04. Ethernal Lethargia ☕

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

-Terlelap Selamanya-

Happy Reading

.

.

.

Pharmacoffea (7)
Grup Chat

RanayaChandrakirana
Skefo Prof. Attar sudah ada di
parkiran

CassythaEarline
Belum juga setengah delapan!

RamayanaKrissandy
Positif saja Dear, barangkali Prof. Attar mau kerja sambilan jadi tukang parkir fakultas, lumayan tambah penghasilan buat anak cucu

EdwardianNusantara
Aku sama Rean otw

MicheliaArsyakayla
Lho, Rama nggak masuk? Lagi
sakit?

RamayanaKrissandy
Nggak kok Sweetheart, kuman
penyakit itu minder sama orang ganteng. Aku sedang ada urusan yang menyangkut kemashalatan umat manusia

MicheliaArsyakayla
Tapi yang masuk kan Prof. Attar,
kamu bisa absen lagi

RarmayanaKrissandy
Jangan khawatir, Chelly. Mau Prof. Snape atau Prof. Dumbledor yang masuk, nggak masalah. Aku titip tas sama Rean kok, kalau diabsen nanti bilang saja aku izin ke toilet, lagi diare stadium 4

RanayaChandrakirana
Prof. Attar mana percaya!

RamayanaKrissandy
Kalau nggak percaya suruh saja
cek sendiri

EdwardianNusantara
Beneran dicek baru tahu rasa
kamu!

RamayanaKrissandy
Kalian tinggal bilang aku pakai toilet lantai 5, tulang keropos professor uzur itu nggak bakalan kuat melawan gaya tarik bumi dia pasti menyerah duluan 😉

EdwardianNusantara
What an assh*le!

RamayanaKrissandy
A-s-s-h-o-l-e, Brother. Kamu bukan
KPI, nggak usah pakai disensor segala

ErvanaArystia
Teman-teman 😭😭😭

EdwardianNusantara
Kenapa, Va?

ErvanaArystia
Hari ini aku Parkinson sama Schizoprenia yah, kan kemarin nggak jadi

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Cassy menatap papan tulis dengan nanar. Dalam hati ia sibuk memikirkan dosa apa yang pernah diperbuatnya di masa lalu hingga harus terjebak di antara struktur senyawa kimia yang membuat kepalanya terasa memadat, sedikit lagi membatu. Seperempat jam yang berlalu pun terasa bertahun-tahun baginya.

Prof. Attar, dosen besar kimia di
Jurusan Farmasi berkomat-kamit di depan kelas menjelaskan serangkaian senyawa- senyawa kimia.

Peduli amat! Cassy bersungut dalam hati. Kandungan kimia tanaman yang dia tahu hanyalah klorofil-sisa pelajaran sains sewaktu SD yang masih tersangkut di ingatannya, itu juga kalau bukan karena ibunya yang dulu langganan suplemen herbal dengan nama zat kimia untuk fotosintesis itu.

Cassy biasanya akan mendengarkan musik, menonton drama Korea, menelusuri setiap akun fanbase atau bergabung dengan grup fandom bila jenuh di tengah pelajaran. Sayang Prof. Attar adalah dosen senior galak
yang hobi melemparkan pertanyaan secara acak dan tak tanggung-tanggung mencoret nama dari daftar absensi bila tidak berhasil menjawab. Cassy yang nilainya hanya bergantung pada kehadiran terpaksa menerapkan lima tips yang melegenda di kalangan pelajar dari Sabang sampai Merauke agar tidak mendapat giliran;

1. Hindari kontak mata tapi jangan terlalu kentara, diharamkan untuk menunduk.
2. Jangan lari dari kenyataan semisal minta izin ke WC.
3. Duduk tenang.
4. Beritikad baik.
5. Pura-pura mengerti.

Cassy menguap lebar beberapa kali. Masalah ia jadi ngantuk berat sekarang. Berpura-pura itu memang melelahkan!

Cassy melirik Chelia dan Naya di
sisi kanan dan kirinya bergantian. Chelia fokus memperhatikan
pelajaran sedang Naya yang sibuk
mencatat.

"Kenapa?" Naya menoleh dengan
tatapan sinis, membuat rambut model bobnya ikut tersibak.

"Ngantuk."

"Terus?"

"Lihat kamu biar fresh sedikit." Cassy tersenyum hambar.

"O." Hanya dengan satu huruf vokal itu Naya lalu kembali pada aktivitas mencatatnya.

Betul-betul bongkahan es antarika yang dingin! umpat Cassy dalam hati, meminjam istilah Rama. Ia melirik catatan Naya yang luar biasa rapi dan penuh. Naya adalah aktualisasi dari orang yang sungguh-sungguh menjalani hidup, kalau kata Rama, Squidward Tentacles versi manusia.

Tak tahan lagi dengan keseriusan
yang mengekangnya, Cassy meraih ponselnya dari dalam tas lalu mulai berselanjar di dunia maya.

"Cassy ... Cassy ...!" bisikan dari Chelia mengalihkan perhatian Cassy dari timeline instagramnya.

"Kenapa, Chelly? Mau ke toilet?" Cassy melihat sekilas pantulan wajahnya di layar HP. Ya, lipstiknya juga sudah lumayan kering dan perlu dipoles lagi.

"Bukan. Itu ... Prof. Attar melihat ke sini."

Cassy langsung terkesiap. Benar saja, tatapan prof. Attar jatuh padanya.

"Cassytha Earline Rum!"

Cassy menelan ludah.

"Tuliskan nama senyawa dari struktur kimia yang ada di papan tulis!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Erva berlari menuju ruang kelasnya dengan rambut berantakan. Tali sepatunya lepas kanan-kiri tapi tidak sempat diikatnya lagi. Dosen jam pertama hari ini adalah Prof. Attar yang diwanti-wanti seluruh mahasiswa. Awalnya Erva berniat tidak masuk dengan alasan sakit, namun berhubung jatah absennya sudah habis, mau tidak mau ia harus masuk untuk memenuhi persentase kehadiran sebagai syarat final.

Erva memutar kenop pintu dengan jantung berdebar keras. Tangannya gemetaran sementara giginya saling bergemeletuk, panic attack-nya kambuh lagi.

"Astaganaga!" Meski sudah mempersiapkan diri, Erva tetap terkejut melihat Prof. Attar di tengah ruangan.

"Astaganaga?!" Suara Prof. Attar menggema. "Sudah datang terlambat malah bicara sembarangan!"

"Ma-maaf, Pak! Sa-saya mau bilang assalamualaikum tapi kaget jadi salah ucap."

Prof. Attar melemparkan tatapan
mengintimidasi pada Erva. "Kamu kenapa terlambat?"

Erva meneguk sesaat. "A-anu, air keran di kost saya tidak mengalir, Pak."

Prof. Attar mendengus. "Klasik sekali."

Erva kontan mengamati penampilannya, sepatu dengan tali tidak diikat, rok yang baru diambil dari jemuran, dan kemeja kusut yang ditarik asal dari tumpukan pakaian yang belum sempat diipat. Apa yang klasik coba?

"Jangan bilang kamu belum mandi dan berani masuk ke kelas saya!"

Erva terkesiap. "Tidak kok, Pak! Saya habis mandi tapi cuma seember. Saya kan harus hemat air, sekarang sumber air sudah jauh."

Suasana kelas mendadak bergemuruh. Erva bisa melihat Chelia dan Cassy yang menatapnya khawatir sedang Naya menghela napas berulang kali. Edward dan Rean di barisan paling belakang hanya bisa geleng-geleng kepala, sementara teman-temannya yang lain tertunduk dengan bahu berguncang.

Kenapa? Apa salahnya menghemat
air? Orang-orang jaman sekarang memang sudah tidak peduli lingkungan!

Prof. Attar memutar badan menghadap pada Cassy. "Kamu!" tunjuknya. "Silahkan duduk!"

Cassy yang baru menghapal tiga suku kata dari dua baris nama senyawa yang dituliskan Chelia mematung beberapa detik sebelum akhirnya duduk kembali saat ditarik Naya. Cassy masih belum percaya, rasanya seperti selamat dari terkaman pelahap maut.

Prof. Attar kembali pada Erva. "Sekarang kamu yang tuliskan nama di papan tulis itu!" perintahnya dengan suara lantang sambil melempar spidol ke arah Erva yang tidak berhasil ditangkap dan bergelinding ke bawah meja. Erva menunduk, mencari-cari tapi tidak kunjung ketemu.

"Pakai yang ada di atas meja saja!"

Erva buru-buru bangkit hingga kepalanya terantuk pinggiran
meja. Dengan menggosok-gosok
pelipis sambil meringis, ia menyambar spidol dan menuju papan tulis. Malang, tali sepatunya yang tidak terikat membuatnya tersandung dan terhuyung-huyung. Seluruh penghuni kelas tercekat sebelum Erva menahan tubuhnya yang kurang satu sentimeter lagi menabrak proyektor yang terhubung langsung dengan laptop Prof. Attar.

"Mmm ... saya tulis nama ya, Pak?"

"Kamu mau ikut kelas saya apa tidak, hah?! Saya paling benci mengulang perkataan!"

"Mmm ... nama lengkap, Pak?"

"Lengkap selengkap-lengkapnya!"

Erva menarik napas dalam-dalam lalu mulai menulis di papan tulis.
Begitu membalikkan badan, seisi kelas menjadi riuh-rendah sedangkan Prof. Attar menatapnya murka.

Kenapa? tulisanku jelek, ya?

Prof. Attar berjalan mendekat. "Atas dasar apa kamu menulis
nama itu?!"

Erva memiringkan kepalanya. "Eh, saya juga tidak tahu, Pak. Habis nama itu pemberian kakek saya."

Derai tawa tertahan pun memenuhi ruangan, membuat Erva dilanda kebingungan mendalam.

Prof. Attar menggebrak papan tulis dan mengambil spidol, melingkari sebuah rumus struktur senyawa yang dipenuhi segi enam bertumpuk lalu menatap Erva dengan mata melotot.

"Sepanjang saya belajar dan berkecimpung di bidang kimia, baru kali ini saya tahu ada senyawa dengan nama ERVANA ARYSTIA!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Arya memasukkan berkas-berkas di mejanya dengan terburu-buru. Tidak tersisa banyak waktu lagi sebelum pertemuannya dengan para petinggi kampus di mulai. Ia harusnya bersegera, namun sesuatu di depan ruang kerjanya membuat pria itu berhenti dan berteriak frustrasi.

Tawa renyah Vian kemudian membuat Arya spontan berbalik dan mendapati dokter muda itu duduk santai di ruang tunggu kantornya. "Kamu pasti tahu, kan?!" tudingnya yang membuat tawa Vian semakin membahana.

"Ayolah, jangan terlalu serius begitu." Vian merentangkan tangannya di sandaran kursi.

Arya mengusap wajah sembari
menarik sepasang sepatu bulukan
dari rak di depan ruang kerjanya. "Lihat?! Anak itu sungguh-sungguh ingin mengerjaiku! Sebentar lagi aku ada meeting, masalahnya!"

"Pakai ini saja dulu," Vian melepas sepatunya, "kalau sempit paksakan saja, kalau longgar sumpal dengan tisu." Dokter itu menepuk kotak tisu di atas meja dengan santai.

"Anak bengal itu benar-benar!" Arya mendengus begitu selesai memodifikasi sepatu milik Vian yang sedikit kebesaran dengan tisu. "Aku baru saja menasehati masalah kehadirannya di kelas, sudah berulah lagi dia!" rutuk Arya.

"Dia anak yang baik."

"Baik, katamu?"

Vian mengedikkan bahu. "Dia cukup berbesar hati untuk tidak kau anggap dan bersedia menyembunyikan statusmu dari teman-temannya. Sampai sekarang tidak ada yang tahu kecuali adik sepupuku, Rean. Bahkan dia meminta Riva untuk tidak memberitahu Chelia."

Arya mendengus. "Itu demi kebaikannya sendiri!"

Vian meninggikan sebelah alisnya. "Benarkah? Atau kau yang belum mampu bersikap normal selayaknya seorang kakak di hadapan umum?"

"Kenapa juga aku harus begitu. Keluargaku tidak akan berakhir
seperti ini bila saja .... Sudahlah, lupakan!'"

Vian menghela napas. "Don't play victim! Kau pikir sepuluh tahun hidup sendirian itu mudah? Dengan uang dan semua fasilitas dari kakekmu, harusnya dia sudah terlibat beberapa aqkenakalan remaja sedari dulu, tapi dia bahkan tidak pernah menyentuh rokok dan alkohol sekalipun."

Arya mengatupkan bibirnya.

"Kau pernah menyayanginya lebih dari dirimu sendiri, Arya. Tidak sulit untuk memperbaiki hubungan kalian lagi. Apa pentingnya ikatan darah?"

Arya masih setia dengan keadaan
diamnya sampai Vian bangkit dan menepuk pundaknya.

"Tuhan tidak memberi hak hidup kepada sembarangan makhluk. Kau ingin menyalahkannya karena sudah lahir ke dunia? Aku tahu kau tidak sekejam itu."

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Rama terlalu sibuk menunduk, memandang puas pada sepatu baru mengkilap di kakinya sampai tidak sengaja menabrak bahu seseorang yang tengah menelpon.

"Ups, sorry Bro!" Rama menengadah, menemukan sepasang mata yang menatapnya tajam. Duh! Si Brokoli Beku! Rama berdecak dalam hati begitu menyadari orang yang barusan ditubruk olehnya adalah Dandy Pratama--ketua HMJ berambut keriting yang ambisius, arogan, dan dingin. Rama sempat curiga pemimpin himpunan jurusannya itu adalah keturunan Suku Air Selatan

"Kamu bilang apa?! Sorry?!"

"Terus apa, mianhae?

"Shit!"

"Santai Bro, bahumu masih utuh,
tuh!" Rama berusaha terlihat tenang. Dandy adalah orang yang emosinya sangat reaktif, bahkan tidak gentar menyerang Rean dan menudingnya melakukan sabotase.

"Situasi di dalam lumayan kacau,
tuh!" Rama menunjuk ke dalam kelas lewat pintu belakang "Kamu nggak mau masuk?" ajaknya pada Dandy yang sibuk dengan ponselnya, raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran.

"Brokoli, eh maksudku Bro, kamu ada masalah?"

Dandy menoleh dan menatap Rama tidak suka. "Bukan urusanmu!" katanya lalu berjalan melewati Rama dengan menghantamkan bahunya keras-keras.

Rama hanya menikmati gaya dorong tersebut tanpa melakukan perlawanan. Dari sudut matanya, Rama bisa melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut begitu Dandy kembali mengulangi panggilannya yang tak kunjung mendapat jawaban.

Bertengkar sama pacar, toh! Pantas saja lebih sensi daripada cewek PMS yang lagi puasa!

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Rean dan Edward dikejutkan oleh sebuah tepukan di pundak mereka. "Pagi menjelang siang bruder-bruderku." Rama muncul dengan senyum yang dibuat sekeren mungkin lalu duduk di bangku kosong dekat keduanya.

Baik Rean maupun Edward sama terkejutnya. "Masuk lewat mana, kamu?" tanya Edward berbisik.

"Lewat pintu, lah! Kamu kira aku ninja bisa lewat cerobong asap."

"Memang ninja masuk lewat cerobong asap?"

"Ya, mana aku tahu! Aku kan, bukan ninja!"

Edward mendengus kesal kemudian berbalik. Rean melakukan hal yang sama. Pintu pengaman besi di belakang terbuka. Rama memanfaatkan kegaduhan kelas untuk menyelinap masuk.

Edward menatap jengah pada Rama yang tersenyum-senyum sendiri. "Habis dari mana kamu? Kenapa kelihatan senang begitu?"

Rama hanya tertawa. "Btw, tumben kok bisa rame di kelas si kakek kura-kura itu?" tanyanya dengan mata tertuju pada Prof. Attar yang sedang berceloteh memberi petuah akan pentingnya disiplin waktu.

"Erva buat masalah, tapi kocak benget. Serius! Nanti aku cerita!" Edward terkikik.

Rama menyengir, Erva memang
sekutunya dalam berbuat kekacauan. "Eh, ini kuliah obat herbal?"

"Bukan, ini Fitokimia," tegas Rean.

"Terus kenapa banyak sarang lebah di atas?" Rama menunjuk papan tulis yang dipenuhi struktur metabolit sekunder tanaman.

Edward mendesis. "Sarang lebah matamu! Itu steroid tahu!"

"Hah? Yang di luar angkasa itu?"

Rean dan Edward kompak menjitak kepala Rama. "Itu asteroid!"

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Edward mengetuk-ngetuk meja dengan gemas. Sesuai hasil rapat, malam itu akan diadakan musyawarah himpunan tetapi Dandy selaku ketua HMJ belum juga menampakkan ujung rambut kribonya, padahal Edward sudah berusaha bersikap netral setelah masalah yang dibuatnya dengan Rean tempo hari.

"Ed, kalau sepuluh menit lagi Dandy belum datang, mulai saja acaranya. Para senior di luar mulai rusuh!" Rumy berbisik pada Edward.

Edward mengangguk. "Beri tahu
divisi konsumsi untuk menyiapkan cemilan tambahan."

Lewat sepuluh menit, Dandy tak kunjung memberikan kepastian
akan hadir. Edward yang baru selesai mengetes microfon dibuat heran dengan peserta sidang yang mendadak menjadi gaduh.

"Ada apa?" Edward bertanya pada
Rumy berjalan ke arahnya dengan air muka tegang.

"Kamu kenal perempuan ini, kan?" Rumy menyodorkan ponselnya.

Edward memicingkan matanya saat menatap layar dengan kecerahan penuh tersebut. "Pacarnya Dandy, bukan? Mahasiswi jurusan psikologi itu."

Rumy mengangguk dengan ekspresi kecut. "Dia stress berat dan menelan beberapa obat tidur sekaligus."

Edward tercekat. "Jangan bilang kalau dia ...?"

Rumy menghela napas berat
sambil memejamkan mata. "Dia tidak bisa bangun lagi."

☕☕☕
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro