Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rehan menutup panggilan teleponnya dengan hati yang berat. Tatapannya kemudian jatuh pada layar telepon yang pria itu gunakan, yaitu foto Vera yang dia ambil saat tengah makan. Foto yang tentu saja Vera tak ketahui keberadaanya. 

"Ayuk, Re. Udah mau jalan nih." Fahri menarik tangan Rehan dengan pelan sembari membawa pria itu untuk bergabung dalam barisan. Perjalanan ke area kemah, memakan waktu yang cukup lama dan mereka tidak memahami rute perjalanannya sehingga mau tak mau mereka harus mengikuti barisan dari belakang.

"Kamu tadi nelpon Mbak Vera?" tanya Fahri sembari memperhatikan wajah Rehan yang tiba-tiba datar. 

"Iya."

***

Setelah hampir 1 jam perjalanan Rehan dan peserta lain sampai di area kemah. Pria itu dan sahabatnya kemudian membangun tenda yang mereka bawa. Syukurnya, tenda tersebut sangat mudah untuk dipasang sehingga tak butuh waktu lama, tenda mereka pun sudah siap untuk digunakan.

Tenda yang mereka gunakan ternyata sangatlah luas. Namun, mereka berdua juga tidak mau menambah orang sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk tidur berdua saja di dalam tenda yang bahkan bisa menampung empat sampai lima orang itu.

Rehan yang tengah duduk di depan tenda, dikejutkan oleh Fahri yang baru saja datang mengambil minuman.

"minum, Re."

Pria itu menyodorkan satu botol minuman pada Rehan. Sahabatnya tersebut langsung menerima botol itu dan menghabiskan isinya dengan waktu yang relatif cepat.

"Rada gimana ya, ini tempat," oceh Fahri saat duduk tepat di samping Rehan. Rehan kemudian menatap aneh sahabatnya tersebut.

"Takut?"

fahri menggeleng. "Bukan takut, cuman aneh aja."

Sangking asiknya mengobrol Rehan dan Fahri tidak menyadari jika mereka tengah diperhatikan oleh seseorang, perempuan cantik bernama Jia.

Wanita itu kemudian mendekati tenda milik dua pria tersebut dan langsung mengajak mereka itu untuk mengobrol.

"Hai," sapa Jia dengan ramah.

"Hai juga," jawab Fahri tak kalah ramah. Namun, Rehan tidak tertarik untuk membalas sapaan Jia. Pria itu bahkan memfokuskan matanya pada telepon yang tengah dia genggam.

Jia kemudian mengulas senyum kecutnya dan memberanikan diri untuk duduk di samping Rehan. "Nama aku Jianara. Panggil aja Jia." Wanita itu menyodorkan tangannya dihadapan Rehan dan hal itu tentu membuat pria tersebut bingung.

Rehan mengukir kerutan di dahinya saat melihat tangan Jia.

"Kenalin juga, aku Fahri." Sodoran tangan yang sebenarnya diberikan pada Rehan itu pun harus berakhir ditangan Fahri. Pria itu dengan erat membalas genggaman tangan Jia.

Setelah saling melepaskan genggaman tangan, Jia pun memperhatikan wajah Rehan yang tengah melamun.

"Kalau kamu, siapa namanya?" tanya Jia dengan penuh penasaran.

"Nama dia Rehan," jawab Fahri dengan cepat saat melihat Rehan tak kunjung menjawab pertanyaan wanita itu.

Jia mengangguk paham dan mencoba untuk tersenyum.  "Hmm, aku dari jurusan Fashion Design."

"Wah, keren banget. Kalau lulus jadi desainer dong." Respon yang sebenarnya Jia inginkan berasal dari Rehan, malah berpindah kepada sahabat pria itu.

"Iya hehe." Jia mengulas senyum kecutnya karena tak kunjung mendapat respon dari rehan. "Hmm, kalau gitu. Aku balik ke tenda ya."

"Iya, hati-hati ya."

Kepergian Jia membuat Fahri sedikit sadar bahwa Rehan masih sama seperti dulu, digemari banyak perempuan. Namun, pria itu menolak mereka semua. Itu dulu, sekarang pria itu sudah menetapkan hatinya pada Vera.

Fahri kemudian memperhatikan Rehan yang masih melamun. Dia menepuk bahu pria itu agar tersadar. "Kamu enggak papa kan, Re."

Rehan yang tersadar pun segera menggelengkan kepalanya, dan tak lama kemudian terdengar pengumuman bahwa sebentar lagi adalah jadwal makan siang.

***

Langit gelap membuat suasana malam terasa lebih menarik. Suara bising yang biasa terdengar sekarang tak mengganggu mereka lagi. Lampu yang biasanya menerangi pun berubah menjadi api unggun.

Semua terasa berbeda, tak seperti biasanya. Hal inilah yang membuat Rehan menyukai saat sedang kemah. Jauh dari kota dan kembali ke alam. Hidup di alam memang sangat menarik.

Tak lama kemudian pengumuman untuk mengumpul di depan api unggun terdengar. Rehan dan Fahri ikut berkumpul bersama hampir 50 peserta yang lain.

"Malam ini kita bakal ngadain acara Jelajah malam. Karena tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri. Maka saya minta kalian bikin grup yang terdiri dari 5 orang. Terserah mau gabungan cewek cowok atau cewek saja dan cowok saja. Saya beri waktu 10 menit ya," jelas pemimpin acara kemah dengan menggunakan megafon agar semua peserta mendengar penjelasan dia.

Selanjutnya semua peserta berpencar mencari anggota kelompoknya. Namun, Rehan hanya berdiam diri. Dia tidak tertarik untuk mencari orang lain.

Tak lama kemudian Jia datang mendekat kearah Rehan. Wanita itu membawa dua temannya mendekat ke arah Rehan.

"Hai, Re. Sudah dapat anggota kelompok belum?" tanya Jia dengan senyuman diwajahnya.

Rehan tak menjawab pertanyaan Jia dan tak lama kemudian Fahri datang.

"Eh, Jia. Mau sekelompok dengan kami berdua?"

Jia menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah yuk."

***

Semua kelompok kini sudah terbentuk, mereka dibagikan nomor untuk antrian jelajah malam ini. Kelompok Rehan mendapatkan nomor lima dan mereka menunggu antrian untuk pergi menjelajah.

"Aku pegangan sama kamu ya. Soalnya aku takut sama gelap," ucap Jia sembari mendekat ke arah Rehan. Namun, Fahri yang melihat hal itu pun langsung berdiri diantara Keduanya.

"Pegangan sama aku aja, nggak papa kok. BTW, Rehan sudah punya cewek. Kalau aku belum hehe."

Jia terdiam mendengar ucapan Fahri. Dia pun kembali mendekat ke arah kedua teman perempuannya.

"Loh, kenapa balik?" tanya salah satu teman Jia.

"Dia udah punya pacar," jelas Jia tanpa ekspresi. Wanita itu masih tidak percaya bahwa pria yang dia suka sudah memiliki pasangan.

"Emang kenapa? Masalahnya apa? Kan belum nikah juga. Jadi kamu masih punya kesempatan," jelas teman Jia yang lain, hal itu membuat Jia menatap ke arah temannya tersebut.

"Iya juga ya."

***

Sampailah pada giliran kelompok Rehan untuk menjelajah. Pria itu dan juga sahabatnya berjalan dahulu, lalu di belakang mereka ada Jia dan kedua temannya.

Ke tiga wanita itu mengekor di belakang Fahri dan Rehan.

Entah apa yang mereka rencanakan karena Jia tiba-tiba menabrak Rehan dan terjatuh di atas tanah.

Wanita itu mengadu kesakitan dan Rehan segera mengecek keadaannya.

"Kamu enggak papa?" tanya Rehan sembari berjongkok dihadapan Jia. Wanita itu menampilkan wajah kesakitan nya tanpa menjawab pertanyaan Rehan.

Tanpa banyak bertanya, Rehan segera mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya kembali ke area kemah. Untungnya mereka baru berjalan beberapa menit dari area kemah sehingga tidak perlu waktu yang lama mereka dapat kembali.

"Loh, kenapa dia?" tanya pemimpin kemah. Pria itu langsung berlari ke arah Rehan yang tengah menggendong Jia.

Tubuh Jia diambil alih oleh Arvin, pemimpin kemah dan dia langsung membawa wanita itu masuk ke dalam tenda salah satu panitia acara.

Wanita itu segera diobati dan kelompok Rehan pun menghentikan jelajah malamnya.

Pria itu dan juga sahabatnya menunggu Jia keluar dari tenda tersebut.

Kedua sahabat Jia berada di dalam tenda untuk memastikan keadaan wanita itu.

Tak lama kemudian, Jia keluar dari tenda dengan kaki yang diperban. Rehan dan juga Fahri kemudian mendekat kearah wanita itu yang tengah dipapah oleh kedua sahabatnya.

"Gimana? Kaki kamu enggak papa?" tanya Fahri.

"Engga kok, cuman lecet sama keseleo doang," jawab Jia sembari tersenyum kepada Rehan padahal Fahri yang bertanya.

"Ya sudah kalau gitu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro