Bab 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kedua pria itu kembali ke tenda, mereka tidak mungkin melanjutkan jelajah malamnya dan memutuskan untuk menunggu semua peserta selesai melakukan jelajah malam.

Tak lama kemudian semua peserta kembali ke area kemah, ternyata rute jelajah malam ini tidak terlalu jauh sehingga dapat selesai dengan cepat.

Tidak ada kegiatan lain setelahnya, karena waktu sudah hampir menunjukan pukul dua belas malam.

"Loh, udah mau tidur?" tanya Fahri saat melihat Rehan sedang rebahan sembari memainkan ponselnya.

"Enggak,aku lagi tiduran doang."

"Oh gitu."

Fahri mengambil tempat untuk duduk di sisi Rehan yang tengah berbaring. Pria itu sesekali melirik sahabatnya dengan tatapan penuh tanya. "Re, aku boleh tanya nggak?"

Kali ini nada suara Fahri berubah serius, hal itu membuat Rehan bangun dari tidurnya. "Mau tanya apa?"

Tidak, pria itu tidak langsung mengutarakan apa yang tengah dia pikirkan. Dia kemudian memperhatikan Rehan yang masih setia menatap ponselnya.

"Kok bisa sih, kamu pacaran sama Mbak Vera?" tanya Fahri yang langsung mendapat perhatian penuh dari Rehan. Pria itu sekarang tengah menatap wajah Fahri dengan tatapan bingung.

"Tumben kamu penasaran?"

"Ya, aneh aja. Selama ini kamu dideketin sama semua cewek di kampus, tapi enggak ada satu pun yang akhirnya pacaran sama kamu. Terus, kenapa harus Mbak Vera?"

Rehan terdiam sembari memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. "Hmm, aku juga nggak tau alasannya. Tapi, setiap aku ketemu dia. Aku ngerasa bahagia aja gitu. Nggak usah ketemu dia. Melihat foto dia aja aku udah seneng."

"Jadi, wallpaper ponsel kamu. foto Mbak Vera?" tebak Fahri dengan spontan. Pria itu jelas tau, karena menurutnya tidak ada alasan lain Rehan mau menatap ponselnya dengan waktu yang cukup lama, selain pacar sahabatnya itu.

Tidak ada jawaban dari Rehan, pria itu seakan kehabisan alasan untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

"Jadi bener, fotonya Mbak Vera?"

"Iya."

***

Pagi harinya, Rehan terbangun lebih cepat dari peserta yang lain. Dia ingin pergi untuk buang air kecil sehingga akhirnya dia keluar sendiri. Setelah selesai dengan kegiatan, pria yang masih setengah ngantuk itu pun ingin kembali ke tendanya. Namun, langkahnya kemudian di tahan oleh Jia.

"Pagi, Re." sapa Jia pada Rehan.

Pria itu tidak menjawab sapaan Jia. Namun, pria itu malah memperhatikan kaki Jia yang sebelumnya luka.

"Gimana kaki kamu?" tanya Rehan yang berhasil membuat wanita itu menatap kakinya juga.

"Enggak papa kok," jawab Jia dengan santai.

"Oh, oke." Rehan pergi meninggalkan Jia yang tengah bingung akan kepergian pria itu.

'Dingin banget sih jadi cowok'

***

Rehan kembali ke tendanya dan menemukan Fahri sudah terbangun. Namun, pria itu masih mengumpulkan nyawanya dengan mendudukkan dirinya. Pria itu jelas mengetahui Rehan sudah kembali ke tenda karena suara yang dibuat olehnya saat masuk, sehingga akhirnya pria itu mengajak bicara sahabatnya tersebut.

"Dari mana, Re?" tanya Fahri dengan mata yang masih tertutup. Sekarang masih pukul lima pagi dan suasana kemah masih sangat sepi, langit saja masih belum sepenuhnya membiru.

"Dari pipis."

"Kenapa nggak ngajak aku?" tanya Fahri dengan bibir yang mengkerut seakan memberitahu pada sahabatnya itu bahwa dia tengah ngambek.

Rehan yang melihatnya pun langsung memberi tatapan geli pada sahabatnya itu.

"Ngapain ngajak kamu," ucap Rehan dengan nada sedikit kasar.

"Aku kan pengen pipis juga."

"Ya sudah, pergi sana."

***

Waktu kumpul pagi ini adalah pukul delapan dan kegiatan hari ini pun hanya sebatas perlombaan. Namun, sebelum itu semua peserta melakukan senam pagi.

Semua peserta pun sudah berkumpul dan langsung diberi arahan untuk perlombaan pagi ini hingga siang nanti. Perlombaan yang akan dilakukan pun cukup seru, mulai dari perlombaan individu, pasangan dan juga grup.

"Nanti pas perlombaan pasangan kita bareng ya, Re," ucap Jia tiba-tiba, entah sejak kapan wanita itu berdiri di samping Rehan.

"Hehe, maaf ya, Jia. Rehannya sudah bareng aku. Ya kan, Re." Fahri menyikut tubuh Rehan agar pria itu membenarkan ucapannya.

"Hehe, iya. Maaf ya."

***

Hari ke dua acara kemah pun berakhir dengan rasa bahagia. Kegiatan hari ini tentu menjadi kegiatan paling seru karena menjadi kegiatan inti.

Besok sore mereka harus kembali pulang ke rumah masing-masing.

Cukup sebentar waktu yang mereka gunakan untuk kemah kali ini, karena memang keterbatasan waktu dan juga biaya sehingga membuat acara singkat ini dilaksanakan.

"Gila sih, tim kuning hebat semua," keluh Fahri sembari memijat kakinya, pria itu kalah telak saat melawan tim lain dan hal itu cukup membuatnya kesal. "Eh, Re. Kamu jangan mau di deketin sama Jia. Nanti Mbak Vera marah loh."

"Deketin Jia? Siapa yang deketin?"

"Kamu enggak sadar, Jia dari kemarin deketin kamu terus?" tanya Fahri dengan antusias, bahkan pria itu sampai mendekatkan tubuhnya pada Rehan.

"Apaan sih, deket-deket," ucap Rehan dengan kesal. Pria itu sangat risih ketika Fahri mendekat padanya.

"Ye, mendingan deket sama aku daripada deket sama Jia. Nanti aku laporin ke Mbak Vera loh."

"Lagian siapa yang deket sama Jia?"

"Kamu," jawab Fahri tanpa perlu berpikir. "Pokoknya jangan deket sama Jia. Oke!"

"Iya, iya."

***

Malam pun tiba, setelah selesai makan malam semua peserta kembali dikumpulkan di depan api unggun sama seperti kemarin.

Mereka saling bercengkrama satu sama lain dan beberapa panitia acara mengutarakan banyak hal mengenai kemah kali ini.

Besok mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Meninggalkan kenangan yang indah ditempat tersebut.

"Besok kita semua bakal pulang ke rumah masing-masing. Sebelum itu, jika kalian memiliki sesuatu yang mengganjal di hati. Silahkan utarakan di sini ya. Biar besok setelah kembali ke rumah sudah tidak ada beban. Ayuk, silahkan. Siapa saja boleh bicara."

Beginilah malam terakhir acara kemah yang Rehan ikuti. Kegiatan ini pula adalah kegiatan yang ditunggu-tunggu. Mereka bisa berbicara apapun tanpa perlu takut.

Satu persatu peserta kemah mengutarakan isi hatinya. Mulai dari kekesalan, kesedihan dan juga kegembiraan. Semua tentu ada malam ini.

Tak lama kemudian Jia mengangkat tangannya dan hal itu berhasil membuat semua tatapan tertuju padanya.

"Silahkan."

Jia berdiri dari duduknya, mereka tidak perlu menggunakan megafon karena suasana yang hening berhasil membuat suara sekecil apapun dapat terdengar.

"Hmm, sebelumnya perkenalkan saya Jia. Mahasiswi jurusan Fashion Design tahun ke tiga," ucap Jia gugup. Namun, wanita itu berhasil memperkenalkan dirinya.

"Saya ingin mengungkapkan perasaan saya, kepada seseorang yang ada di sini." Setelah mengucapkan hal itu, Jia menatap ke arah Rehan. Namun, pria itu malah tidak melihat ke arahnya.

Fahri yang melihat hal itu pun hanya mampu tertawa di dalam hati.

'Nih anak emang dingin banget njir. Masa ga sadar kalau lagi dibicarain,' ucap Fahri di dalam hati sembari memperhatikan sahabatnya yang tengah sibuk menatap ponselnya.

Jia menarik nafasnya dengan panjang, wanita itu tentu harus memperbaiki ritme detak jantungnya yang kini tak karuan.

"Aku tau, kamu sudah memiliki kekasih. Tapi ... ." Jia kembali melihat ke arah Rehan. "Perasaanku tidak bisa dibohongi. Selagi janur kuning belum melengkung. Aku masih memiliki peluang bukan?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro