17. Tetap Kepada Prinsip

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah Farid mengambil surat itu, Hanifah langsung masuk ke dalam dengan wajah yang begitu bahagia. Fhanda memang penasaran dengan arti dari surat itu, tetapi dia lebih memilih berjalan dan duduk di atas ranjang dengan menyenderkan badannya.

Syaqillah dan Ifayah terus menatap bingung ke arah Hanifah yang melangkahkan kaki menuju ranjangnya.

Ana makin suka sama anta, Iz, pikir Hanifah.

Syaqillah yang curiga dengan gerak gerik Hanifah langsung bertanya, "Han, anti mau melanggar peraturan pesantren?"

Tubuh Fhanda bergerak dengan tatapan penasaran ke arah Syaqillah, yang berdiri di samping ranjang Hanifah. Fhanda bertanya, "Aturan?"

Ifayah duduk di samping Fhanda dan menjawab, "Na'am Fhan. Di pesantren ini ada aturan bagi santriwan maupun santriwati untuk tidak berpacaran."

Fhanda menepuk jidatnya dan membalas, "Bisa-bisa semua santri di sini mati rasa."

"Ana tidak melanggarnya Sya. Hanya saja ...," ucap Hanifah.

Kaki Syaqillah sudah tidak bisa lagi berdiri lama, sehingga dia duduk di samping Hanifah. Dia bertanya, "Hanya saja apa, Han?"

"Ana hanya menyampaikan perasaan saja kepada ...," ucap Hanifah. Dia melihat ke arah Fhanda sehingga ucapannya menggantung.

"Tapi tetap saja Han. Anti tidak boleh berpacaran," potong Ifayah.

"Ana tahu Fa. Ana hanya mematuhi peraturan saja, jadi jika ana keluar dari pesantren ini aturan itu tidak berlaku lagi. Berbeda halnya jika ana berprinsip ... maupun ada aturan atau tidak, ana tetap tidak akan berpacaran," jelas Hanifah.

"Tapi yang anti lakukan juga salah Han," ucap Syaqillah.

"Kalian juga akan melakukan hal sama, hanya saja kalian belum merasakannya!" ucap Hanifah dengan nada tinggi.

Fhanda, Syaqillah, dan Ifayah terdiam dan memundurkan badannya sedikit ke belakang. Hanifah menegakkan badannya dan berjalan keluar sehingga meninggalkan mereka.

"Ha—" ucap Ifayah.

"Sudah Fa, biarkan saja," potong Syaqillah.

"Dia sering begitu?" tanya Fhanda.

"Na'am Fhan. Hanifah memang sudah menyukai Raiz sejak pertama kami masuk ke pesantren ini," balas Ifayah.

Farid membaringkan tubuhnya saat dia sudah menerima surat dari Hanifah. Raiz, Ridwan, dan Kholis langsung duduk di ranjangnya masing-masing.

"Iz, ada surat untukmu dari Hanifah," ucap Farid. Dia memberikan surat itu kepada Raiz. "Anta baca saja Iz."

"Anta saja Rid," balas Raiz. Dia mengambil Al-Qur'an dan kemudian membukanya. "Kapan dia memberikannya kepadamu?"

"Tadi Iz, waktu ana masuk paling belakang,"

"Anta buka saja Rid, apa isi surat itu?" tanya Ridwan.

Kholis yang ingin mengambil buku untuk dibacanya, berucap kepada Farid, "Pasti itu surat buat anta Rid, sengaja saja dia memakai nama Raiz."

"Bisa jadi ucapan Kholis benar Rid," timpal Raiz.

Tanpa berlama-lama lagi Farid langsung membuka surat itu, dia menegakkan badannya untuk duduk menghadap ke arah Raiz. Saat didapati isi dari surat itu, Farid langsung membacanya, "Ana uhibuka Raiz."

Raiz terus fokus membaca Al-Qur'an, tapi seketika saja mata Raiz terbuka sangat lebar karena mendengar perkataan Farid. Dia bertanya, "Apa ana tidak salah mendengar Rid?"

"Tidak Iz, Hanifah memang menyukaimu," balas Ridwan.

Farid menghela nafas pasrah, selembar kertas itu terjatuh lemas dari tangannya.

Raiz melihat ke arah Farid dan berkata, "Rid, ana akan tetap teguh kepada prinsip. Ana tidak akan membalas perasaan Hanifah. Ana sedang berjuang untuk menggapai keinginan yang jauh lebih besar dari itu ... biarlah Hanifah menjadi milikmu Rid."

Ridwan tertawa karena mendengar ucapan Raiz yang terakhir. Dia berkata, "Anta sudah mendengarnya 'kan Rid. Hanifah akan tetap menjadi bidadari syurgawi anta."

"Anta serius Iz?" tanya Farid.

"Na'am Rid," balas Raiz.

Farid mendekat ke arah Raiz dan merangkulnya sehingga dia berkata, "Anta memang kembaran ana Iz."

"Kembaran dari mana anta ini Rid?" tanya Ridwan.

"Tidak ada hubungan darah antara anta dengan Raiz, Rid," timpal Kholis.

Farid menggaruk tengkuk sehingga mereka tertawa bersamaan.

Hanifah terus berjalan meninggalkan asrama santriwati. Ustadzah Nurul yang melihat Hanifah langsung mendekatinya dan berucap, "Assalamualaikum Hanifah, kebetulan Ustadzah bertemu anti."

Hanifah menghentikan langkahnya dan bertanya, "Na'am Ustadzah, ada apa?"

"Ustadzah ingin memberitahukan bahwa besok itu kita akan melakukan bazar untuk membantu orang yang membutuhkan, Han. Ustadzah sudah membicarakan ini bersama Kyai, Ustadz, dan Ustadzah yang lainnya," ucap Ustadzah Nurul. Dia sedikit berjalan ke depan sehingga diikuti Hanifah. "Dan Ustadzah memilih anti untuk menjadi ketua dari santriwati, Han. Apakah anti tidak keberatan?"

"Tidak Ustadzah,"

"Na'am. Kita sudah menyiapkan apa saja yang harus ada di bazar itu. Nanti anti bersama semuanya cukup menjaga saja dan jika ada yang membeli, Ustadzah harap anti bisa melayaninya dengan baik,"

"Na'am Ustadzah,"

"Satu lagi Han. Anti harus memberitahukan kepada Ridwan ya, bahwa dia yang dipilih menjadi ketua dari santriwan. Ustadzah mohon anti sampaikan ya, karena Ustadzah sedang sibuk mempersiapkan semuanya,"

"Na'am. Baik Ustadzah,"

"Kalau begitu Ustadzah lanjutkan lagi ya Han ... assalamualaikum,"

"Wa'alaikumsalam Ustadzah,"

Hanifah kembali memundurkan langkahnya hingga sampai di asrama santriwati.

"Terus dia sekarang pergi ke mana?" tanya Fhanda.

Hanifah sedikit menyenderkan tubuhnya ke samping dinding, meskipun tidak sampai dia coba untuk mengetuk jendela kamar Raiz. Dia berkata, "Assalamualaikum."

Raiz yang tengah duduk bersama kawannya, langsung beranjak untuk menghampiri Hanifah.

"Ada apa bidadari syurgawi ana?" tanya Farid.

"Tadi ana ketemu Ustadzah Nurul. Beliau berpesan bahwa besok akan diadakan bazar," balas Hanifah. Dia menunjuk ke arah Ridwan. "Dan anta Ridwan, anta dipilih untuk menjadi ketua dari santriwan."

Ridwan yang berada sedikit di belakang Farid langsung menghadap ke arah Hanifah. Dia bertanya, "Ana Han?"

"Na'am,"

"Iz, Rid, Lis ... bagaimana ini?" tanya Ridwan kepada ketiga kawannya.

"Kita semua pasti membantumu, Wan," ucap Kholis.

Setelah melaksanakan perintah dari Ustadzah Nurul, Hanifah terus saja berdiri dengan pandangan ke arah Raiz.

"Na'am kalau begitu shukraan atas infonya, Han," ucap Ridwan.

Bibir Hanifah tidak mengeluarkan kata apapun, selain senyuman yang dia berikan untuk Raiz.

"Han," panggil Farid. Dia menggerakkan gerbang pembatas dengan sangat kencang. "Hanifah!"

Telinga Hanifah mendadak tuli, sehingga Fhanda, Syaqillah, dan Ifayah langsung membuka pintu karena suara yang ditimbulkan dari gerbang.

"Han, ke mana saja anti?" tanya Syaqillah.

"Han, Hanifah!" teriak Ifayah.

Seketika tubuh Hanifah bergerak kaget karena mendengar suara dari Ifayah, lantas Hanifah bertanya, "Antunna di situ sudah lama?"

Syaqillah melihat ke arah Raiz bersama ketiga kawannya, secepat kilat tangan Hanifah ditariknya untuk masuk.

"Anti dari mana saja?" tanya Syaqillah.

"Ana tadi ketemu Ustadzah Nurul, dia berbicara bahwa besok akan diadakan bazar," balas Hanifah.

"Bazar?" tanya Ifayah dengan nada gembira.

"Na'am Fa,"

Fhanda yang tidak mengerti membuatnya bertanya, "Bazar ... apa itu aturan lagi?"

~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro