Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejak saat itu, Vera lebih terbuka dengan statusnya. Wanita itu juga lebih berani untuk bersama Rehan, tidak seperti dahulu. Kini, mereka sering bersama, bahkan saat berada di perusahaannya. Hampir semua karyawan dan petinggi-petinggi perusahaannya tau bahwa Rehan adalah pacar bos mereka.

"Kamu lapar?" tanya Vera dengan tiba-tiba. Kini Vera dan Rehan tengah berada didalam ruang kerja Vera. Rehan sudah menjemput pacarnya tersebut untuk pulang. Namun, wanita itu masih sibuk dengan pekerjaannya.

Sekarang sudah pukul sepuluh lewat dan Rehan masih setia menunggu Vera sembari sibuk memainkan ponselnya.

"Laper sih, Mba. Tapi, Mba selesaikan dulu deh pekerjaan Mba. Abis itu kita cari makan deh diluar."

Senyuman Rehan diakhir penjelasannya jelas membuat energi Vera terisi dengan penuh. Wanita itu mempercepat kerjanya agar bisa makan malam bersama Rehan.

***

Sepuluh menit berlalu, pekerjaan Vera pun akhirnya selesai. Wanita itu segera beranjak dari tempat duduknya dan berpindah tepat disebelah Rehan.

Pacarnya tersebut tengah sibuk bermain game dan Vera hanya memperhatikannya tanpa mau mengganggu kegiatan pria itu.

"Eh, Mba sudah selesai?" tanya Rehan tanpa menengok kearah Vera. Tatapannya terlalu fokus pada ponsel yang tengah dia gunakan.

Vera menatap sedih pada ponsel milik Rehan, ponsel tua yang layarnya sudah sedikit retak.

"Bentar ya, Mba. Bentar lagi selesai kok."

"Iya, nggak papa kok. Lanjutin aja."

Vera mendekatkan tubuhnya pada Rehan, aroma tubuh pacarnya tersebut jelas sedikit memabukkan.

Aroma parfum yang sedikit unik dan jarang Vera temui.

Tanpa dia sadari, kepalanya sudah bersandar pada bahu Rehan. Hal tersebut jelas tidak membuat Rehan terganggu, bahkan pria itu malah tersenyum kecil saat menyadari hal tersebut.

"Yes, memang," teriak Rehan saat permainan yang dia mainkan selesai.

Vera pun menjauhkan sedikit tubuhnya pada Rehan dan hal itu sedikit membuat pria tersebut bingung.

"Loh kenapa, Mba?" tanya Rehan yang kemudian membuat Vera ikut bingung.

"kenapa apanya?"

"Mba, ngejauh gitu?"

"Hahaha, memangnya kenapa? Saya pikir kamu nggak suka saya deket-deket sama kamu."

Rehan memegang lembut tangan Vera dan menatap mata pacarnya tersebut dengan tatapan mendalam.

"Saya malah suka, Mba deket sama saya. Berarti Mba sudah ngebuka hati Mba untuk saya. Ya, walaupun mungkin baru kebuka sedikit."

"Apaan sih kamu. Yaudah yuk, kita cari makan." Vera beranjak dari duduknya dan langsung diikuti dengan Rehan dibelakangnya.

"Mba, mau makan apa?" tanya Rehan sembari merangkul tubuh Vera. Wanita itu tidak menolak rangkulan tersebut, bahkan dia merasa senang dengan perlakuan Rehan padanya. Sangat hangat dan mendalam.

"Apa saja, saya ikut."

***

Tanpa diduga, Rehan mengajak Vera untuk makan dipinggir jalan. Warung makan yang tidak pernah wanita itu kunjungi sebelumnya. Makannya pun harus lesehan di tanah dengan lapisan tikar sebagai alasnya.

"Ayuk, Mba. Duduk."

Vera dan Rehan duduk bersebelahan dengan sebuah meja kecil dihadapan mereka.

"Ayam gepreknya dua ya, Pak. Pakai nasi," teriak Rehan pada pemilik warung makan tersebut.

"Minumnya apa, Nak?" tanya pemilik warung makan dengan teriakan juga, karena beliau tengah sibuk mempersiapkan pesanan pengunjung lain.

"Kamu mau minum apa, Mba?"

"Air mineral aja deh."

"Air mineralnya satu sama es teh satu ya, Pak," teriak Rehan lagi.

"Siap."

Vera cukup bingung dengan situasi saat ini. Pinggir jalan yang ramai, tidak membuat orang-orang yang makan merasa terganggu dan juga suasana malam itu terasa amat hidup.

Wanita yang berstatus sebagai CEO tersebut, hanya mampu tersenyum melihat keadaan saat ini.

'begini ya, rasanya hidup'

Pemilik warung makan akhirnya datang dengan membawa nampan berisi pesanan Vera dan Rehan. "Ini, Nak pesanannya."

"Makasih, Pak."

"Eh, tumbenan enggak sendiri?" Pria paruh bayah itu tersenyum kearah Vera, Vera pun membalas senyuman tersebut.

"Hehe, iya Pak. Ini pacar saya."

"Loh, pacaran toh. Kenapa malah dibawa ke warung Bapak. Harusnya diajak ke mall gitu," canda Bapak tersebut yang akhirnya membuat Rehan sedikit tertawa.

"Enggak, Pak. Dia mah udah biasa ke mall. Tapi, dia jarang ke tempat yang begini."

"Iya juga sih, terlihat dari penampilannya. Hebat ya kamu, Nak. Kamu cari pasangan," goda Bapak pemilik warung makan. "Neng, kamu jangan khawatir. Rehan ini anak baik-baik kok. Selama saya kenal. Baru kamu orang pertama yang dia bawa kesini."

Vera tersenyum mendengar ucapan Bapak pemilik warung yang tak dia ketahui namanya.

"Eh, silahkan makanannya dimakan ya. Saya balik masak dulu."

"Iya, Pak. Makasih."

Rehan dan Vera makan dengan lahap. Menurut Vera makanan itu begitu enak sehingga dia pun menghabiskan makan tersebut.

"Enak ya, Mba?" tanya Rehan. Pria itu asik memperhatikan Vera yang tengah menyeruput habis air mineral yang dia pesan sebelumnya.

Vera mengangguk sebagai jawaban. Perutnya yang kosong, kini terisi dengan penuh dan hal itu amat disyukuri oleh Vera karena sebelumnya wanita itu belum makan apapun selama di kantor.

Terlalu sibuk dengan pekerjaannya, membuat Vera melupakan semuanya. Namun kini, Rehan menjadi pengingat terbaik yang dia miliki.

"Yaudah, yuk kita balik."

***

Vera langsung diantar pulang ke rumah oleh Rehan. Mereka tidak ada rencana kemana pun setelah makan tadi, lagi pula sekarang sudah hampir pukul 12 malam dan besok Vera harus bekerja lagi.

"Hmm, Mba. Lusa saya enggak antar antar jemput Mba dulu ya sampai beberapa hari," bisik Rehan bahkan nyaris tak didengar oleh Vera.

"Apa?"

"Besok sampai beberapa hari nanti saya ada kegiatan, Mba. Jadi saya enggak bisa antar, Mba. Maaf ya," jelas Rehan dengan nada sedikit pelan. Pria itu terlihat merasa amat bersalah pada Vera.

Sebelumnya pria itu berjanji akan mengantar Vera kemana pun. Namun kini, dia malah mengingkari janjinya.

"Loh, kenapa minta maaf." Vera menatap kearah Rehan yang tengah fokus dengan jari-jari tangannya. Wanita itu menggenggam tangan kiri Rehan dan hal tersebut berhasil mengalihkan fokus Rehan. "Enggak papa kok, cuman beberapa hari kan."

"Iya, Mba. Sekitar empat harian."

"Lumayan lama ya." Vera berpikir sejenak. Hal apa yang perlu wanita itu lakukan agar Rehan tidak merasa bersalah dan beranggapan bahwa Vera akan membencinya. "Kamu sudah belanja barang-barang buat kegiatan nanti?" tanya Vera yang langsung dibalas gelengan oleh Rehan.

"Enggak, Mba. Enggak perlu. Kan cuman empat hari."

"Memangnya kegiatan apa sih kalau boleh tau?"

"Kemah gitu Mba, sebenarnya sudah dari tiga bulan yang lalu kegiatan itu mau dilakukan. Cuman ya gitu, ada masalah jadinya baru dilaksanakan sekarang."

"Oh gitu, terus kamu enggak mau beli apa gitu buat kesana?" Vera berharap  Rehan perlu membeli perlengkapan untuk pergi kemahnya nanti.

Rehan berpikir sejenak, pria itu sebenarnya malas untuk membeli barang-barang baru. Namun, setelah ditanya oleh Vera tiba-tiba saja Rehan menyadari dia belum membeli tenda untuk kemahnya.

"Hmm, kayanya ada deh yang saya belum beli, Mba. Besok deh saya beli."

"Saya boleh ikut?"

"kemana?"

"Temenin kamu belanja, tapi habis saya kerja ya. Saya usahakan besok pulang lebih awal." Jawaban spontan Vera membuat Rehan cukup bingung.

"Apa enggak merepotkan, Mba?"

"Engga kok."

Rehan mengulas senyum kecil diwajahnya. Dia tentu saja senang, saat melihat Vera yang sekarang. Wanita itu sedikit demi sedikit mulai terbuka padanya.

"Yaudah kalau gitu. Besok temenin saya belanja ya, Mba. "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro