Bab 30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Re, masih banyak wanita muda di luar sana. Kenapa kamu mau menikahi dia yang jauh lebih tua darimu," jelas Ayah Rehan dengan tegas.

Pria itu ternyata juga tidak menyukai Vera karena umurnya yang jauh lebih tua dari Rehan.

"Yah, aku sayang sama dia. Aku cinta sama dia. Selama ini, selama aku di luar kota. Aku enggak pernah dapetin kebahagiaan. Tapi, setelah aku ketemu dengan Vera. Aku bisa ngerasain semuanya. Kebahagiaan, cinta dan juga kebebasan," ucap Rehan menjelaskan tentang apa yang dia rasakan.

"Ibu dan Ayah, enggak pernah tau kan, Bagaimana kehidupan aku di sana?" lanjut Rehan sembari menatap sendu kedua orang tuanya.

"Aku capek, Yah, Bu. Aku capek sama semuanya, kuliah sambil kerja. Semua itu untuk siapa, untuk kalian kan. Setiap bulan aku mengirim uang untuk kalian, bahkan sesekali kalian menghubungiku untuk meminta uang. Aku? Aku tidak pernah mengeluh atau menolak. Tapi, apa yang sekarang terjadi? Kalian menolak wanita yang aku cintai."

Rehan menarik nafasnya dengan panjang, pria itu sungguh tak menyangka akan berbicara sepanjang itu.

Kedua orang tua Rehan hanya dapat mematung, mereka tanpa mampu memberi sanggahan pada ucapan putranya.

Benar, mereka juga tidak tau bagaimana kehidupan Rehan selama ini, selama jauh dari mereka.

Mereka hanya sesekali menanyakan kabar putranya itu bahkan saat itu mereka memiliki maksud tertentu.

Sebenarnya kedua orang tua Rehan takut mengganggu waktu putranya. Namun, hal itu berhasil membuat Rehan kesepian.

Hidup Rehan selama ini hanya seputar kuliah dan bekerja dan selama dia pacaran dengan Vera. Kehidupannya pun berubah, waktu luang yang dia punya pun semakin banyak.

Beban pikiran dia pun berkurang.

Satu hal lagi, orang tua Rehan bahkan tidak datang saat pria itu wisuda.

Hanya Vera yang berada di sisi pria itu, alasan kedua orang tua Rehan pun sangat tak masuk akal yaitu mereka malas berpergian jauh hanya untuk acara satu hari.

Iya, satu hari yang tidak akan terulang lagi. Satu hari yang amat berharga bagi Rehan. Tapi, kedua orang tuanya tidak perduli.

"Sekarang, aku enggak perduli. Mau kalian restui atau tidak. Aku tetap akan menikahi Vera," ucap Rehan sembari keluar dari dapur.

Pria itu mau membawa Vera untuk pulang. Namun, dia sangat terkejut karena tidak dapat menemukan pacarnya itu di ruang tamu.

"Mbak, Mbak Vera," panggil Rehan dengan sedikit berteriak.

Kedua orang tuanya yang mendengar hal itu pun ikut keluar dari dapur.

"Kenapa?" tanya Ayah Rehan dengan wajah bingung.

"Vera, Yah. Vera enggak ada!" jelas Rehan dengan penuh kekhawatiran.

***

Rehan mencari Vera dengan mendatangi tempat parkir mobil yang mereka gunakan. Namun, wanita itu tak ada di sana. Mobilnya pun sudah lenyap tak berjejak bahkan jejak ban mobil tersebut telah hilang di sapu hujan yang turun sejak tadi.

Iya, pria itu merelakan tubuhnya basah agar bisa menemukan pacarnya.

Dengan perasaan kecewa pria itu kembali ke rumahnya. Pria itu kemudian hanya termenung di ruang tamu, Vera tidak dapat dihubungi sekarang sehingga hal itu berhasil kembali membuat Rehan khawatir dan bingung.

"Re,"

Sekarang, sudah nyaris pukul delapan malam dan tidak ada kendaraan yang dapat pria itu pakai untuk kembali ke kota sehingga mau tak mau pria itu harus menunggu sampai besok hari, menunggu bus yang akan pergi ke kota.

Iya, jadwal bus yang pergi ke kota hanya ada di pagi hari. Walau begitu, setiap harinya akan ada bus yang pergi ke kota.

Mobil? Tentu ada, tapi tidak banyak orang yang memilikinya di desa tempat tinggal kedua orang tua Rehan sehingga pria itu memutuskan untuk pulang dengan menggunakan bus saja.

Rehan tidak memperdulikan panggilan itu, dia hanya terdiam sembari menyenderkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Matanya tertutup dan tangannya memijat dahinya yang terasa begitu sakit.

Kepalanya terus memikirkan bagaimana keadaan pacarnya itu.

'Dimana Mbak Vera? Atau jangan-jangan dia mendengar pembicaraan aku dengan kedua orang tuaku,' pikir Rehan.

Pria itu jelas memikirkan banyak kemungkinan yang menyebabkan pacarnya pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Kursi di samping Rehan terasa bergerak, pria itu tau bahwa sekarang ini ada seseorang yang duduk di sampingnya. Walaupun, mata pria itu tertutup.

Sebuah elusan lembut terasa di tangan Rehan, pria itu kemudian membuka matanya perlahan dan menemukan ibunya kini sudah duduk di sampingnya.

Wanita paruh bayah itu tersenyum kecil sebelum membuka pembicaraan pada putranya itu, "Re, maafin Ayah sama Ibu ya," ucap Ibu Rehan dengan pelan

Matanya kemudian berkaca-kaca dan tanpa dia sadari sebutir air mata turun di pipinya. Dengan cepat, wanita itu menghapusnya.

Rehan yang melihat hal itu ikut sedih, dia memang sedang kesal sekarang. Namun, dia tidak menyangka bahwa ibunya akan menangis sekarang ini bahkan wanita itu meminta maaf padanya.

"Nggak papa, Bu. Rehan tau kok, kalau memang umur Rehan sama Mbak Vera itu jauh. Tapi, Rehan cinta sama Mbak Vera," jelas Rehan lagi. Entah kenapa pria itu tidak bosan-bosannya menjelaskan bahwa dia amat mencintai Vera.

"Kamu beneran cinta sama dia?"

Rehan mengangguk dengan cepat sebagai jawaban.

"Bagaimana dengan dia?"

Rehan terdiam, selama ini dia tidak pernah menanyakan hal tersebut pada Vera. Entah bagaimana perasaan wanita itu padanya.

'Apakah Mbak Vera juga memiliki perasaan sepertiku?'

***

Keesokan harinya, Rehan bergegas pergi menuju tempat bus yang akan membawanya pulang.

Pria itu terlihat sangat antusias, wajah bahagia tak henti-hentinya dia tampilkan.

Kini, yang perlu dia lakukan adalah mencari Vera. Pria itu tentu tidak mau melepaskan wanita yang dia cintai itu. Walaupun, sekarang ini Rehan merasa bimbang setelah pembicaraannya dengan sang ibu kemarin. Namun, semua pikiran buruknya dia tepis karena menurutnya dia harus memastikan sendiri bagaimana perasaan Vera padanya.

Entah seperti apa jawaban wanita itu nantinya.

"Bu, aku pergi dulu ya," pamit Rehan pada ibunya.

Wanita paruh bayah itu mengantar putranya sendiri, tanpa ditemani sang suami. Ayah Rehan masih belum bisa memberikan restu pada hubungan putranya dengan Vera padahal dia sudah dibujuk oleh sang istri.

"Iya, hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai, jangan lupa hubungi Ibu atau Ayah."

Mendengar kata Ayah, Rehan pun terdiam sembari sedikit melamun. Jujur, Ayahnya memang sangat keras kepala, sama sepertinya. Namun, pria itu tidak menyangka akan mendapat penolakan yang begitu menggebu pada hubungannya.

"Kamu enggak papa kan, Re?" tanya Ibu Rehan sembari melambai-lambaikan tangannya di depan wajah anaknya itu.

Rehan kembali sadar sepenuhnya, pria itu kemudian melemparkan senyumannya pada sang ibu.

"Iya, aku enggak papa kok, Bu. Ya sudah, aku masuk dulu ya."

"Iya, hati-hati ya."

Rehan masuk ke dalam bus yang terlihat kosong, tidak terlalu banyak penumpang hari ini. Hal itu membuat Rehan amat bersyukur karena dia tidak perlu berdesakan dengan penumpang lain.

Pria itu kemudian duduk tepat di samping jendela, tatapannya kemudian terfokus pada sang ibu yang masih setia melambaikan tangan padanya.

Wanita itu terlihat cukup sedih karena harus berpisah kembali dengan putranya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro