14 | calm before storm

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



"kondisi anak anda sudah stabil," suara dokter yang bertanggung jawab masih tergiang meskipun telah meninggalkan ruangan. "saat ini, segala keputusan berada di tangannya. kami para dokter hanya dapat menunggu kapan pasien memberanikan diri untuk membuka mata."

menatap tubuh seungmin yang masih terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit, nyonya kim menghela napasnya lelah sebelum menggenggam tangan sang anak.

"jangan khawatir, nak," lirih perempuan paruh baya itu. "ibu dan jeongin akan memerjuangkan keadilan untukmu hari ini. satu-satunya cara agar kau dapat berkontribusi, adalah memerjuangkan kesehatanmu selama kami pergi."

sang suami tersenyum sembari mengusap pundak istrinya, membuat jeongin hanya mampu menahan tangis atas pemandangan menyesakkan kedua orang tuanya dari pojok ruangan.

pada akhirnya, mungkin keluarga kecil mereka tidak memiliki semua harta yang ditawarkan dunia, tetapi bersama — rasanya sudah lebih dari cukup.

"bangunlah kapanpun kau siap," angguk tuan kim penuh cinta. "kami selalu disini untuk memberikan pelukan terhangat."




P S Y C H O




menatap dua orang laki-laki di hadapannya, hyunjin menyeringai remeh sebelum menggelengkan kepala. alih-alih menunjukkan rasa takut, remaja itu tidak lagi dalam bahaya — ia, adalah wujud marabahaya yang sesungguhhya.

"kalian . . . mengaduiku, ya?"

hyunjin tertawa kencang, membuat changbin dan felix semakin merapatkan bibir mereka.

"ah, kalian ini," tawanya berhenti. "aku benar-benar tidak habis pikir—"

bug! sebuah pukulan terhujam, menjatuhkan salah satu pengkhianatnya ke tanah. seorang yang diberi ampun, segera bertekuk lutut dengan kedua tangan yang memohon tanpa kuasa.

"m-maafkan kami," rintih felix panik. gesekan antar telapaknya semakin cepat. "kami dipaksa oleh tuan bang untuk—"

"bangun."

changbin mengusap darah yang mengotori sudut bibirnya. "a-apa?"

"aku bilang, bangun."

mereka yang berada di hierarki lebih rendah, segera melakukan apa yang diinstruksikan.

"kau masih ingat, apa yang pernah aku katakan pagi itu?" hyunjin menyenderkan tubuhnya ke dinding, kemudian menyulutkan sebatang rokok yang baru ia buka. "ingatlah kata-kata ini dengan baik. aku tidak pernah membunuh kim seungmin. begitu pula kalian berdua. tidak ada satu orangpun yang menyuruhnya untuk mati."

changbin dan felix saling beradu pandang. "tetapi, bagaimana dengan . . ."

"polisi itu?" remaja tersebut menghela napas kasar, menatap kepulan-kepulan nikotin yang bercumbu dengan udara yang semakin dingin. "detektif tidak memiliki wewenang untuk menentukan hukuman. anak-anak dibawah umur seperti kita tak akan bisa dijerat pasal yang serius. maksimal, membersihkan kamar mandi selama satu bulan."

"jadi . . . kita akan selamat?" obsidian felix berbinar lega.

"ya, tentu saja,"

hyunjin menatap changbin dengan pandangan yang sulit diartikan, sebelum melempar puntung tersebut masih menyala ke aspal dekat kakinya.

kepercayaan, kini telah berubah menjadi manifestasi dari permainan mengerikan. kepercayaan, tidak lagi perihal siapa yang jujur, tetapi siapa yang berpotensi dipergunakan dalam jangka waktu paling lama.

"kecuali salah satu dari kalian berniat untuk kukirim ke neraka."




P S Y C H O




setelah mengunjungi sulung kim, sepasang ibu dan anak itu kini telah berjalan memasuki kantor polisi, membawa sebuah tas berukuran sedang berisikan bukti-bukti yang mungkin dapat menguatkan salah satu dugaan terbesar mereka.

"selamat pagi, tuan bang," sapa sang ibu sebelum menaruh barang-barang tersebut di atas meja.

chris, yang baru saja menikmati kopi pertamanya, segera menaruh cangkir tersebut di atas nakas dan menatap bungkusan itu secara bergantian. "nyonya kim, ada yang bisa kami bantu?"

"aku mengerti jika penyelidikan kasus anakku akan segera berhenti bila tidak ada perkembangan lebih jauh," lanjutnya. "jadi, kami membawakan beberapa barang yang mungkin dapat menjelaskan berbagai kejanggalan waktu itu."

dengan bantuan juyeon, chris menjejerkan barang-barang tersebut di meja dan menatapnya dengan serius. buku tulis, perban bekas dengan noda darah kering, sepasang sepatu sekolah dan satu tali ekstra yang terlihat lusuh.

"bisa anda jelaskan?" ia menaikkan alisnya.

"bertepatan dengan perban bekas, aku tidak sengaja menemukan sebuah catatan harian yang tergeletak
di dalam kamar hyung," ucap jeongin mantap. "kau dapat membacanya sendiri."

shadow
"sisi gelap manusia yang tidak ingin mereka
akui dan selalu berusaha mereka sembunyikan, baik
dari dirinya sendiri maupun orang lain."

chris mengangguk paham, mengamati setiap huruf yang tergores berantakan di atas kertas.

"selama ini, hyung menyembunyikan rasa sakitnya dari kami semua. aku tahu betul jika dirinya tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler berat yang dapat berpotensi memberikan cidera luka, jadi, dari mana luka sebesar itu berasal?"

air mata sang ibu perlahan membasahi pipinya.

"dan ini," jeongin terdiam sesaat. "adalah sepatu yang hyung kenakan saat ditemukan di bantaran sungai. sepatu yang sudah terbuka . . . dan tersusun dengan rapih di pinggir jembatan. terlihat seperti percobaan bunuh diri biasa, betul?"

ruangan tersebut tak lagi bersuara. juyeon, woojin dan beberapa petugas lainnya, hanya dapat terdiam sambil mencerna setiap kata si remaja.

"suatu ketika, aku memutuskan untuk menyambangi jembatan itu. mereka-reka betapa dinginnya suhu air yang menusuk tubuhnya. betapa sakitnya, bila harus terjatuh dari ketinggian yang tidak mampu dihitung oleh nalar manusia. mampukah aku terdiam saja? aku . . . harus berjuang, bukan?

kemudian, tanpa sengaja aku menemukan tali ini. sebuah tali sepatu yang sama, seperti yang terikat di sepatu yang hyung kenakan. bagaimana caranya mereka berlipat ganda? apakah mungkin, terdapat oknum lain yang merekayasa kejadian itu?"

"apakah kau yakin dengan pernyataanmu ini?" chris menatap jeongin serius.

"aku tidak dapat berspekulasi lebih jauh," balasnya tajam. "namun, tidak ada yang tak mungkin. lambat laun, semua orang akan melupakan kasus ini, tetapi tidak dengan keluarga kami. keluarga kami masih harus menderita. kau dan aku mengetahuinya lebih dari siapapun, tuan."

"sejujujurnya, aku tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman kepada para pendosa yang telah menghancurkan kakakmu," chris menguatkan genggamannya pada sepatu tersebut. "tetapi, akan kupastikan jika pengawalan kasus ini tidak berhenti disini."

jeongin mengangguk puas.

"okay, deal."




P S Y C H O




"yak, disana!"

suara lenguhan sirine semakin memperkeruh suasana pencarian malam itu. tim sar yang tergabung mulai menemukan titik terang tentang keberadaan seorang siswa yang tenggelam, dibuktikan dengan siluet figur yang mengapung di permukaan air.

"angkat!" teriak pemimpin dari maka. "cepat, angkat tubuhnya!"

melepaskan pandangannya sesaat, kim woojin hanya mampu memijit kedua pelipisnya sambil menunduk ke bawah. ia benar-benar lelah malam ini.

semuanya berjalan seperti biasa, hingga penglihatan periferal dewasa muda itu terhenti pada sebuah tali sepatu di dekat tempatnya berdiri.

"sial, sial, sial!" gumam sang polisi dalam hati.

segera, woojin mendekatkan dirinya menuju benda tersebut, kemudian menguburkannya asal dengan mengais tanah menggunakan alas sepatu.

"apa yang sedang kau lakukan, sunbae?" tanya chris setelah memastikan jika siswa yang tenggelam telah dilarikan ke rumah sakit.

"b-bukan apa-apa," geleng laki-laki itu cepat. manik ragunya berkeliaran tak pasti. "aku hanya merasa . . . lelah. ya, itu."

entah apa yang menyihirnya, chris pun menggangguk tanpa curiga. "baiklah, jangan paksakan dirimu."

menatap punggung lebar chris yang menjauh, woojin menghela napasnya lega. tidak ada seorangpun yang boleh mengetahui insiden malam ini.

tidak ada.












author's note:
fast update karena aku bosan 😂 semoga kalian
suka ya! by the way, ada yang udah pernah curiga sama woojin? atau baru hari ini? jangan lupa share
di kolom komentar ya! 🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro