Tribute to Velothia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cerita ini pertama kali dipublikasikan di Arbitrary:NPC 30 days Writing

//iya di sini cuma republish meski sedikit pengubahan dikit dikit.

Velothia dari Quartam
Cavia dari Eroteftike (unpub)

Thanatos baru saja kembali dari dunia manusia. Membawa rombongan roh manusia yang banyak. Cavia yang tengah mengobrol dengan Kharon di pinggiran sungai Akhreon, terperanjat dengan Thanatos yang menggiring kawanan berbentuk bola mengambang itu. Bola itu merefleksikan warna yang berbeda-beda tergantung kebaikan dan kejahatan manusia itu ketika hidup.

"Tuan Thanatos, ba-bagaimana bisa sebanyak ini?"

Cavia mengamati satu-satu roh yang bergumul itu. Saking banyaknya jumlah roh manusia itu, Cavia kesulitan menghitung untuk dimasukkan ke data catatannya.

"Apakah baru saja ada planet yang hancur?" duga Kharon.

"Ya, benar. Padahal planet ini planet pengganti bumi. Bahkan belum sampai 1000 tahun berlalu sejak planet ini dikuasai oleh manusia. Yah tapi manusia tidak sepenuhnya punah, masih ada manusia di planet lain dan kita harus terus bekerja, padahal kuharap ini berakhir." Thanatos kemudian menghampiri Cavia, mengambil datanya dan menuliskan sesuatu. Menulis jumlah roh manusia yang ia bawa.

Cavia hanya diam saja datanya direbut. Hal yang seharusnya ia lakukan sebagai asisten Thanatos, malah Thanatos kerjakan sendiri.

"Kharon, kira-kira butuh berapa kali bolak-balik untuk mengantar gerombolan ini ke seberang?" tanya Thanatos sambil menunjukkan datanya hadapan Kharon.

Kharon terdiam, memegang janggutnya yang kecil.

"519 kali mungkin. Itu sudah saling berdesakan."

Thanatos menghela napas panjang kemudian menatap Cavia. "Sepertinya, kita harus lembur Cavia."

Cavia hanya dapat mengangguk. Ia kemudian meregangkan tubuhnya, menatap datanya yang sudah dikembalikan Thanatos, sambil bergumam dalam hati. "Aku siap."

Mereka akhirnya mulai memerintahkan bola roh itu bergerak menaiki kapal Kharon. Begitu mereka sudah sampai di seberang sungai, mereka diperintahkan diam hingga semuanya sampai.

Tahu-tahu Cavia akhirnya terdiam begitu melihat sesuatu di salah satu bagian gerombolan bola roh yang belum menyeberang. Ia mengamati sebuah bola roh aneh. Berwarna merah kehitaman. Selama ini ia tidak pernah melihat yang seperti itu.

"Ada apa Cavia? Ini pertama kalimu melihat bola roh seperti itu?"

Cavia yang polos mengangguk. Ia memang baru bekerja beberapa tahun dengan Thanatos. Pengalamannya sebagai asisten dewa pencabut nyawa pun juga tidak cukup banyak.

"Apakah kau ingin tahu apa saja yang ia lakukan di dunia? Kau bisa menanyainya apa saja, hal ini mungkin akan menambah wawasanmu."

Cavia menatap Thanatos tak percaya. Ia diperbolehkan bertanya sepuasnya. Ia pun langsung memeluk tuannya itu dan berteriak mengucapkan terimakasih berkali-kali.

"Uhum..., Thanatos, ngomong-ngomong seharusnya dewi Ker juga ikut bekerja denganmu mengingat penyebab kematian mereka adalah kiamat. Ke mana dia?" Kharon yang sudah kembali ke mereka bertanya mengenai dewi yang tugasnya hampir serupa dengan Thanatos itu.

Thanatos segera melepaskan pelukan Cavia, mencoba menormalkan wajahnya yang sedikit bersemu merah.

"Dia hanya berkata sibuk. Dan pergi begitu saja."

Kharon pun menghela napas, kemudian memerintahkan bola roh merah kehitaman itu menaiki kapalnya diikuti yang lain. "Tunggu, biarkan bola roh yang itu tinggal." Thanatos menunjuk ke arah bola roh merah kehitaman tadi.

Kharon manggut-manggut membiarkan bola roh itu mengambang turun dari kapalnya. Lantas ia meninggalkan mereka untuk mendayung perahu ke seberang.

Sempat hening sejenak tetapi pecah ketika tiba-tiba Thanatos membuat angin puyuh kecil dengan memutar sabit pencabut nyawanya. Lantas mengarahkannya ke arah bola roh merah kehitaman itu.

Mulai muncul telapak kaki dan kemudian seluruh tubuh seorang wanita terlihat. Wanita berambut abu-abu dengan mata biru yang indah. Cavia sampai meneguk ludah, membandingkan dirinya dengan wanita telanjang yang usianya hampir separuh abad itu. Buru-buru akhirnya Cavia tersadar, ia panik mencarikan sesuatu untuk menutupi tubuh wanita itu. Walaupun Thanatos adalah dewa, dan manusia itu sudah mati tapi tetap saja itu hal memalukan.

"Anda tak usah bingung memikirkan sesuatu untuk menutupi tubuhku. Lagipula saya sudah mati dan sebentar lagi masuk ke neraka," ujarnya kalem disertai sebuah senyuman saat menatap Cavia.

Cavia hanya tercengang bagaimana ia sudah tahu nasibnya. Sedangkan Thanatos melirik Cavia sesaat kemudian berdehem dan langsung mengatakan sesuatu. "Saya langsung pada intinya. Saya sedang memberi beberapa pengetahuan pada asisten saya. Jadi, saya mohon Anda menjawab jujur dan-"

"Saya tahu saya tidak akan berharap kalau saya menginginkan Surga atau keringanan hukuman di neraka." wanita itu lagi-lagi tersenyum saat memotong ucapan Thanatos. Hal itu membuat Cavia kembali bergidik. Wanita ini benar-benar mengerikan sampai berani memotong ucapan dewa pencabut nyawa.

"Oh, kau sudah mengerti rupanya. Baiklah Cavia, Kau tanyai saja ia sepuasnya. Kuberi waktu kalian sampai Kharon kembali ke sini lagi. Aku akan mencetak data-data roh-roh ini sebentar," ujar Thanatos yang kemudian sudah pergi begitu saja. Kini tinggallah Cavia dengan wanita yang tak diketahuinya itu.

"Si-siapa nama Anda?"

"Sepertinya tanpa saya beritahu Anda sudah tahu."

Cavia meneguk ludah, acara basa-basinya gagal. Memang benar semua data pribadi para roh muncul seperti bilah papan transparan di saat ia menginginkannya. Ini merupakan salah satu kekuatannya. Namun, bagaimana manusia ini tahu?

"Saya hanya manusia biasa. Saya pernah membaca buku tentang kalian. Di sini semuanya tidak bisa dibohongi." Ia tersenyum menatap Cavia.

Lagi-lagi Cavia meneguk ludah. Entah sudah keberapa kali wanita ini membuatnya ketakutan.

"Ehm, apakah Anda punya penyesalan? Mengingat poin dosa Anda sebanyak ini, rasanya sangat tidak mungkin jika tidak punya penyesalan." Cavia melihat data wanita itu, poin dosanya sangat banyak.

"Saya? Saya tidak punya penyesalan sedikit pun. Saya sudah mempertimbangkan semua dan saya tidak menyesal." diiringi senyuman yang entah kenapa tak bisa diartikan Cavia.

Kali ini Cavia menatap manusia itu bodoh. Rahangnya seakan mau lepas. Bagaimana bisa ada manusia tanpa penyesalan?

"Ta-tapi, Anda akan abadi di Neraka dengan siksaan yang pedih." Cavia menjadi sedikit lunak dan iba pada wanita di depannya ini. Neraka adalah tempat yang benar-benar mengerikan.

"Pada dasarnya yang saya lakukan hingga dosa saya sebanyak ini adalah mengakhiri penderitaan orang-orang yang menyakitkan. Dan saat saya memilih jalan itu saya sudah siap."

"A-anda tidak masuk akal," tukas Cavia singkat.

"Lalu lebih tidak masuk akal mana kah dengan takdir yang sejak awal memang menyedihkan? Saya hanya membantu mengakhirinya lebih cepat."

Cavia kini kembali terdiam. Ia tidak melanjutkan pertanyaannya karena tiba-tiba Thanatos sudah kembali dan Kharon sudah datang.

Yang ia pahami dari wanita itu, wanita yang benar-benar mengerikan. Wanita yang penuh dengan ketangguhan dan keambisiusan itu harus dihindari bila suatu saat hukuman di Neraka telah selesai dan ia terlahir kembali. Ya, sebenarnya seabadi apapun itu di Neraka atau pun Surga, serpihan jiwa mereka terlahir kembali.

[A/N]
Tidak menerima permintaan memublish cerita yang berjudul Eroteftike itu.

Ceritanya alay. Aku juga heran kenapa dulu bisa nulis itu, meski aku kagum pada diriku yang dulu itu bisa nulis romens banget

Tapi seenggaknya di sini, part spesial Velothia, aku ingin memberinya apresiasi setinggi-tingginya. Dia adalah Villain yang paling aku sayangi terlepas dari semua villain yang pernah aku buat (ya karena masih dikit sih tulisanku)

dan dengan ini Quartam yang akhirnya setelah 5 tahun (dari 2018) benar-benar tamat....

Otsukaresama deshita.

Terimakasih untuk yang telah membaca cerita ini. Aku akan update bab cuap-cuap yang isinya curhat lebih panjang lain kali.

Selain itu tunggu satu extra part terakhir lagi >< *iya masih ada satu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro