13 | out of my mind

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng




"jadi . . . hwang hyunjin?"

sang pemilik nama hanya sanggup menundukkan kepala. laki-laki itu terlihat begitu menyesal.

"maaf karena telah berbohong," hyunjin menggeleng pasrah, obsidiannya masih setia terpatri pada lantai marmer yang ia pijak. "aku tidak menyangka jika hal yang telah kulakukan bersama teman-temanku akan berdampak seserius ini. semua itu hanya permainan belaka . . . sungguh."

"permainan, ya?" potong chris malas.

entahlah, suasana hati laki-laki itu berubah menjadi masam setelah melihat wajah yang lebih muda.

"lalu, apakah kau menyesal?" tanyanya lagi.

"tentu saja," angguk hyunjin cepat. "kau tahu, tuan, betapa sulitnya bagiku untuk memejamkan mata . . . ketika seungmin harus terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit? aku merasa bersalah, merasa berdosa. aku benar-benar takut. meskipun percobaan bunuh diri yang dilakukannya terjadi atas kuasanya sendiri, kami tetap ikut andil, bukan?"

mencondongkan tubuhnya, chris menatap remaja itu serius sebelum memiringkan kepala. "jika memang begitu, apakah kau tahu apa yang harus kau lakukan setelah ini?"

laki-laki itu terdiam.

"ragu?" tantangnya penuh sarkasme. "tuan hwang, kalau kau benar-benar menyesali perbuatanmu, aku rasa kau sudah tahu jawabannya—"

"—aku akan memohon ampun. bersujud di hadapan keluarga kim, bila perlu. aku benar-benar menyesal. cara apapun akan kutempuh, asalkan bisa menebus dosaku," nafas hyunjin tercekat, sedikit tidak terima dengan kata-kata chris yang memojokkannya.

"baiklah," sang aparat menghela nafas. "aku tak tahu hukuman seperti apa yang akan kau dapatkan nanti, karena hal tersebut berada di luar kuasaku sebagai seorang detektif. tapi kuharap, kau dapat memegang omonganmu sendiri."

ia kembali menundukkan kepala.

"oh, ya. apakah kau sudah menghubungi changbin dan felix setelah penangkapan mereka?" tanya chris sambil mengisi formulir yang di papan jalan.

"belum," hyunjin membuang muka.

"kau marah, karena mereka menyebut namamu?"

"tidak sama sekali," balas remaja itu segera, meski intonasinya tetap terkesan santai. "aku justru merasa bersyukur karena mereka memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. dengan begitu, maka tidak akan ada perasaan yang mengganjal lagi. mungkin akan mengajak mereka bertemu setelah pulang dari tempat ini."

segera, detektif itu menghentikan goresan penanya sejenak, sedikit tidak percaya dengan bualan manis yang terlontar dari mulut si pendusta.

begitu palsu, monolog chris dalam hati. sepertinya, serigala berbulu domba pun tidak akan berperilaku semanipulatif itu.

sebelum chris bisa melanjutkan percakapan mereka, seseorang telah terlebih dulu membuka pintu ruang wawancara dengan sebuah tatapan yang tak mampu ia artikan. seperti biasa, kim woojin dan segala belas kasihnya.

"tuan hwang, kau sudah diperbolehkan untuk pergi meninggalkan ruangan," angguk sang senior tanpa sekalipun menemukan pandangan. "staff kami akan segera menghubungi kedua orangtuamu terkait perkembangan kasus kim seungmin."

"terima kasih banyak untuk hari ini, tuan," hyunjin segera membungkuk sembilan puluh derajat sebelum beranjak keluar.




P S Y C H O




"ayah dan ibu dapat kembali terlebih dulu," angguk hyunjin yakin setelah tiga anggota keluarga hwang tersebut berhasil menghirup udara bebas. "terdapat beberapa hal yang harus kuurus."

"ibu mengerti. apa kau akan baik-baik saja?" tanya sang ibu sembari mengusap pucuk kepala.

"hm, tentu saja. aku hanya ingin menemui changbin dan felix."

menyalakan cerutu yang tersimpan rapih di dalam saku, tuan hwang menghembuskan racun tubuh itu sebelum menatap hyunjin dengan remeh. pintu hati laki-laki itu sudah tertutup, dan sepertinya tak akan pernah terbuka lagi.

"ayah peringatkan sekali lagi — jangan pernah kau melakukan hal bodoh untuk kesekian kalinya. ayah benar-benar muak dengan kenakalanmu," sahutnya acuh sebelum berjalan meninggalkan sang pewaris tunggal, membuat istrinya berlari tergopoh-gopoh meski mengenakan hak tinggi.

cih. dasar keparat.

hyunjin terkekeh pelan, mengusap wajahnya kasar setelah terlalu lama bersandiwara. persis seperti sebuah boneka.




P S Y C H O




di sisi lain, seorang remaja yang baru saja pulang sekolah justru dihadiahi keberadaan sang ibu yang tengah duduk termenung di meja makan.

"ibu," jeongin mengerjapkan matanya terkejut. "apa yang sedang ibu lakukan disini?"

"hm? tidak ada," geleng perempuan itu santai.

sedikit merasa tidak nyaman, jeongin menggaruk tengkuknya canggung sebelum berjalan mengambil minuman dingin di kulkas. "biasanya, ibu menjaga seungmin hyung di rumah sakit sampai malam hari. aku baru saja berniat untuk berganti baju dan pergi menyusul."

"kalau begitu, kita bisa pergi bersama," angguknya kontras. kemudian, nyonya kim menepuk salah satu kursi kosong yang ada di sampingnya dan memberi gestur sang anak untuk mendekat. "duduk. ada yang ibu ingin bicarakan denganmu."

"ada apa, bu?"

"semalam, saat hedak mengambil minum, ibu tidak sengaja melihatmu mencari sebuah kotak sepatu . . . apakah kau mengetahui sesuatu tentang seungmin yang ibu tidak ketahui?"

obsidian jeongin membulat sempurna. "a-apa yang ibu maksud?"

"katakan saja, nak. ibu berjanji tidak akan marah."

ia menggigit bibirnya. haruskah?

suasana apartemen keluarga kim mendadak sunyi. satu-satunya yang dapat terdengar adalah gesekan kursi meja yang terdorong ke belakang ketika sang bungsu mengambil posisi.

"baiklah," jeongin menghela napasnya. "aku kembali ke jembatan dimana seungmin hyung melompat—"

"—yak, kim jeongin! mengapa kau melakukan hal yang sangat berbahaya seperti itu?!"

"aku hanya ingin mencari kebenaran, bu!" balasnya tak kalah kencang. "aku . . . aku hanya mempercayai kedua mataku sendiri."

nyonya kim hanya sanggup mengusap dahinya dan mengangguk lemah. pula, ia tahu betul bagaimana hancurnya sang anak ketika mengetahui kebenaran yang terjadi. "kemudian?"

"aku menemukan sebuah tali sepatu yang tekubur tidak jauh dari lokasi. tali sepatu yang sama seperti milik hyung saat melakukan percobaan bunuh diri."

"mengapa kau begitu yakin itu miliknya?" ibunya menatap jeongin bingung. "sepatu yang seungmin kenakan ada disini — tersimpan rapih dengan tali-talinya."

"aku yang membelikan hyung sepatu itu. aku tahu betul bagaimana bentuknya," geleng jeongin cepat. "lagipula, teksturnya sedikit hancur, seperti pernah terendam di dalam air untuk beberapa saat."

kini gilirannya menutup mulut.

"awalnya, aku tidak yakin untuk memberitahu ibu karena belum menemukan bukti yang benar-benar valid, tetapi, aku juga tidak ingin mengambil resiko bila memang terdapat pihak kedua yang ikut andil dalam insiden ini."




P S Y C H O




kembali di ruang investigasi, laki-laki bermarga bang itu menggelengkan kepalanya tidak nyaman sebelum menyenderkan tubuh di kursi.

"aneh," tatapnya tajam pada woojin yang berancang-ancang untuk menutup pintu. kemudian, laki-laki itu melanjutkan, "maaf, jika apa yang akan aku katakan terkesan lancang. tetapi, dapatkah aku menanyakan sesuatu padamu, sunbae?"

"ada apa?"

"setelah perundungan yang hwang hyunjin lakukan, apakah ia dan teman-temannya dapat dijebloskan ke dalam penjara?"

"sejujurnya aku tidak yakin," woojin mengedikkan bahu. "bagaimanapun juga, mereka masih dibawah umur. sepertinya, penerapan skorsing dan program pengabdian masyarakat sudah lebih dari cukup. ya, lagipula, mereka mengakui kesalahannya, kan?"

yang lebih muda mengacak rambut kasar.

tidak . . . bukan akhir seperti ini yang kim seungmin pantas terima. hidup memang tidak adil, tetapi, apa dirinya harus menyerah dengan keadaan dan mulai membiasakan diri? apakah tak ada takdir yang lebih baik?












author's note:
sebenarnya aku nggak pernah melabelkan
karakter-katakter dalam buku ini, aku cuma ingin memproyeksikan berbagai jenis cinta. ada yang manipulatif, yang berbeda dan sesama, yang tulus
dan yang palsu . . . dan menurutku, ini cukup
penting untuk pengembangan cerita. anyway, ada yang mau berspekulasi chapter selanjutnya bakal seperti apa? 🤔🤔🤔🤔

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro