30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Memang cuma demam biasa aja kan?" Natra memastikan sekali lagi setelah mereka tinggal berdua saja.

"Hmm."

Drea menjawab dengan gumaman.

Melihat Natra sakit adalah hal yang langka. Ia bahkan tidak yakin Natra bisa sakit meskipun memang demam adalah jenis sakit biasa yang semua manusia pasti pernah mengalaminya.

"Jangan bandel ya. Istirahat aja di kamar." Drea mengingatkan. Nada suaranya sengaja ditegaskan karena Natra sudah dua kali meminta untuk tidur di sofa depan TV sementara Drea merasa lebih baik Natra tidur di kamar saja. Entah mengapa mereka harus berdebat untuk hal sekecil itu.

***

Drea melipat tangan di depan dada dan menyandarkan tubuh di bingkai pintu.

Natra kini sedang berbaring di sofa dengan selimut menutupi tubuhnya.

Belum genap sehari sakit, Natra kelihatannya sudah cukup sehat untuk menerima omelannya.

"Tidurnya lebih enak di sini." Itu alasan Natra sebelum Drea sempat membuka mulut.

"Lo tuh ya?" Drea melangkah menuju pantri untuk mengambil segelas air hangat. Kebiasaan setiap bangun tidur. Saat keluar dari pantri, Drea bertanya. "Gue mau bikin sarapan. Lo mau dibikinin bubur?"

"Nooo. Apa aja asal jangan bubur." Natra cepat-cepat menolak.

"Kenapa? Lo kan lagi sakit?"

"Nggak usah. Mie instant juga nggak masalah asal jangan bubur."

"Bubur buatan gue nggak enak ya?"

Natra terkekeh pelan. Drea menganggapnya sebagai jawaban iya.

"Ya udah. Gue bikin roti bakar aja."

Roti bakar versinya bisa dibilang roti bakar yang paling praktis. Hanya tinggal mencairkan mentega di atas pan dan meletakkan roti tawar gandum di atasnya hingga warna sisi kedua roti kecokelatan. Lalu mengolesi roti dengan nutella atau selai nanas. Selesai.

Dan Natra pasti tidak akan protes.

"Makan dulu." Drea meletakkan piring berisi empat potong roti berbentuk segitiga yang diolesi selai dan nutella. Natra melirik ke piring itu dan mengangguk saat Drea menawarinya untuk makan. Drea masuk ke pantri dan kembali dengan dua buah mug berisi susu putih hangat yang sudah ia campur dengan madu.

"Enak," komentar singkat Natra dibalas Drea dengan senyum tipis.

Tidak ada yang sanggup menolak roti bakar dengan olesan nutella. Apalagi Natra yang memang suka makanan manis.

Ya, semua makanan sih Natra suka, kecuali bubur buatannya.

Sarapan pagi itu mereka lakukan di depan TV. Tidak seperti biasanya karena sarapan seringkali dilakukan di ruang makan.

Natra menghabiskan sepotong roti dan mengeluh lidahnya pahit. Drea tidak ingin memaksanya makan sepotong roti lagi karena rasanya sudah cukup. Apalagi Natra mau meminum susu madu sampai setengah mug.

"Obatnya." Drea membukakan kemasan strip obat dan memberikan satu butir untuk diminum Natra. Ia sempat meraba dahi Natra dan rasanya masih cukup panas.

"Enakan sakit, Dre. Kamu jadi perhatian."

Drea tersenyum masam. "Ada-ada aja."

"Please, Dre. Gini aja terus setiap hari. Dunia pasti terasa jauh lebih damai."

Drea terdiam tapi kemudian segera beranjak menuju kamar.

***

Drea memutuskan tidak ke kantor meskipun ia sudah berpakaian lengkap. Tadinya ia memang berencana ke kantor, tapi rasa ragu membuatnya tidak langsung menyiapkan tas dan sepatu. Rambutnya belum sempat ditata. Ia memilih keluar kamar untuk memeriksa kondisi Natra.

"Mau ke kantor?" Seperti yang ia duga, Natra bertanya.

"Nggak," Ia menjawab dengan tidak yakin. Drea bermaksud mengambil piring dan mug yang tadi ia letakkan di atas meja.

"Dre, kalo hari ini aku minta kamu jangan ngantor dulu, apa kamu mau...nemenin?"

Drea bergeming. Salah satu tangan Natra menahan tubuhnya di pergelangan tangan.

"Memangnya gue lagi keliatan mau ke kantor?"

"Trus kenapa kamu pake pakaian resmi kaya gitu?"

"Lagi nyoba blus sama rok baru," jawab Drea. "Apa gue seburuk itu bakal ninggalin lo saat sedang sakit?"

Natra belum melepaskan tangannya.

"Kenapa aku masih nggak percaya?"

Drea menggeleng-geleng. "Lo masih pengen gue jadi lebih baik ke lo atau nggak?"

Natra terlihat meringis mendengar jawabannya.

"Iya sih...,"

"Makanya...," Drea kemudian berjalan melewati sofa.

"Dre."

"Apalagi?"

"Aku pengen dicium."

"Apa?"

***

Natra sudah terlanjur mengatakannya. Otaknya pasti sedang error pagi itu, efek dari demam yang membuat sekujur tubuhnya lemah dan lidahnya terasa pahit.

"Lo lagi sakit."

Eh?

Natra sudah siap-siap mendengar Drea mengomelinya. Tapi tidak.

Benar-benar tidak.

Hanya kalimat singkat itu dan Drea melepaskan tangannya.

Biar ia menyimpulkan secepat mungkin.

Ya, mungkin Drea mau kalau ia tidak sedang sakit.

Drea hanya tidak mau karena ia sedang sakit. Drea tidak mau kena risiko tertular penyakit karena mencium orang yang sedang sakit.

"Lo lagi sakit makanya omongan lo jadi aneh gitu."

Eww. Ternyata ia hanya berharap lebih.

"Biar cepat sembuh kan, Dre?" Natra sudah kepalang basah.

Siapa yang tahu Drea kasihan melihatnya sakit dan mau menciumnya dengan alasan supaya cepat sembuh.

Lagipula, yang ia tahu orang sakit memang butuh perhatian lebih kalau ingin cepat sembuh.

Lucu.

Ia mulai mengarang bebas sekarang.

Drea terdengar membuang napas.

Mungkin ia masih punya peluang.

"Lo istirahat aja abis ini. Gue mau beresin kamar dulu. Siapa tau lo mau pindah tidur ke kamar."

Natra menggeleng. "Enakan di sini."

Drea tersenyum canggung dan tergesa-gesa meninggalkan ruangan itu menuju kamar tidur.

Natra kembali berbaring di sofa tapi kali ini sambil memikirkan kebodohannya.

***

"Mama dengar suara kamu agak bindeng makanya mama ke sini."

Drea mendengarkan sepotong kalimat dari percakapan antara Natra dan mamanya di ruang TV sementara ia tengah berada di pantri melihat apa yang bisa ia siapkan untuk mertuanya yang datang pada jam makan siang. Sebenarnya ia tidak perlu memasak karena memang ia tidak punya bahan untuk dimasak. Tapi ia merasa lebih baik mengurung diri di pantri seolah-olah ia sedang menyiapkan masakan untuk banyak orang

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro