Bab 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dengan ragu Vera meng'iya'kan ajakan Rehan. Jujur, Vera tidak enak jika harus menolak ajakan pria yang berstatus sebagai pacarnya itu. Apalagi saat Rehan mengajak, pria tersebut terlihat sangat antusias dan hal itu cukup menghibur bagi Vera.

Vera yang sebelumnya sangat letih, akhirnya dapat bersemangat kembali. Seperti inilah seharusnya hubungan, saling berbagi dan memberi. Tidak hanya untuk materi. Namun juga, untuk banyak hal.

Sebagai support sistem, tentu Rehan berhasil melakukannya. Tidak ada hal yang nampak menyedihkan selama Vera bersama Rehan. Hanya ada hal-hal baru yang mulai Vera coba. Sebelumnya, kehidupan Vera sangat monoton. Hidupnya bagai seekor burung yang terperangkap pada kandangnya. Tidak ada yang spesial dan menarik.

"Mba, suka makan apa?" Pertanyaan itu dilayangkan oleh Rehan pada Vera setelah mereka baru saja masuk kedalam mobil.

Vera tidak langsung menjawab, dia menatap kearah Rehan sembari berpikir.

"Apapun yang kamu mau makan. Aku ikut," jawaban yang tentu saja membuat Rehan bingung itupun, keluar dari mulut Vera.

"Jangan ngikutin saya Mba. Entar enggak sesuai selera Mba."

"Nggak papa kok. Lagi pula saya nggak punya alergi apapun. Jadi, apapun yang kamu tawarkan pasti bisa saya makan."

"Kalaupun tidak enak?" tanya Rehan dengan tujuan bercanda.

Hal itu tentu membuat Vera sedikit mengulas senyum kecutnya. "Kamu mau beri saya makanan yang tidak enak?"

Rehan menggeleng lucu dan kemudian tertawa. "Hahaha. Tidak, saya hanya bercanda Mba."

***

Rehan dan Vera sampai di sebuah rumah makan pinggir jalan. Rehan bilang, tempat makan tersebut menjual makanan-makanan yang sangat enak dan dia bahkan hampir setiap hari makan di sana.

Rumah makan yang terlihat sederhana itu memang sangat ramai di jam sekarang, padahal waktu makan siang sudah jauh terlewati.

"Ayo, Mba." Rehan keluar dari mobil terlebih dahulu dan Vera mengikuti setelahnya.

Rehan menarik tubuh Vera untuk ikut bersamanya, masuk kedalam tempat makan tersebut.

Diluar dugaan Vera, rumah makan bernama Rumah Makan Setyo itu ternyata cukup luas didalamnya. Namun, ada beberapa meja yang masih kosong dan Vera juga Rehan memutuskan untuk memilih meja yang dekat dengan dinding.

"Mba duduk aja dulu ya, biar saya pesanin. Mba mau makan apa?"

"Samain, sama pesanan kamu aja."

"Okay, tunggu disini ya."

Rehan berjalan menjauh dari Vera yang sudah duduk dimeja yang mereka pilih. Vera menunggu cukup lama dimeja tersebut. Namun, matanya terus memperhatikan Rehan yang tengah antri memesan makanan.

Tak lama kemudian, seseorang ikut duduk dimeja Vera.

"Saya gabung ya," ucap pria berkemeja yang tiba-tiba saja duduk dihadapan Vera.

Vera mengerutkan dahinya, bingung.

"Kenalin saya Bram." Pria bernama Bram itu menyodorkan tangannya. Namun, tidak diterima oleh Vera.

Vera hanya terdiam, sebelum akhirnya Rehan datang dengan sebuah nampan bersisi piring makanan dan juga minuman.

"Heh, anda siapa!" pekik Rehan.

"Anda yang siapa?!" jawab Bram dengan nada yang tak kalah tegas.

Vera yang melihat hal itupun langsung menarik tangan Rehan untuk mendekat kearahnya.

"Saya pacarnya dia." Rehan menunjuk Vera yang tengah sedikit bergetar.

Iya, Vera memiliki sedikit trauma pada perkelahian. Hal itu tentu adalah dampak dari perlakuan kasar Sam dimasa lalu.

"Bocah kaya kamu, enggak mungkin punya pacar seperti dia," ejek Bram yang berhasil membuat Rehan naik darah.

"Apa maksud anda!" Rehan kembali mendekat kearah Bram dan menarik kerah Bram dengan cukup kuat, hal itu pun berhasil membuat Bram meringis kesakitan.

"Sudah, Re," lirih Vera. Wanita itu dengan sekuat tenaga berusaha melerai perkelahian Rehan dan Bram.

Rehan terdiam dan melepaskan Bram, pria itu kembali ke Vera dan memeluk Vera dari samping.

"Saya nggak mau ya ribut sama anda. Mending anda pergi dari sini, masih banyak meja kosong kok disini. Kenapa anda duduk dimeja saya dan pacar saya."

Bram tidak merespon ucapan Rehan, pria itu langsung saja pergi. Bukan hanya pindah tempat duduk, melainkan keluar dari rumah makan tersebut.

Setelah suasana sudah mulai membaik dan Vera sudah mulai tenang, mereka pun mulai menyantap makanan dihadapan mereka.

Vera terlihat tidak antusias pada makanan dihadapannya. Hal itu tentu membuat Rehan khawatir.

"Enggak enak ya makanannya?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Rehan berhasil membuat fokus Vera berpindah dari piring dihadapannya menjadi wajah Pacarnya yang tengah duduk disampingnya.

Sebelumnya Rehan duduk dihadapan Vera. Namun, karena kejadian tadi. Pria itu memutuskan untuk duduk di samping Vera.

"Enggak kok. Makanannya enak." Vera jujur mengatakan hal tersebut, karena sebelumnya wanita itu sudah makan beberapa sendok. Namun, tiba-tiba saja dia merasa kenyang.

"Terus, kenapa nggak dihabisin?" tanya Rehan dengan wajah khawatir.

Vera dengan jelas melihat kekhawatiran itu, sehingga akhirnya dia mengulas senyumnya agar Rehan merasa lebih baik. "Aku udah kenyang."

Tangan Rehan terangkat dan mengelus surai hitam milik Vera. "Kalau memang Mba ada apa-apa, jangan sungkan cerita ke saya ya. Saya mungkin enggak bisa berbuat banyak. Tapi, saya pastikan. Saya akan selalu bersama Mba." Ucapan tulus Rehan tersebut, terdengar sangat menyentuh hati Vera.

Dia baru kali ini mendengar ucapan seperti itu, tentu ada rasa tersendiri yang mulai memasuki hati Vera. Namun, wanita itu sedikit menyangkalnya. Dia takut terlalu terbawa suasana dan hal itu akan menghancurkan pertahanannya.

Vera tentu tidak mau dihancurkan untuk kedua kalinya, sudah cukup masa lalunya memberi pelajaran terbaik untuk kehidupannya sekarang ini.

***

Rehan dan Vera sudah kembali ke rumah Vera, memang setelah makan mereka langsung pulang. Rehan takut Vera kecapekan sehingga dia memutuskan untuk membawa pacarnya tersebut pulang.

"Besok mau diantar jam berapa?" tanya Rehan kepada Vera. Mereka masih berada didalam mobil karena baru saja mereka sampai dihalaman rumah Vera.

"Besok ya?" Vera berpikir sejenak dan kemudian mengeluarkan sebuah buku kecil dari tasnya. Dia terlihat sibuk membuka lembaran buku tersebut. "Nah, besok saya kekantor jam sepuluh."

"Jam sepuluh?" tanya Rehan dengan nada sedikit pelan.

Vera mengangguk sebagai jawaban dan menatap kearah Rehan yang tengah berpikir.

"Saya besok ada rencana mau ke kampus sih, Mba. Tapi, bentar aja. Saya mau ketemu dosen. Mba mau ikut?" ajak Rehan dengan tiba-tiba. Hal itu tentu membuat Vera bingung dan tak mampu menjawab apapun. "Enggak lama kok mba. Paling 10 menitan doang."

Tidak ada jawaban dari mulut Vera, wanita itu bukannya tidak mau ikut. Hanya saja dia merasa tidak enak jika harus ikut ke kampus Rehan.

"Tapi, kalau Mba enggak mau juga enggak apa-apa kok. Besok setelah dari kampus, saya akan langsyng menjemput Mba."

Vera tetap diam mendengar ucapan yang terus-terusan keluar dari mulut Rehan. Kampus Rehan memang cukup dekat dari kantor Vera sehingga seharusnya jika pergi dari kampus Rehan akan lebih cepat sampai ke kantor Vera.

Vera menatap Rehan yang tengah terdiam sembari menunggu jawaban Vera. Rehan tidak pernah memaksa Vera untuk setuju atau mau dengan pilihan Rehan. Hal itu menjadi poin terbaik yang dimiliki pacarnya tersebut.

"Iya, saya mau ikut ke kampus kamu." Jawaban Vera yang tiba-tiba itu berhasil membuat Rehan terkejut.

"Beneran, Mba?" tanya Rehan, memastikan apa yang dia dengar sebelumnya.

"Iya."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro