Putra Yakuza Tamat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PENGUMUMAN PENTING!

untuk membuka Chapter 7 - 23 Putra Yakuza  , bisa langsung ke 

Karyakarsa Gratis (untuk chapter 1-10)

Ada yang dalam bentuk web, ada pula yang bentuk aplikasi yang bisa didownload di playstore.

Monggo bisa mampir. Dengan judul dan cover yang sama.

Judul : Putra Yakuza (SFN) TAMAT

Penulis : cupchocochip

Semoga bisa memudahka teman-teman yang ingin baca cerita ini...

Putra Yakuza

Chapter 7

Karakter © Masahi Kishimoto

Cerita © CupChocochip

JANGAN COPY FANFIC INI

Langit gelap. Lampu dari beberapa deteran toko telah menyala terang, dengan warna-warni pengundang para pengunjung untuk masuk dan menikmati kota Saitama di malam hari.

Naruto berjalan sendirian. Suatu pemandangan langka, saat nyonya muda itu tak ditemani para pengawalnya.

Alasanya senderhana. Dia kabur dari kediaman Uchiha.

--------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa jam yang lalu, saat semua orang tengah menikmati pesta yang telah terselenggara. Naruto yang ada di dalam kamar mengecek jam dalam smartphone yang kini menunjukan jam 15.00.

Ia segera berdiri dari tatami yang ia duduki. Beranjak menuju ruang ganti pakaian sebelah kamar mandi. Mengawasi bayak sekali yukata yang tertata rapi di sana. Juga pakaian pengawal jas hitam yang biasa ia kenakan saat bertugas.

Naruto menanggalkan yukata motif kipas yang ia pakai. Satu persatu namun pasti, pakian itu terjatuh dari tubuhnya dan mencapai lantai. Terlihat di depan kaca, perut buncit yang belum terlihat besar. Naruto mengelusnya beberapa kali, sebelum kembali mengfokuskan diri pada kegiatan yang hendak ia lakukan.

Kemeja putih, celana hitam, dan jas hitam. Mencari dalam berangkas sebuah pistol otomatis hitam miliknya, kesayangan yang sudah lama tak ia sentuh dan gunakan. Kini ia ambil dan simpan dalam jas yang ia kenakan. Rambut panjang telah terikat tinggi, juga sepatu hitam mengkilap yang kini terpasang rapi. Simbol kembalinya Naruto, si petarung handal untuk menantang lawan menuju arena.

Dengan berbekal pengetahuan mengenai tempat paing aman untuk melarikan diri dari istana Uchiha. Naruto melompat pagar tinggi yang bebas CCTV karena terhalang pohon tinggi di depannya.

Satu hentakan terjadi, saat sepatunya bertemu dengan aspal keras. Tegak berdiri dari kejatuhnya menuju dataran yang lebih rendah setelah panjatan pagar tempatnya menyelinap. Mengibarkan sayap kebebasan dari belenggu Uchiha untuk menantang marabahaya.

Hingga sampailah dirinya di tepat perjanjian. Tanah luar daerah kekuasaan Uchiha. Saitama.

Satu dorongan keras pintu besar dan berkarat sebuah gedung tua. Gudang tak terpakai yang sunyi sepi di kawasan para preman. Naruto mengambil napas dalam-dalam satu kali. Kemudian memberanikan diri untuk masuk lebih dalam.

Sebelum dapat melangkah lebih jauh, pintu di belakanganya tertutup sendiri dengan suara keras. Membuka mata-mata yang tertutup, mewaspadakan tiap pistol yang telah dalam mode siaga. Alaram tanda bahaya.

Sunyi.

Bahakan suara jangkrik pun tak terdengar dalam gudang dengan banyak besi tua berkarat berserakan. Tak seharusnya seperti itu. Seolah aura mengerikan yang kini menguar di segala penjuru, bahkan dapat membungkam semua serangga hingga tidak berani bernyanyi.

Semakin dalam Naruto masuk, semakin mencekam aura-aura pembunuh yang tertangkap pada sensor bahaya yang ada dalam otaknya.

Hingga sampailah ia pada sebuah tempat luas dengan satu kursi kayu di tengah ruangan yang tersinari cahaya lampu redup. Di atas kursi terdapat sebuah bingkai foto. Naruto mengambilnya, dan mengawasi potret seseorang yang ada di dalamnya. Dirinya dan kedua orangtuanya. Naruto mengelus foto yang terbungkus pigora itu dengan senyum kerinduan. Kemudian menemukan pantulan wajah orang lain dari kaca pelindung bingkai yang ia bawa.

"Kau telah bertemu mereka," kata orang itu tepat di samping telinga Naruto. Wanita itu terlonjak dan segera menjauh dengan waspada.

Dalam jarak pandang yang tepat, Naruto kini dapat memandang lawannya. Pria tinggi berpostur besar. Mata putih dengan wajah pucat, mengenakan jas putih yang sangat pas di tubuh. Juga rambut coklat panjangnya terikat rapi, Serta senyum jahat yang ia tunjukan. Membuat Naruto membeku, tak dapat bergerak, dan merasa terintimidasi.

"Sangat berani Nyonya Uchiha. Sangat luar biasa sekali." Neji yang kini bertepuk tangan seraya memberi selamat, tidak hentinya teresnyum sambil memandang Naruto dalam keramahan yang meragukan. "Uh, maaf atas ketidak sopanannku. Aku belum memperkenalkan diri. Perkaanalkan namaku Hyuuga Neji, sang Malaikat Pencabut Nyawamu," kata Pria Mata Mutiara, dengan semua penekanan dan seringai jahatnya.

Naruto segera siaga, dan langsung mencabut pistolnya dari dalam jas yang ia kenakan.

"Oh-oh-oh. Tidak perlu seagresif itu. Kau masih ingin bertemu orang tuamu bukan? Tapi sebelum itu. Aku ingin bertanya. Apa kau benar-benar tidak mengingat mereka? Aku kira hilang ingatan itu hanya terjadi dalam film-film. Ternyata benar-benar ada."

Naruto bergeming. Ia masih enggan merespon pria di depannya. Tentu dirinya ingin bertemu dengan orang tuanya. Namun untuk berurusan dengan pria bengis ini, sungguh sangat tidak nyaman baginya.

"Mereka sangat sedih karena kau melupakan mereka. Dan karena kau telah menjadi budak untuk para pembunuh yang membuatmu yatim piatu."

"Apa maksudmu?" tanya Naruto benar-benar tidak mengerti.

"Ini cerita lama. Tapi kalau kau bersedia menurunkan pistolmu, aku akan menjelaskan seluruhnya, dan membukakan pintu kebenaran yang selama ini tenggelam rapat dalam dinding-dinding kekejaman keluarga Uchiha," cetus Neji dalam ketulusan yang dibuat-buat.

Naruto sedikit menimbang. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi sebelum ingatan masa lalunya menghilang, bagaimana dia membenci suara pistol, dan keberadaan orang tuanya. Maka wanita itu memutuskan untuk mengangguk patuh, dan mendengar penjelasan dari musuhnya.

"Sangat baik. Kau anjing terlatih yang penurut. Kalau situasi tidak seperti ini, mungkin aku akan lebih senang untuk memeliharamu dari pada membunuhmu. Tapi hal itu memang lebih baik, dibanding seorang majikan yang menikahi peliharaannya sendiri. Hahahaha ...," Neji terkekeh oleh leluconya sendiri, tanpa mengetaui bahwa celotehnya sungguh menyakitkan di hati Naruto.

"Aha, kau marah karena aku mengatai Tuan-mu yang tercinta? Setelah mendengar ini, akan aku pastikan, kau akan membuat pistolmu mengacung ke kepalanya."

Setelah berkata demikan, Naji berbalik dan memanggil satu persatu orang yang sedari tadi bersembunyi.

"Take, Shinto, Tara, kemarilah! Aku ingin memulai sebuah drama." Neji menepukan tangan sekali dan memulai pengenalan diri.

"Izinkan aku memperkenalkan tokoh-tokoh yang akan memerankan drama bertajuk 'Tagedi Berdarah Keluarga Namikaze' hari ini. Saya sebagai Sasuke Uchiha, Take sebagai Kakashi, Shinto sebagai Minato, ayahmu, dan Tara sebagai Kushina, ibumu. Dan Tentunya dirimu sendiri, yang akan berperan sebagai Namikaze Naruto. Kau siap?"

Naruto mengangguk sekali. Dan semua berbaris rapi sesuai urutan.

Neji berada di depan Naruto yang kini di hampit Shinto dan Tara yang berperan sebagai orang tuanya.

"Kakashi, siapa mereka?" tanya Neji memulai perannya.

"Mereka adalah pemilik rumah ini Sasuke-sama. Namikaze Minato, dan istrinya Khushina. Juga anak perempuan satu-satunya mereka, Namikaze Naruto," ujar Take, seorang laki-laki berpawakan tinggi, berambut putih dan dengan luka di salah satu matanya.

"Serahkan rumah ini dan kalian akan baik-baik saja," kata Neji.

"Saya tidak akan menyerahkan rumah ini," sahut Sinto dalam intonasi seseorang yang tengah melapalkan teks.

"Kalau begitu mati saja."

Dor ...

Naruto kaget. Tidak, tapi semua orang benar-benar terkejut. Neji benar-benar membunuh anak buahnya. Dia benar-benar membunuh Sinto tanpa peringatan. Kepala pria itu kini berlubang dan darah merembes banyak dari dalamnya. Membuat semua orang memandang takut pada pria kejam di depan mereka.

"Anda benar-benar membunuhnya, anda membunuh Shinto!" jerit Tara yang kini ketakutan di tempatnya berdiri.

"Sekarang giliranmu." Neji mengacungkan pistolnya di depan Tara.

"Tolong jangan bunuh saya Neji-sama. Ini hanya peran bukan?" pinta Tara dalam keputusasaan.

"Oh, ayolah. Wanita Uchiha perlu diyakinkan dengan nyawa asli. Dan kalian akan kukorbankan."

"Kau tidak harus membunuhnya. Dia tidak bersalah," bela Naruto yang kini mulai dapat mengendalikan rasa keterkejutan.

Neji tidak merespon, malah semakin bersemangat, menunjukan seriangai liar, dengan pandangan yang haus darah.

"Jangan bunuh saya Tuan, saya mohon. Jangan bunuh saya. Jangan bunuh saya ...."

Tara mulai merangkak seraya menangis. Menyembah kaki Neji untuk memohon ampunan.

"Aku mohon hentikan Neji!" pinta Naruto yang juga merasa kasihan dengan Tara yang tidak ada hubungan apa-apa dengan dirinya.

Namun sebelum ia sempat mengehentikan tangisnya, suara keras lain terdengar, dan menyudahi kehidupannya dalam sekejap mata.

Dor ....

"TIDAAAK!"

"HAHAHAHAHA ...."

Jeritan Naruto mengakiri drama mereka. Neji tertawa dalam kemenangan, dan Naruto jatuh terduduk tidak mampu menahan tekanan yang kini ditimpakan dalam batin. Jasad Tara telah jatuh, terputuk dengan kepala yang juga berlubang, menemani Shinto yang sudah menjadi tumbal untuk yang pertama.

Sekelebat-sekelebat bayangan kini mulai terangkai. Walau tidak sempurna, tapi cukup untuk menegaskan tentang kebenaran yang sudah terjadi di masa lalu. Pembunuhan orang tuanya dan keberadaan Sasuke di sana. Namun, hal itu masih kurang baginya.

Rasa cinta dan percaya yang ia miliki untuk Tuannya, tidak semudah itu dipatahkan oleh cerita yang bahkan tidak dapat ia ingat keleluruhan.

"Kau lihat kekejaman Uchiha saat membunuh orangtuamu. Mereka merengek menyembah agar tidak menyakitimu. Tapi ratapan itu tidak ditanggapi, malah berunjung dengan kematian mereka sendiri.

"Kau yang menerima pukulan di kepala, mengalami hilang ingatan dan menjadi budak Uchiha. Dengan segala kekejaman dan tidakan mereka, pembantaian pada keluargamu, dan kau malah mengabdi pada para pembunuh orang tuamu. Sungguh ironi yang kejam sekali."

"Kau berbohong!" sanggah Naruto masih belum dapat meninggalkan kepercayaan mendalamnya pada sang suami yang sangat ia cintai.

"Kau tidak perlu percaya padaku. Kau hanya perlu percaya bukti yang kuberikaan. Sangat sulit mencaari bukti tentang pembunuhan yang dilakukan oleh Klan Uchiha. Namun, aku tidak menyerah, dan menemukan ini."

Neji melempar berlembar-lembar surat perjanjian yang sedikit usang dihadapan Naruto. Naruto berjongkok dan mengambilnya dengan hati-hati untuk memeriksanya.

"Surat penjamin hutang yang ayamu tandatangani. Dari Bank pinjaman yang kau ketahui adalah anak perusahaan milik Uchiha. Juga surat jual beli tanah atas nama Namikaze Minato kepada perusahaan Yamamoto milik Uchiha. Sungguh kebetulan yang sangat mengejutkan, karena ditandatangani sehari sebelum ayahmu menghilang lenyap dari muka bumi."

"Kau bohong. Kau bohong. Kau bohong," rancau Naruto. Sudah tidak kuat berdiri. Limbung di atas lantai kotor di temani dua jasat perlambangan orang tua yang telah dibunuh dengan kejamnya.

Ia sudah tidak dapat menahan air matanya lagi. Menangis dengan sejadi-jadinya. Mengunngkapakan akan kekecewaannya. Ia merasa telah dibohongi, dianiaya, diperbudak oleh pembunuh orang tuanya sendiri. Seberapa hina dirinya, hingga ia merasa terlalu kotor untuk mati dan menemui orang tuanya.

"Dasar wanita bodoh. Sampai kapan kau akan menjadi budak mereka hah? Menjadi istri Uchiha. Hahaha .... Sejak awal aku sudah tahu. Kau hanya domba yang sengaja di persiapakan untuk serigala sepertiku. Kau hanya persembahan hidup yang di korabankan untuk para Dewa. Itulah takdirmu. Tapi izinkan Dewa Kematianmu ini, memberikan sebuah tawaran padamu." Penggalan kalimat Neji, membuat Naruto mendongak dalam tangis yang sedari tadi enggan terhenti. Mulai memandang musuh dari orang yang kini menjadi musuhnya. Yang dapat dikatakan sebagai 'teman'.

"Balaskan dendammu, Namikaze Naruto," ujar Neji terdengar dalam nada penuh kelembutan dan simpati.

"Bunuh Uchiha Sasuke, dengan tanganmu," Neji meraih tangan Naruto dan mengecupnya perlahan. Mengawasi senjata pamungkasnya itu dengan penuh ketrtarikan, kemudian melepasnya dengan hati-hati, "bunuh Uchiha untukku, dan aku akan mengampunimu. Bunuh suamimu, dan aku akan membiarkanmu dan anakmu pergi dari sini. Apa kau bersedia?"

Naruto mulai berdiri, menghapus air matanya dengan keras. Kemudian mulai merogoh saku jasnya sekali lagi untuk menekan tombol siga pada pistolnya.

"Aku, aku akan membunuhnya. Aku akan mebunuh Uchiha Sasuke. Aku akan membuatnya mati di tanganku. Aku tidak akan membiarkan orang kejam itu hidup. Aku akan membunuh suamiku."

'Aku telah kotor Ayah, Ibu. Aku akan meyucikan diriku dengan darah pembunuh yang menghabisi nyawa kalian. Aku akan membunuh suami tercintaku. Dan segera pergi untuk menemui kalian,' jerit batin Naruto dalam keputusasaan.

"HAHAHAHAHAHAHA ...." Tawa Neji menggema, menggaung pada gedung tua. Menandakan dimulainya pertumahan darah yang akan terjadi sebentar lagi.

Bersambung (tapi TAMAT)

Silahkan lanjut baca di karya karsa ya ... sampai ketemu di sana ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro