18. Jika Auratmu Tertutup, itu Jauh Lebih Indah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hanifah, Syaqillah, dan Ifayah saling bertatapan karena mendengar pertanyaan Fhanda.

"Fhan," ucap Ifayah. Kakinya melangkah hingga sampai di samping ranjang. "Bazar itu seperti berjualan, dan hasilnya kita bagikan kepada orang yang lebih membutuhkan."

"Berjualan?" tanya Fhanda.

"Na'am Fhanda, jadi kita selalu mengadakan bazar di minggu kedua," balas Syaqillah.

"Oh,"

Balasan Fhanda yang begitu singkat, membuat mereka bertiga membisu bersama sore yang membisukan malam, dan menyambut pagi dengan sangat bahagia.

Seseorang mengetuk pintu dari arah luar. Ifayah yang sudah selesai bersiap-siap langsung membukanya.

"Assalamualaikum," ucap Ustadzah Nurul.

"Wa'alaikumsalam Ustadzah," balas Ifayah.

"Ustadzah sudah mempersiapkan barang apa saja yang dijual di bazar, dan semuanya sudah tertata. Jadi kalian semua langsung saja ke sana, nanti Ustadzah sama yang lainnya akan menyusul,"

"Na'am Ustadzah,"

"Tempat bazarnya di lapangan balai kota Fa, lumayan dekat dari sini. Ustadzah mohon maaf, tidak bisa mengantarkan kalian semua ke sana,"

"Na'am tidak apa-apa Ustadzah. Kami mungkin akan berjalan kaki menuju ke sana,"

"Na'am kalau begitu ... assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Ifayah masuk dan melihat ke arah ketiga kawannya.

Syaqillah bangkit dan sedikit melirik ke arah jendela. Dia bertanya, "Siapa Fa?"

"Ustadzah Nurul. Kata beliau kita langsung saja ke sana, karena semuanya sudah dipersiapkan,"

"Na'am kalau begitu, kita harus segera ke sana karena ditakutkan belum ada yang menjaganya," ucap Hanifah.

"Lo semua tunggu gue siap-siap dulu," ucap Fhanda.

Mereka menunggu Fhanda di teras. Waktu berjalan cukup lama, dan akhirnya Fhanda keluar dengan busana muslimah yang selalu dia pakai, meskipun tidak lengkap dengan jilbabnya.

"Fhan, rambut anti akan terus diikat seperti itu?" tanya Hanifah.

"Anti di sini sudah lama Fhan. Seharusnya anti tahu aturan bagi santriwati," timpal Syaqillah.

Mulut Ifayah hampir saja terbuka untuk mengeluarkan sepatah kata, tetapi Fhanda langsung menunjuk ke arah Ifayah. Dia bertanya, "Lo mau ngomong apa lagi sama gue?"

"Tidak Fhan," ucap Ifayah dan langsung menutup mulutnya.

"Lo semua harusnya bersyukur gue masih mau tinggal di sini, dan seenggaknya pakaian gue sedikit muslimah meskipun gue gak pakai jilbab!" gerutu Fhanda, "gerah tahu."

Syaqillah berjalan mendahului mereka dan berkata, "Ya sudah biarkan saja, percuma kita menasehati orang yang sama sekali tidak mau menurutinya."

"Ya sudah ... sebelum banyak pembeli, kita harus sampai di sana dengan cepat," ucap Hanifah.

Ridwan yang dipilih sebagai ketua dari santriwan sedang mengecek barang satu persatu, karena ditakutkan ada yang terlewat. Mereka sampai di sana lebih dulu karena Ustadz Hafiq yang mengajaknya untuk segera ke sana.

Ustadz Hafiq sedang berbincang-bincang bersama Raiz, Farid, dan Kholis. Setelah selesai, Ridwan kembali bergabung bersama mereka.

"Alhamdulillah ... semuanya sudah tersedia Ustadz," ucap Ridwan.

"Alhamdulillah, kalian lanjutkan lagi mumpung masih pagi. Nanti kalau sudah ada yang beli kalian layani dengan baik ya,"

"Na'am Ustadz,"

"Ustadz akan melihat-lihat ke sana dulu, assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka bersamaan.

Fhanda dan ketiga kawannya sudah sampai di bazar santriwati. Seorang santriwati berjalan ke arah mereka dan berkata, "Han, ana disuruh Ustadz Hafiq. Anti harus cek barangnya dulu, sebelum pembeli datang."

"Na'am, shukraan," balas Hanifah.

Hanifah berjalan sesuai perintah dari Ustadz Hafiq, sehingga Syaqillah dan Ifayah mengikutinya dari belakang. Tetapi ada yang berhasil mencuri perhatian Fhanda, dia menjauh dari ketiga kawannya.

"Itu kain apa sih?" tanya Fhanda. Dia berjalan untuk melihatnya. "Warnanya gue suka."

Fhanda membuat arah yang bersebrangan dengan Hanifah. Kakinya berhenti di mana pashmina berwarna abu itu bersemayam.

Seorang santriwati yang bertugas menjaga tempat itu melihat Fhanda yang tengah berdiri dengan tangan memegang pashmina. Dia berkata, "Silakan pashminanya ukhti, santriwati juga boleh membelinya."

Hanya mata Fhanda yang melirik ke arahnya,  tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya.

Entah benda apa yang mengusik sang angin, sehingga dia bergerak merajalela sampai menerbangkan pashmina yang hampir ditarik oleh Fhanda. Begitu pun dengan semua pembeli yang sudah datang, mereka sampai menyipitkan mata karena angin yang berembus.

Ridwan, Farid, dan Kholis melihat ke arah kopiah yang hampir terjatuh, beserta sorban yang menari-nari. Mereka berlari sampai meninggalkan Raiz sendiri.

"Angin dari mana sih?" tanya Fhanda. Dia mencoba menutup matanya dengan tangan. "Kainnya ...,"

Ucapan Fhanda menggantung, karena dia melihat pashmina yang sudah terbawa angin.

Gara-gara anginnya kencang, terbang 'kan? pikir Fhanda.

Raiz yang ingin menyusul kawannya mendadak berhenti karena pashmina yang menyelimutinya dari belakang, sehingga Raiz bertanya, "Apa ini?"

Tubuh Fhanda seperti ditarik untuk berlari. Tanpa disadari dia mendarat tepat di hadapan Raiz yang sedang mengambil pashmina. Nafas Fhanda mendadak berhenti walaupun hanya satu detik, dan kembali hidup lagi.

Fhanda mengulurkan tangannya dan berkata, "Kain gue."

Pandangan Fhanda yang begitu dalam membuatnya masuk ke dalam hati Raiz, sehingga membuat mereka mematung bersamaan tanpa mempedulikan angin yang menari-nari di sekelilingnya.

Raiz kembali teringat dengan semua ucapan temannya, bahwa Fhanda tidak pernah mengenakan jilbab. Dan Raiz juga mengingat tentang ucapannya yang ingin merubah Fhanda mulai dari hal yang paling besar.

Bibir gue ... tubuh gue ... sudah membeku bersama tatapan ini. Tapi hati gue ... hanya dia yang terus merasakan kehangatan yang begitu dalam. Apa ini artinya ..., pikir Fhanda.

Raiz tidak mengerti dengan isi hatinya. Tangannya tiba-tiba saja langsung memasangkan pashmina ke kepala Fhanda. Dan berucap, "Jika auratmu tertutup, itu jauh lebih indah."

Fhanda terus saja membisu dan membiarkan Raiz, tanpa sedikit pun berani untuk menepisnya.

Gue gak pernah lihat lo sedekat ini. Dari tatapan itu gue akan berusaha dapetin lo, pikir Fhanda.

Angin mendadak berhenti saat Raiz, dengan kedua tangannya sudah mendaratkan pashmina di kepala Fhanda.

Senyuman Fhanda begitu manis ke arah Raiz dan sayangnya, membuat Raiz tersadar sehingga memalingkan pandangan bersama tangannya yang langsung diturunkan. Kemudian dia berucap, "Maaf ukhti."

Fhanda meneguk ludah, karena tubuhnya yang mulai mencair. Dia mengeratkan pashmina dengan tangannya dan berucap, "Makasih."

Raiz tersenyum ke arah Fhanda dengan sedikit anggukan kepala sehingga membuat Fhanda membalas senyumannya, kaki Raiz sedikit melangkah ke depan dan diikuti Fhanda dari samping.

"Aku teringat dengan ucapanmu. Dan aku berucap ... bahwa jika Allah memberiku jalan, aku akan merubahku," ucap Raiz.

"Aku berharap semua yang terjadi hari ini, tidak akan berhenti sampai di sini," balas Fhanda.

Raiz langsung menoleh ke arah Fhanda dan menghentikan langkahnya. Dia berkata, "Aku yakin, kamu adalah wanita yang baik."

Setelah selesai, Hanifah merasa Fhanda tidak bersama mereka. Sehingga dia mencarinya, dan nampak Fhanda tengah bersama Raiz.

~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro