Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Natra melepaskan celana pendek yang semakin berat dan menyulitkan pergerakan. Mata Drea melotot ke arahnya saat Natra sambil cengengesan meletakkan celana pendek yang dilepaskan di dalam kolam ke bibir kolam.

"Tenang aja, gue pake boxer brief kok." Natra memberikan informasi sebelum Drea protes sekaligus bertanya-tanya apakah ia masih waras melepaskan celana pendek di dalam kolam.

"Lo nggak pernah berubah, Nat. Selalu sesukanya. Dewasa dikit dong."

"Lo mau gue dewasa dalam versi apa? Soal cewek, gue udah sangat dewasa."

"Sikap lo yang petakilan. Masa lo nikah sama gue, gaya lo gitu-gitu aja sih?" Drea mengayunkan kedua tangan, melakukan renang gaya punggung.

"Iya, gue janji nggak bakal petakilan lagi. Kalau gue nggak khilaf ya?" Natra mengikuti ke arah mana pergerakan Drea. Diberi jawaban seperti itu, Drea berhenti berenang dan menunjukkan sikap judes.

"Lo dikasih tau juga. Gue ngomong serius."

"Lo bilang lo nerima gue apa adanya." Natra mengingatkan.

"Iya sih, cuma...," Drea berhenti sejenak untuk menarik napas panjang. "Lo harus bisa kayak Mahesa."

"Gue nggak bisa. Bang Hesa sama gue punya kepribadian yang jauh bedalah."

Drea seolah tidak peduli.

"Lo sayang gue kan, Nat?"

Sebelum Natra sempat menjawab, Drea kembali memberi penegasan.

"Kalo lo sayang gue, mau gue, lo harus jadi seperti yang gue mau. Lo harus jadi seperti laki-laki yang gue cintai."

Apa-apaan lo, Dre?

"Lo masih punya waktu buat mundur, Nat. Dan gue nggak bakal menghalangi lo. Tapi mungkin ini terakhir kali gue mikir buat nikah."

Natra mengangkat bahu, respon yang biasa ia berikan untuk Drea. Orang-orang boleh mengatakan ia terlalu bodoh, mau-maunya saja mengikuti setiap perkataan Drea. Cintanya kepada perempuan itu memang buta. Buta, karena ia bisa saja batal menikahi Drea dan memilih perempuan lain yang membebaskan ia menjadi apa saja, termasuk menjadi dirinya sendiri dengan segala kebebasan yang ia punya.

Namun ia telah memilih. Tidak dicintai asal ia tetap bisa berada di dekat Drea. Menjaga dan memastikannya dalam keadaan baik-baik saja.

"Lo tau gue nggak pernah mundur dari sebuah tantangan." Natra juga berkata tegas.

Drea menghela napas. "Thanks, Nat."

Natra melemparkan senyum kepada Drea.

"Jadi, lomba renangnya?"

Drea mengangguk.

***

Selesai berenang selama kurang lebih dua jam, Drea kini berdiri di bawah shower, membilas jejak klorin yang meluruh bersama guyuran air.

Natra telah lama menerima tantangan untuk menaklukkan hatinya.

Namun bagaimana ia memberi tantangan itu juga ia masih menutup pintu hatinya begitu rapat untuk laki-laki manapun selain Mahesa?

Natra bisa saja mengabaikannya. Natra bisa saja pergi dan melupakan permintaannya untuk menjadi seperti Mahesa. Tapi Natra tetap tinggal, menyanggupi.

Ah, dasar Natra bodoh!

Tidak. Bukan Natra yang bodoh, tapi ia yang bodoh.

***

Drea mendapati Natra sudah nongkrong di ruang TV saat ia keluar dari kamar. Tengah asyik mengunyah brownies cokelat pandan Amanda, oleh-oleh dari Bandung sewaktu mamanya jalan-jalan ke sana.

"Gue laper, Dre. Lo emang nggak ada stok makanan di kulkas?"

"Itu kan makanan juga?" jawab Drea. Ia mengitari sofa dan mengambil alih remote TV.

"Gue bakal bahagia banget kalo lo mau masakin gue." Natra menyikat lagi sepotong brownies.

"Delivery aja. Sekalian nitip, gue mau ayam bakar."

Natra menggeleng. "Lo jadi calon isteri nggak ada manis-manisnya ya?"

"Lo aja yang masak, kan lo lebih jago masak dari gue?"

Natra menggeleng-geleng melihat kelakuan Drea. Ia menyambar ponsel dan mencari aplikasi Go Food.

Tapi Drea menutup layar ponsel dengan tangannya.

"Ya udah. Gue masak. Sesekali gue bikin lo bahagia biar jadi pahala buat gue." Drea bangkit dari duduk dan menyeret langkahnya menuju pantry. Natra mengikuti dengan penuh suka cita.

Drea masak untuknya!

"Mau masak apa?" tanya Natra dengan antusias sambil menarik kursi.

"Masak mi instant," jawab Drea kalem.

"Tega lo."

"Kan yang penting masak? Gue tadi malah kepikiran masak air doang."

"Apa aja deh kalo gitu."

Drea meringis, ia tahu memasak mie instant untuk makan siang itu terkesan kejam banget. Tapi ia hanya ingin segera menyelesaikan pekerjaan dan pergi dari sana.

"Nanti gue upgrade pake kornet sama telur," hibur Drea.

Natra menggumam. "Bagus deh."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro