Putra Yakuza 6 part 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Putra Yakuza

Chapter 6 part 1

Karakter Masahi Kishimoto

Cerita CupChocochip

JANGAN COPY FANFIC INI

Perjalanan dalam mobil terasa sangat sunyi. Semua tengah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Apa yang baru saja terjadi tidak semerta-merta dapat terlupa dengan mudah. Tidak ada yang mengantuk di antara mereka, semua tanpak siaga. Bahkan untuk pemimpin mereka, Sasuke Uchiha.

Masih teringat jelas di benak mereka. Kejadian beberapa saat yang lalu. Saat ketegangn memuncak. Pertempuran yang mereka kira ada depan mata, ternyata tidak terjadi.

Mobil Dam Trek yang menabrak mobil mereka di jalankan menggunakan kemudi otomatis. Dimakasudkan sebagai alat pembunuh masal tanpa ada korban dari pihak lawan. Sungguh pengecut murahan.

"Sasuke-sama, boleh saya bertanya? Bagaimana Anda tahu bahwa akan ada serangan malam ini?" tanya Haru, setelah selesai dengan urusanya, untuk mengabari kondisi mereka pasca penyerangan pada kantor pusat.

"Kau tahu mobil yang merah yang mengikuti kita sampai belokan terakhir. Mobil itu terlalu mencurigakan, seharusnya ia tidak menyerah semudah itu saat membuntuti seseorang. Saat itu aku menduga, bahwa tugasnya telah selesai, dan akan diteruskan oleh yang lain. Ternyata tebakanku benar. Dua truk itu adalah jawabanya."

"Jadi mobil merah itu yang memastikan bahwa kita benar-benar akan melewati rute yang menjadi lokasi pembantaian," kesimpulan Haru kemudian.

"Ya, awalnya aku mengira begitu. Namun aku memiliki pikiran lain. Mobil merah itu yang menggiring kita menuju tempat kejadian. Seperti serigala yang menggiring para domba untuk kembali ke kandangnya.

"Dua rute berbeda yang mungkin kita ambil sebagai jalan pulang, telah mereka ketahui. Kecelakaan yang terjadi tepat di belokan Jl. Daruma, membuat kita hanya punya satu rute jalan yang dapat dilalui untuk pulang.

"Saat kita melintas di depan belokan tepat di samping mobil yang kecelakan, aku tidak sengaja mengawasi plat mobil hitam yang menabrak pembaatas itu. Kemudian saat mobil merah yang membuntuti kita datang, aku menyadari, keduanya memiliki plat nomor yang hampir sama, dan hanya berbeda satu angka pada bagian paling belakangnya. Setelah kejadian ini, aku tahu, mereka sedang menjulurkan lidah pada kita," penjelasan terakhir Sasuke, membuat semua orang dalam mobil merinding takut, sekaligus kagum dengan kemampuan Sasuke dalam hal analisa.

Kecuali Naruto, yang masih saja dengan pandangan kosong, menatap jalan di depannya. Tanpa ekspresi bahkan tidak ada tanda-tanda bahwa ia mendengar penjelasan yang baru saja dikemukakan Uchia muda.

"Minumlah." Sasuke menyerahkan botol air mineral pada Naruto. Nyonya muda itu hanya menengok sedikit sebelum menggelng dengan lesu. Ngantuknya hilang, tergantikan rasa was-was, dan ketakutan yang harusnya sudah dapat ia waspadai. Karena sudah tugasnya untuk menjadi target kengerian Neji. Sehausnya ia tidak seterkejut ini. Namun, seolah otaknya berpikiran lain dari kehendak semula. Ia kini merasa sangat takut kehilangan nyawa. Karena saat ini dirinya tidak sendiri, ada dua nyawa yang ia bawa. Dan nyawa kedua itu lebih beharga dibanding segalanya di dunia.

"Minum Naruto! Untuk bayimu," bujuk Sasuke sekali lagi.

Nauto melunak. Menyerah dalam embel-embel keselamatan anaknya. Dia mengambilnya perlahan untuk ia minum dengan hati-hati. Sangat sedikit, hingga ia kehilangan nafsu lagi.

Sasuke memandang Naruto dalam tatapan iba. Bagaimana perempuan tegar itu, dapat berubah lemah dalam sekejab mata. Apa karena bayi mereka? Seorang ibu harusnya lebih tegar dari ini. Sedang seorang Ayah, harusnya mampu memberikan rasa aman pada keluarganya.

-Hey, I LOVE KOMENT-

Sesampainya di kediaman Uchiha. Semua orang tela menunggu. Tidak ada yang tidur saat ini. Bahkan Sakura, yang langsung menghambur pada pelukan suaminya.

"Apa kau tidak apa-apa? Ada yang terluka?" tanya Sakura hampir meangis.

Naruto yang sedang tidak ingin menambahi beban hati, memilih pergi. Menuju tempat tidurnya sendiri untuk mencari ketenangan.

"Aku tidak apa-apa. Kembalilah ke kamarmu," katanya pada Sakura.

"Kau tidak bersamaku malam ini?" Sakura memegang tangan suaminya, menghentikan langkah Sasuke yang hendak meninggalkanya sendiri, dengan para pelayan di ruang tengah yang juga masih terjaga.

Sasuke tidak berbalik. Memilih berhenti dari langkah yang ia rencanakan, untuk mengembuskan napas perlahan.

"Cobalah memahami. Saat kau menyetujui rencana pernikahan ini, kau juga harus menerima konsekuensinya. Aku bukan hanya milikmu," setelah kata terakhir itu, Sasuke langsung melesat pergi. Meninggalkan Sakura yang diselimuti kekecewaan yang besar. Pada suami yang bukan hanya miliknya sendiri.

Sampai di kamar sunyi, tempat Naruto yang duduk sendiri di atas futon yang telah tergelar rapi. Sasuke mendekat, berlutut, memeluk Naruto dari belakang, untuk membuatnya merebahkan diri.

"Tidurlah," perintah yang sangat halus keluar dari Uchiha muda.

Naruto tidak sanggup lagi menahan keresahan. Dalam dekapan suami yang kini memeluknya dari belakang dalam posisi tidur mereka. Ia mulai angkat bicara.

"Apakah saya dapat melindunginya? Apakah saya bisa membuatnya tetap hidup sampai dilahirkan?"

"Kenapa kau berpikir seperti itu? Kau pikir aku akan membiarkanmu dan anakku celaka?" tandas Sasuke masih dalam nada santai yang sama.

"Apakah Tuan akan melindunginya?" tanya Naruto.

"Kau meragukan kemampuanku?"

"Saya meragukan niat Tuan."

Sejenak kesunyian menyelimuti, sebelum Sasuke menyuguhkan jawaban. "Niat?"

"Saya masih berpendapat, Tuan tidak sepenuhnya ingin melindunginya. Dia hanya seperti jalan penghubung untuk menghancurkan salah satu musuh anda," kata-kata yang terlalu jujur.

"Jadi sekarang kau mencoba menebak diriku?" ujar Sasuke, menggunakan nada dingin tak berperasaan. Juga sedikit tekanan akan adanya api kecil amarah yang tersulut.

"Saya hanya menerka," jawab Naruto. Sudah lelah untuk membohongi diri.

"Anakmu, anakku. Apa bedanya itu. Bila kau terus berpikir bahwa kau satu-satunya yang menginginkaannya hidup—"

"Saya berpikir." Degan lancangnya Naruto menyela perkataan dari si pria. Namun, Sasuke agaknya tidak menimbali kelakuan buruk istrinya, dan membiarkan wanita itu meneruskan pembicaraan mereka, "Apabila Sasuke-sama berhasil memenangkan pertarungan ini, apa yang akan terjadi pada kami? Bahkan, meskipun kami mati dalam prosesnya, akan tetap menjadi kemengan rencana Anda. Untuk menempatkan saya, pada posisi istri yang sebenarnya tidak nyata."

Ssauke tersdiam, tidak menaggapi. Ia bergeming dalam posisi, menunggu keluarnya semua isi hati Naruto. Hingga menuntaskan semua, prahara yang menyebabkaan beban di hatinya.

"Namun saya minta satu kali ini. Lindungi anak Anda. Sampai ia lahir, saya mohon lindungi dia. Anda boleh menyingkirkan saya, setelah dia sampai di dunia. Selamatkan anakku, Sasuke-sama. Biarkan dia hidup.

"Tidak apa-apa, bila Anda tidak mengakuinya sebagai seorang anak. Namun berikan dia kehidupan, biarkan dia hidup. Dan selamnya saya tidak akan pernah melupakan kebaikan Anda."

Sasuke beranjak, duduk, dan membuat Naruto berbalik menghadap dirinya. Posisi mereka kini saling berhadapan dan duduk di atas futon yang baru mereka tempati. Sasuke memandang Naruto dengan ekspresi yang tidak dapat ditebak. Lain dengan Naruto yang tidak berani menatap sang suami, dan memilih menunduk takluk dalam takut.

"Aku bermimpi, di pagi yang cerah, aku berdiri di antara pepohonan tinggi. Saat angin berhembus menerbangkan daun kering dari atas pohon rindang. Dari kejauhan terlihat seorang anak. Dia tersenyum padaku. Aku memanggilnya, tapi tidak ada suara," Sasuke mulai bercerita.

Naruto mencoba memberanikan diri, menatap wajah Sasuke yang tetap datar. Walau cerita yang kini mengalir, mungkin bukanlah pembahasan yang biasa-biasa saja. Karena terucap dari sosok pendiam Uchiha muda.

"Dia tidak menghiraukan aku yang memanggilnya, masih tersenyum, anak laki-laki berambut hitam pekat biru gelap, berumur sekitar tujuh tahun itu mulai melambai padaku, menatapku dengan mata mutiaranya. Mata putih bercahaya semu, mutiara kelam Hinata. Melihatku dengan kerinduan yang abadi.

"Aku terbangun dengan perasan tersekat. Perasaan aneh untuk sosok yang bahkan belum pernah aku jumpai. Anak yang telah mati bahkan sebelum mencapai bumi. Ia menatapku, menengadah, dan meminta pengakuan." Sasuke mengahiri cerita dalam tawa getir. Semburat penyesalah terlihat dalam matanya.

"Mimpi yang bodoh. Namun ... menyakitkan," lanjutnya, kemudian menarik satu embusan napas penenang hati, dan memilih untuk meneruskan penjelasannya lagi, "Dengan ini, apa kau masih akan mengira, aku akan membiarkan anak keduaku untuk terbunuh di tangan orang yang sama? Kau masih mengira aku akan mengalah dan membiarkan tangan kotornya menyakiti mereka yang aku lindungi? Tidak akan Naruto. Kau terlalu meremehkanku. Kau menganggapku lemah, untuk menyebutku, seseorang yang tak mampu melindungi." Nada penyesalan itu, kini terganti dalam kekecewaan.

Ia menatap Naruto menanti reaksi. Sedang yang ditatap kini, masih tertunduk lesu. Menahan gejolak kehangatan baru, kehangatan dari perlindungan.

"Saya, saya hanya ... takut." Satu kata terakhir Naruto, tersekat oleh suara tangis keras yang berhambur bersama air mata. Naruto sudah tidak peduli dengan sosok yang kini mulai mendekaat padanya. Ia hanya ingin meringankan hatinya yang berat oleh perasaan takut. Takut kehilangan anaknya, takut menghadapi kematiannya. Satu-satunya yang mungkin dapat meringankan bebanya adalah dengan mengeluarkan air mata yang ia miliki sebanyak-banyaknya.

Namun kini ada perasaan baru. Saat hangat mulai menyebar pada pori-pori kulit yang masih terbungkus pakaian pesta. Sebuah tubuh lain kini menempel bagai selimut bulu hangat yang menenagkan saat badai salju.

Sasuke dan tubuh besarnya, merengkuh Naruto dalam sekali jangkauan. Menenagkan, menentramkan, menghangatkan, dan menyenagkan.

"Bila mungkin aku dapat. Ingin aku akhiri ini segera. Namun, akan selalu ada tahap. Saat semua berjalan sesuai rencana. Pada akhirnya, aku ingin kau yang bersamaku. Mengakhiri ini bersama, hidup ataupun mati," bisikan lirih Sasuke, pada Naruto yang mulai tenang dalam pelukan mereka. Mengakhiri pembicaraan panjang mereka, pada malam mencekam itu.

TBC part 1

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro