Part 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dimensi kita kadang beda. Tapi kita bisa bertemu pada dimensi yang sama.

**

Malam harinya seperti biasa ia mengerjakan tugas kampusnya. Terdengar suara ponsel, dengan cepat. Ia membaca pesan yang ternyata dari Giral. Alangkah terkejutnya saat tahu kalau isi pesan tersebut berisi kalau Giral menyekap temannya, Rita di sebuah gudang dekat kampus. Dita shock berat dan panik. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Terpikirlah Dita untuk menghubungi Rendi. Ia mencari kontak Rendi dan meneleponnya. Saat mendengar suara ponselnya Rendi langsung mengangkatnya. Terdengar suara panik dari dalam telepon yang tak lain adalah telepon dari Dita.

"Kamu kenapa, Dit?" tanyanya dalam telepon.

"Rita... Rita... , Ren." Dita tak bisa berkata-kata. Hanya kepanikan yang ada dalam hatinya.

"Iya, kenapa? Jawab yang jelas!"

"Rita di sekap di gudang dekat kampus sama Giral." Air mata Dita berjatuhan, tak dapat lagi ia bendung. Ia mengusap air matanya, tapi tetap saja air mata itu terus mengalir di pipinya.

"Oke. Kita kesana. Aku tunggu di sana."

Beberapa menit kemudian, Dita dan Rendi sudah berada di tempat kejadian. Mereka mengendap-ngendap mengintip dari jendela. Mereka melihat Rita yang sedang di sekap dengan kain berwarna hitam berteriak-berteriak kencang. Tapi di sana tak terlihat sosok Giral. Dita mengeryit heran, apa maksud Giral melakukan ini semua. Toh, tak ada untungnya buatnya.

"Kayanya aku tahu kenapa Giral lakuin semua ini." Rendi seolah tahu apa yang ada dalam pikiran Dita. Dita hanya terdiam masih tak habis pikir. "Apa alasannya?" tanya Dita kemudian.

"Soalnya kita tahu, dia dalang dari pembunuhannya Tyo." Rendi mengendap masuk dalam gudang diikuti Dita.

Saat mereka sudah di belakang pintu, terlihat sosok Giral dengan membawa pisau tajam. Ia mulai mendekati Rita perlahan sambil mengoles-ngoleskan pisau itu di wajah Rita. Tampak Rita ketakutan dan ia mulai menangis.

"Jangan bunuh aku," pinta Rita pada Giral.

Giral menggelengkan kepalanya. "Cup..cup..cup, jangan takut sayang. Kalau udah mati nggak berasa sakit kok. Kamu sekarang tinggal pilih, mau di tusuk pake pisau ini di mana? Di perut atau tepat di jantung. Hmmm.. kayanya lebih seru kalau pisau ini menancap tepat di jantung kamu." Giral sudah mendekatkan pisaunya tepat di jantung Rita.
Saat Giral hendak menancapkan pisau itu ke jantung Rita, Rendi berlari cepat lalu menampis pisau tersebut. Pisau itu terjatuh jauh tepat di depan Dita.

"Lo siapa? Ikut campur urusan gue." Giral menarik kerah baju Rendi ke atas sambil melotot. Amarah itu merajai Giral yang penuh dengan dendam.

"Lo nggak perlu tahu siapa gue. Yang penting, lepasin teman gue," ujar Rendi berusaha tetap tenang dan fokus menghadapi Giral.

"Boleh. Gue bakal lepasin teman lo, tapi ganti sama nyawa lo," tawar Giral semakin bringas bertindak.

"Oke. Gue siap, tapi cepat lepasin dia!" suruh Rendi kemudian.

Giral menatap Rendi tajam kemudian ia menghampiri Rita dan melepaskan ikatannya.

"Cepet, gantiin dia disini. Lo mau gantiin dia, kan?"

Rendi mengangguk pasrah. Ia akhirnya duduk di kursi. Giral pun mengikatnya dengan tali.

Dita yang melihat kejadian itu tak bisa apa-apa. Ia hanya bisa berdoa supaya mereka bisa lolos dari kekejaman Giral yang membabi buta.

Rita yang sudah terlepas kemudian menghampiri Dita. Ia menangis tersendu-sendu. Di lain sisi ia merasa bersalah karena Rendi mau mengorbankan nyawanya untuk dirinya.

"Kita harus apa sekarang? Kita nggak bisa biarin Rendi mati!" tanya Rita pada Dita. Dita menggeleng. Ia juga tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Lo berdua ngapain masih di sini? Lo berdua mau mati? Buruan keluar dari tempat ini sebelum gue berubah pikiran!" Giral tertawa sadis sambil membawa pisau yang akan di gunakan untuk menghabisi nyawa Rendi.

"Buruan keluar dari sini! Jangan peduliin gue," ucap Rendi. Ia tak ingin ke dua temannya celaka. Biarlah dia yang menanggung semua ini. Ia ikhlas dan rela kalau detik ini juga ia akan mati.

"Tapi Ren--"

"Buruan! Nurut apa kata gue."

Dengan terpaksa akhirnya Dita dan Rita meninggalkan Rendi sendirian di gudang penyiksaan itu. Apa boleh buat, mereka tak bisa melakukan apa-apa. Rasa menyesal itu ada di dalam benak mereka. Mereka menangis memikirkan keselamatan Rendi yang terancam.

Dita terus berpikir apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia menemukan ide untuk menolong Rendi. Ya, salah satu caranya adalah menelpon polisi. Dengan cepat ia menelepon polisi.

Beberapa saat kemudian polisi datang dan langsung menuju tempat kejadian.

"Saudara Giral, Anda kami tangkap! Serahkan diri Anda atau kami tembak!" ancam Pak Polisi sambil mengarahkan pistol ke arah Giral.

"Kalau Bapak berani tembak saya. Saya nggak segan-segan bunuh dia!" Giral berbalik mengancam. Ia mengarahkan pisau yang ia bawa tepat di tangan Rendi. Rendi merintih kesakitan. Jarak antara Rendi dan Giral sangatlah dekat karena keadaan yang sangat genting, Rendi menendang kaki Giral dan Giral terjatuh. Dengan cepat polisi berlari dan langsung memborgol tangan Giral ke belakang.

"Ikut kami!" ucap Polisi sambil mengiring Giral menuju mobil polisi.

Dita langsung mendatangi Rendi dan melepaskan ikatan yang ada pada tubuh Rendi.

"Kamu nggak apa-apa Ren?" tanya Dita kemudian. Ia sangat khawatir dengan keadaan Rendi.

"Kamu masih nanya aku nggak apa-apa? Tanganku sakit oon!" Rendi menjawab bercanda sambil menggelengkan kepalanya.

"Kok oon, sih?"

"Nggak. Aku nggak apa-apa. Kamu sama Rita juga nggak apa-apa, kan?"

Dita mengangguk. Rita kemudian menyusul keduanya.

"Maaf, ya, Ren gara-gara aku kamu jadi celaka," gumam Rita merasa bersalah. Semua ini terjadi karena dirinya.

Rendi tersenyum. "Nggak apa. Kita sesama manusia harus saling tolong-menolong kan?"

"Gimana ceritanya kamu bisa di sekap sama Giral, Rit?" tanya Dita menyahut pembicaraan.

"Waktu itu aku mau masuk rumah. Eh tiba-tiba ada yang nyekap aku dari belakang, setelah itu aku nggak tau apa-apa. Tiba-tiba aja aku udah ada di gudang ini."

"Lupakan saja. Yang penting kita semua selamat," ujar Rendi tersenyum ke arah kedua temannya.

Mereka senang bisa selamat dari kejahatan Giral dan mereka berharap Giral mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

Karena lelah, mereka pulang ke rumah masing-masing. Dan sekarang hati mereka bisa sedikit lega.

Sesampainya di rumah Dita langsung ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di kasur. Ia melihat jam, dilihatnya pukul tiga pagi. Ia memejamkan matanya. Bayang-bayang kejadian yang baru saja di alaminya masih membekas di pikirannya. Lama-lama Dita tertidur pulas karena kelelahan begitu pula dengan kedua temannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro