernah merasa bahagia, tapi tak juga mengerti mengapa ia bisa merasa sedih. Jauh di dalam sana, liku hatinya sungguh rumit, auranya begitu dingin.

Diantara ribuan anak-anak sekolah menengah atas—tempat berkumpulnya remaja dengan tingkat kelabilan tinggi datang untuk mencari jati diri—Sasha sungguh tampak ceria. Bersedia datang dan bergabung dengan siapapun. Yang mengherankan hanya, ia tak pernah terlihat menggandeng lengan lawan jenisnya.

Hingga suatu hari, semesta menyarankan nirvana untuk meleburkan dua anak adam dan hawa menjadi satu.

Bertemu di sebuah tempat tak terduga, dalam kejadian luar biasa gila yang nyaris sulit untuk dipercayai.

Sebuah rahasia besar, yang tersembunyi dari hiruk pikuk keramaian. Sebuah pilu yang terkubur, tanpa sengaja menyeruak ke lapisan atas. Tangis sang boneka kaca, pecah saat itu, di hadapan Nathan sendiri.

***

"Sha, kau dicari ketua kelas."

Obsidiannya bergerak, mencari asal suara yang ternyata adalah sahabatnya sendiri. Menaruh gelas minum diatas meja kantin begitu sang sahabat menarik kursi di hadapannya. "Oh ya? Kapan?"

"Nanti pulang sekolah."

Lalu manik bola mata itu membulat sempurna, tampak terkejut. "Sepertinya aku tak bisa."

"Ayolah, kapan lagi punya kesempatan ngobrol dengan anak populer di angkatan kita? Ketua kelasmu ini, lho."

Sasha tetap menggeleng. "Sekali tidak ya tidak. Memangnya kenapa, sih?'

"Dia ingin menanyakan soal absensimu."

Gadis itu setelahnya menghembuskan napas kasar. Entah lah, hatinya mendadak gusar.

Maka dari itu, sepulang sekolah Sasha memutuskan untuk menghampiri si ketua kelas di belakang sekolah. Di tempat yang kata sahabatnya dijanjikan oleh sang ketua.

"Kenapa, Nath?"

Sosok tegap dengan kulit tan dan postur tinggi itu membalikkan tubuhnya, lalu melempar senyum maut yang katanya dapat membuat satu angkatan menjerit heboh.

Tapi tolong lah, ini Sasha, bukan gadis-gadis muda setingkat adik kelas yang dilempar senyum kakak kelasnya saja sudah pingsan.

"Ah, aku cuma ingin tanya ... ini absensimu dari minggu pertama pendalaman materi kosong terus. Kenapa, Sha?"

Sasha mengalihkan atensinya ke sebuah map dengan banyak kertas diatasnya. Itu daftar absensi siswa. Benar juga, dari awal pendalaman materi, belum pernah sekalipun Sasha hadir disana.

Alasannya? Acara keluarga.

"Oh, soal itu aku memang sedang sibuk kemarin."

"Kalau begitu, hari ini bisa, kan?"

Sasha hanya bisa mematung sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Hanya saja, entah kenapa pertanyaan tersebut terasa seperti ancaman di telinganya.

"Kalau kubilang tidak bisa bagaimana?"

"Sekali, Sha. Kita kan sudah kelas tiga, sedikit lagi lulus. Kau tak mau nilaimu bagus?"

"Bukan urusanmu mau nilaiku bagus atau tidak."

"Masalahnya aku juga yang kena karena dianggap tak becus mengurus anak buahku dikelas, hehe. Kumohon, ikut ya? Ini demi dirimu juga, kok."

"Tidak. Tahu arti kata tidak, kan?"

"Sha, tolong ...."

Jika Nathan sudah memasang wajah memelas begini, bagaimana bisa Sasha menolak harga diri seorang pangeran es yang anehnya takluk di hadapannya.

Lalu mengangguk sambil melempar senyum kelewat ramah untuk ukuran seorang Sasha yang dikenal super angkuh saat pandangan pertama. Apalagi Nathan dan Sasha tidak bisa dibilang dekat karena dikelas, Sasha jarang sekali menggubris eksistensi anak laki-laki baru puber.

"Kalau begitu, ya sudah. Nanti aku hadir. Tapi maaf kalau agak telat."

"Nah, gitu, dong. Oke, nanti kutunggu saat mengabsen ya. Pastikan dirimu datang hari ini."

Baru saja Nathan ingin berlalu, sebuah cengkraman didapatnya di lengan kirinya. "Sebentar, kenapa hanya aku sih yang kau kejar seperti ini?"

Nathan kembali menoleh. "Maksudnya?"

"Ya, kau kan tahu, Devian dan kawanannya juga jarang sekali masuk. Maksudku—kenapa hanya aku yang kau tagih?"

Kali ini, rasanya Nathan salah tingkah.

"Bukan—ya, kau tahu sendiri kelompok Devian itu bengalnya macam apa, kan?"

"Bukannya kau juga sama saja?"

"Beda, dong. Aku bandel, tapi berkualitas."

Kemudian rasa menggelitik menyergap perut gadis disana, ia tertawa saat itu. Binarnya menatap ceria ke arah si pangeran, mendengar pernyataan kelewat percaya diri yang artinya saja bahkan tak berkesinambungan.

"Apa-apaan bandel tapi berkualitas."

"Ada, aku bandel, tapi cerdik, cari waktu. Bukannya ngajak berantem anak sekolah sebrang tapi gak mikir besoknya ujian. Sakit, gak bisa masuk, nilai kosong."

"Jadi, pangeran, bandel berkualitas itu bandel yang munculnya di waktu-waktu tertentu?"

Dan rasanya Nathan semakin nyaman berada di dekat gadis ini.

"Tepat, tuan puteri. Sekarang, pangeran mau nyari kuda. Tuan puteri balik ke kelas, siapin bahan pendalaman materi pelajaran biologi hari ini."

Senyum itu, tak luntur juga dari belah bibir ranum gadis yang lebih muda. Membuat Nathan merasa menjadi orang paling bahagia di dunia.

"Siap, pangeran!"

Aneh juga rasanya, seorang Sasha bisa seramah ini.

Benar, ia sungguh penuh misteri, abu-abu.

***

Note : 

Oke, masih abu-abu, kan?

Ini versi revisi, tadinya untuk event tapi ternyata eventnya hmm hmm:) jadi keputusanku untuk jadiin cerita ini khusus work pribadi aja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro