16. Selembar Surat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Raiz kembali duduk setelah dia selesai menyetorkan hafalan.

"Na'am, silakan selanjutnya," ucap Ustadz Ramdan.

Ridwan yang duduk di samping Raiz langsung bertanya, "Iz, tadi anta kenapa?"

Tangan Raiz langsung membuka buku dengan kepala yang tertunduk. Dia berucap, "Tidak, Wan."

Setelah semua santriwati selesai memperkenalkan diri dalam bentuk percakapan bahasa arab. Ustadzah Aisyah berjalan untuk menuliskan materi pembelajaran.

Fhanda langsung membuka buku, lengkungan bibirnya membuat senyuman yang begitu manis. Hanifah yang berada di samping Fhanda langsung bertanya, "Kenapa anti ini Fhan, senyum-senyum sendiri?"

Kalau dipikir-pikir lo itu lumayan juga, pikir Fhanda. Bibir yang tersenyum itu menimbulkan tawa yang sedikit merdu. Di samping tangan kanan yang membuka lembar buku, tangan kirinya dia gunakan untuk menompang dagu.

Tipe cowok yang punya wajah berkharisma kayak lo, masih masuklah jadi pacar gue, batin Fhanda.

Hanifah terus memandang Fhanda dengan tatapan bingung. Dia berkata, "Fhanda."

Tubuh Fhanda refleks bergerak kaget, matanya langsung menatap ke arah Hanifah. Dia berucap, "Bikin kaget gue aja lo, Han."

"Maaf Fhan, habisnya dari tadi anti senyum-senyum sendiri sih," balas Hanifah.

"Antunna harus cepat menyalinnya, karena Ustadzah akan melanjutkannya lagi," ucap Ustadzah Aisyah.

"Na'am Ustadzah," jawab santriwati bersamaan.

Waktu terus bergulir hingga sampai di penghujung siang, seluruh santriwan dan santriwati telah selesai menimba ilmu. Mereka kembali ke asrama masing-masing.

Raiz yang terus teringat akan Fhanda, membuatnya berjalan dengan tatapan kosong.

"Iz anta kenapa?" tanya Kholis.

Raiz tetap menjawab, "Tidak."

Farid dan Ridwan yang berjalan di belakang langsung berlari ke arah samping Raiz dan Kholis. Tangan Farid seketika saja mengambil kopiah yang sedang digunakan Raiz.

Raiz refleks memegang kepalanya dan berkata, "Rid, anta ini ... kembalikan kopiah ana."

Farid terus saja berlari kecil dengan mulut yang terbuka lebar.

Fhanda, Hanifah, Syaqillah, dan Ifayah yang berjalan keluar dari kelas langsung menatap ke arah mereka secara bersamaan.

"Kalau Raiz membuka kopiahnya ... wajahnya itu masya Allah ya," ucap Hanifah.

"Astagfirullah Han. Anti tidak boleh memandangnya seperti itu," ucap Syaqillah.

Fhanda langsung memalingkan pandangannya ke arah Raiz.

Iya juga sih, lumayan keren juga tuh cowok, pikir Fhanda. Dia mengambil nafas dan dihembuskannya. Daripada Reno yang sama sekali gak mikirin gue, dan malah sibuk sama Zhiya. Udah mutusin sebelah pihak lagi, tanpa ada persetujuan dari gue. Gue benci lo Reno, batin Fhanda.

"Arghh!" geram Fhanda. Dia menampar dinding kelas dengan tangannya. "Gue benci lo Reno!"

Ifayah menatap tajam ke arah Fhanda, setelah dia mendengar suara dinding yang tertampar. Ifayah bertanya, "Anti kenapa Fhan?"

"Gak," ucap Fhanda cepat.

"Anti masih kepikiran Reno?" tanya Syaqillah. Dia mendekat ke arah Fhanda dan memegang bahunya. "Fhan, menurut ana ... anti jangan terlalu terobsesi sama lelaki. Anti boleh saja menyukainya, tapi cukup sewajarnya. Anti tidak boleh tergila-gila sama lelaki itu sehingga membuat anti lemah di hadapannya. Mungkin, anti sama Reno memang tidak berjodoh Fhan. Anti ikhlaskan saja ya, Allah pasti akan kasih yang terbaik buat anti."

Ifayah mendekat ke arah Fhanda. Dan berkata, "Na'am Fhan."

Fhanda kembali menghirup udara dalam, hatinya sedikit mulai menerima dengan keputusan Reno. Perkataan Chaca selalu saja terngiang sehingga Fhanda memantapkan hati untuk mendapatkan Raiz. Gue akan dapetin lo, bagaimana pun caranya, pikir Fhanda.

Raiz mengejar Farid yang terus saja berlari.

"Sudahlah Iz, Farid nanti juga akan lelah," ucap Kholis.

Ridwan diam-diam berjalan ke belakang Kholis dan langsung mengambil kopiah dari Kholis. Sehingga Kholis berkata, "Wan, anta ini ... tunggu pembalasan ana."

Ridwan dan Farid terus saja berlari, dengan tangan yang mengibaskan kopiah dari Raiz dan Kholis.

Karena keasyikan menonton mereka membuat Hanifah tertawa sendiri di tengah keheningan Fhanda, Syaqillah, dan Ifayah. Tanpa diduga Raiz memandang ke arah Fhanda meskipun hanya sekelebat, dan kemudian dia berlari mengejar Farid dan Ridwan.

"Mereka itu lucu ya?" tanya Hanifah.

"Lucu?" tanya Syaqillah. Dia mendekat ke arah Hanifah dan menaruh punggung tangannya di atas kening Hanifah. "Anti kenapa Han?"

Ifayah mendekat ke arah mereka dan membalas, "Maksud Hanifah itu, Raiz dan kawan-kawannya."

Fhanda yang terus saja berada di belakang mereka tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Hanifah, Syaqillah, dan Ifayah.

"Raiz?" tanya Syaqillah.

Fhanda yang penasaran dengan perbincangan mereka membuat kakinya melangkah mendekat.

"Na'am Sya, Raiz," balas Ifayah.

"Fa ... stttt," ucap Hanifah dengan telunjuk langsung menutup mulut.

Fhanda mendadak terhenti meskipun hampir selangkah lagi kakinya mendekat ke arah mereka. Raiz? pikir Fhanda.

"Y-ya sudah ... lebih baik kita langsung ke asrama," ucap Hanifah.

"Kita 'kan memang ingin ke asrama, Han ... anti kenapa sih, jadi aneh begitu?" tanya Syaqillah.

Hanifah hanya membalas pertanyaan Syaqillah dengan senyumnya yang sedikit manja.

Ifayah langsung menarik lengan Fhanda dan berkata, "Mari Fhan."

Fhanda hanya menganggukkan kepala untuk membalas ajakan Ifayah. Meskipun dengan hati yang terus bertanya-tanya, Fhanda melangkahkan kaki dan berjalan di belakang Hanifah dan Syaqillah.

Setelah sampai di asrama santriwati, Hanifah mendapati Raiz bersama kawannya yang sedang duduk di depan teras asrama santriwan. Hanifah berkata, "Assalamualaikum, Raiz."

"Wa'alaikumsalam," jawab Farid, Ridwan, dan Kholis.

Raiz menatap ketiga kawannya yang menganggukkan kepala, kemudian dia kembali melihat Hanifah dan berkata, "Wa'alaikumsalam."

Hanifah membuka alas kakinya dan melangkah masuk kemudian disusul Syaqillah, Fhanda, dan Ifayah.

Fhanda yang penasaran dengan tingkah Hanifah yang mendadak aneh, membuatnya langsung bertanya, "Han, lo kenapa sih?"

Hanifah langsung duduk di ranjang dengan tangan yang mengambil kertas dan pena. Dia membalas, "Ana tidak kenapa-kenapa, Fhan."

"Terus lo mau ngapain?"

"Ana mau menulis, Fhanda,"

Ifayah mendekat ke arah Hanifah dan kemudian duduk di sampingnya. Dia bertanya, "Menulis?"

Hanya anggukan kepala yang Hanifah balas kepada Ifayah. Dia menggerakkan pena dengan tulisan bahasa arab sehingga Fhanda mendekat meskipun dia sendiri tidak tahu apa yang ditulis oleh Hanifah.

"Lo nulis apa?" tanya Fhanda.

Tidak ada jawaban atau pun anggukan kepala dari Hanifah. Dia terus membuat pena itu menari di atas selembar surat.

"Ana uhibuka ... Raiz," ucap Syaqillah yang membaca tulisan itu.

"Sya ... uskut," ucap Hanifah.

Syaqillah mengunci mulutnya. Fhanda semakin dibuat bingung dengan itu. Setelah selesai ditulis, Hanifah melipat dan memasukkan surat itu ke dalam amplop berwarna hijau toska. Kemudian langkahnya berjalan keluar.

Raiz dan ketiga kawannya berdiri untuk masuk ke dalam, Farid yang berjalan paling belakang membuat Hanifah memanggilnya. Panggil Hanifah, "Farid."

Farid menoleh dan bertanya, "Ada apa?"

"Surat untuk Raiz," ucap Hanifah.

~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro