Bab 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ucapan Rehan sebelumnya berhasil membuat Vera terpaku, bisa-bisanya Rehan ingin menjadi pacar sungguhan Vera. Mereka berdua memiliki selisih umur yang sangat jauh, 8 tahun dan hal itu tentu sangat mengganggu. Apalagi yang lebih tua adalah Vera, jika Rehan. Mungkin akan lebih dapat dimaklumi.

"Apa katamu?"

Tidak, sebenarnya Vera cukup jelas mendengar ucapan Rehan. Namun, dia hanya mau memastikan kembali. Apa yang sebenarnya Rehan ucapkan sebelumnya.

"Iya mba, saya mau mba jadi pacar saya. Lagi pula mba ga punya pacarkan?" Vera dengan otomatis menganggukkan kepalanya, padahal mereka tengah berbicara ditelepon. Jelas, Rehan tidak dapat melihat apa yang Vera tengah lakukan. "Dan saya juga ga punya pacar. Jadi apa salahnya?"

"Tapi, Re."

"Tapi kenapa mba? Hanya itu kok yang saya mau dan untuk bayarannya. Saya hanya minta sedikit untuk kehidupan dan juga kuliah saya mba. Saya masih bisa bekerja kok. Cuman tidak sebanyak sekarang. Saya ingin fokus kuliah juga mba."

Setelah mendengar penjelasan Rehan. Vera pun diam sejenak, dia perlahan mulai mencerna ucapan Rehan. Ada benarnya ucapan Rehan. Tetapi, jika mereka pacaran sungguhan. Apa tidak aneh? Apalagi mereka baru saling mengenal dan juga mereka tidak memiliki perasaan satu sama lain.

"Tapi, kita kan ga saling suka," bisik Vera, Rehan yang mendengar hal itu pun tidak dapat menahan senyumnya. Walau nada suara Vera sangat kecil. Namun, jelas terdengar ditelinga Rehan.

"Akan kita coba, mungkin seiring berjalannya waktu kita akan memiliki perasaan satu sama lain."

Shock. Hal itu yang pertama kali Vera rasakan, dia amat terkejut dengan ucapan Rehan. Apa bisa, Vera menyukai Rehan. Pria yang jauh lebih muda 8 tahun darinya.

Bukan hanya dari segi umur, tetapi juga sikap dan banyak hal tentu amat berbeda dari mereka berdua. Hal itulah yang membuat wanita berumur 30 tahun ini masih ragu meng'iya'kan ajakan Rehan untuk berpacaran.

"Jadi gimana mba?"

Tidak, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Vera. Kini wanita itu tengah sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Mba," panggil Rehan yang kemudian berhasil membuat Vera sadar dari lamunannya.

"Eh, maaf. Kenapa?"

"Jadi gimana mau ga? Atau kita coba dulu, seminggu mungkin."

Jujur, Vera tidak mau salah langkah sekarang ini. Maka dari itu, Vera terlihat begitu amat berhati-hati. Jelas, Vera tau akan banyak masalah yang mungkin muncul setelah ini. Tapi, Vera juga tidak mau melepaskan Rehan begitu saja.

"Baiklah, kita coba. Satu minggu kan?"

"Iya."

***

Langit menggelap, bukan karena akan hujan. Melainkan karena waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Seperti biasa, Vera akan pulang ke rumahnya. Pekerjaan yang sebelumnya menumpuk pun sudah selesai Vera kerjakan. Beberapa bagian mungkin harus wanita itu lakukan esok hari.

Badan yang remuk terasa amat mengganggu bagi Vera, menjadi seorang Pemilik perusahaan yang cukup besar itu memang butuh banyak perjuangan. Namun, apa yang perlu dia sesali? Dia hanya harus menjalani kehidupannya. Kehidupan terus berputar dan kita tidak boleh hanya berdiri saja.

Langkah kaki Vera terasa berat ketika sampai di mobil miliknya, sebelum sempat masuk ke dalam mobil. Sebuah tangan menahan pergerakannya.

Vera menatap bingung tangan yang tidak asing baginya, dan benar.

Pelakunya ialah Rehan.

"Loh, kamu ngapain kesini?"

"Jemput Mba hehe." Tawa khas milik Rehan seperti bahan bakar untuk stamina Vera malam ini. Stamina yang sebelumnya terkuras habis karena pekerjaan.

"Jemput? Saya bawa mobil kok. Ini." Vera menunjuk mobilnya untuk menjelaskan pada Rehan bahwa dia membawa kendaraan dan untuk apa Rehan harus menjemputnya.

"Iya tau kok mba, sini biar saya yang nyetirin." Pria berumur 22 tahun itu langsung mengambil kunci yang sebelumnya Vera pegang. "Mba pasti capek kan, jadinya biar saya yang nyetir. Ntar mba kenapa-kenapa lagi."

"Memangnya kamu bisa nyetir?" Tidak, Vera tidak ada niatan untuk menjelekkan Rehan. Namun, tentu dia harus memastikan terlebih dahulu bahwa Rehan bisa menyetir mobil.

"Bisa dong, ayuk masuk." Dengan perlahan Rehan membuka pintu mobil Vera dan menyuruh Vera untuk masuk.

"Btw, ini mobil saya loh," ketus Vera.

Rehan kembali tertawa setelah melihat reaksi Vera. "Haha, iya mba saya tau kok. Tapi kan saya yang nyetir mobil sekarang, jadi saya bakal treatment mba dengan sebaik mungkin. Okay."

Tidak ada balasan dari Vera setelah mendengat ucapan Rehan, wanita itu hanya diam sembari menahan senyumnya untuk muncul.

Rehan kemudian masuk kedalam mobil dan segera menyalakan mobil tersebut.

"Sudah pasang Seat belt kan?" tanya Rehan sembari memperhatikan Vera yang tengah duduk disampingnya.

Vera mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Rehan.

"Okay, kita balik. Tapi sebelum itu, mba mau kemana nih. Mau langsung balik atau mau kemana dulu."

"Balik aja deh."

***

Rehan menyetir mobil dengan sangat amat baik, bahkan Vera sampai tertidur di dalam mobilnya. Pria itu pun baru menyadarinya setelah sampai di rumah Vera. Pantas saja sejak diperjalanan tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulut Vera. Ternyata wanita itu sedang tertidur pulas.

Gemas, itulah yang terlintas dibenak Rehan saat menatap wajah Vera yang tengah tertidur. Wanita itu nyatanya sangat cantik, hanya saja dia jarang tersenyum. Mungkin terlalu banyak beban yang dia pikul sehingga pikirannya dipenuhi hal-hal yang serius.

Mungkin sudah sepuluh menit berlalu setelah Rehan dan Vera sampai di depan rumah Vera.

Rehan cukup bingung, apa yang harus dia lakukan sekarang. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk membangunkan Vera. Jujur, dia sebenarnya sangat tidak enak untuk melakukan hal ini. Namun, apa boleh buat.

"Mba," panggil Rehan sembari menepuk bahu Vera yang diselimuti jaketnya sendiri.

"Hmm." Vera menggeliat di dalam tidurnya dan hal itu cukup menggemaskan bagi Rehan.

Tidak, Rehan seharusnya tidak perlu memikirkan hal itu. Dia harusnya membangunkan Vera dengan cepat agar Vera dapat tertidur nyenyak di kamarnya.

"Mba." Kali ini Rehan memanggil Vera dengan nada suara yang cukup tinggi dan hal itu berhasil membuat Vera terbangun.

Vera membuka matanya dengan perlahan dan mulai memperbaiki duduknya, dia kemudian menatap keluar mobil.

Ternyata dia dan Rehan sudah sampai di rumahnya.

"Udah nyampe ya?"

"Iya udah mba."

Keduanya pun keluar dari mobil, Rehan kemudian mengembalikan kunci mobil Vera.

"nih mba, kunci mba."

Belum sempat Vera mengambil kunci tersebut, Vera pun mengajukan sebuah pertanyaan. "Kamu balik naik apa?"

"Gampang mba, sekarang mba masuk gih abis itu saya langsung pergi."

"Mobil saya bawa aja ke rumah kamu." Rehan menatap heran ke arah Vera. Dia cukup bingung dengan Vera yang dengan santainya menyuruh Rehan membawa mobilnya.

"Ga usah mba, ntar kenapa-kenapa lagi mobil mba."

Rehan menarik tangan Vera dan meletakan kunci mobil tersebut di telapak tangan Vera. Vera pun menolak kunci tersebut.

"Bawa aja, ntar kamu kenapa-kenapa dijalan. Biar bawa mobil aja, ntar besok kembaliin kesini."

"hmm, yaudah deh klo gitu. Mobilnya saya bawa ya, besok biar saya antar mba turun kerja ya."

"Iya."

"Mba besok mau dijemput jam berapa?"

"Jam 7 mungkin."

"Okay mba, saya balik dulu ya. Sampai ketemu besok."

Rehan kembali masuk ke dalam mobil dan Vera memperhatikannya hingga akhirnya mobil itu sudah tak nampak dimatanya.

Ada sedikit kebahagiaan dibenak Vera kali ini, karena dia akhirnya mau membuka hatinya sedikit dengan memberi kepercayaan pada Rehan.

Iya, mau tak mau. Vera harus bisa berubah jika mau kehidupannya lebih baik lagi.

Belum sempat Vera masuk ke dalam rumahnya, sebuah suara menahan langkahnya.

"Wah, ternyata sudah punya gandengan ya." Ucapan yang terkesan mengejek itu kembali terdengar dari suara yang tak asing ditelinga Vera.

Vera membalik tubuhnya dan mendapati Sam tengah berdiri sekitar 2 meter darinya, pria itu bersedekap sembari melemparkan senyum sinisnya pada Vera.

"Kenapa? Kamu cemburu?" Entah dapat kekuatan dari mana Vera mengucapkan hal tersebut. Wanita itu malah menantang balik Sam yang notabennya adalah pria yang tak pernah Vera kalahkan sebelumnya.

"Cemburu?" Sam sedikit berpikir sebelum akhirnya melangkah mendekati Vera. "Mungkin."

"Untuk apa kamu kesini?"

"Aku hanya merindukanmu. Apa tidak boleh?"

"Tidak," jawab Vera dengan tegas. Wanita itu menjauhkan tubuhnya dari Sam, karena jujur dia sangat tak nyaman berada dekat dengan pria itu.

"Kenapa sayang?"

"Aku sudah memiliki kekasih-."

"Pria itu?" Vera menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, aku pergi dulu."

Sam tidak terlihat seperti sebelumnya, bisa-bisanya pria yang menjabat sebagai CEO disebuah perusahaan saingan Vera itu pun pergi setelah berdebat dengan Vera.

Tidak, bukan Vera tak menyukai hal itu. Namun, ada sedikit keganjalan di hatinya tentang sikap Sam.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro