Part 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tok
Tok
Tok

Dita mengetuk pintu sesampainya di rumah Dita.

Clek

"Kalian siapa?" tanya perempuan berambut panjang sebahu, berparas cantik yang ternyata adalah Gita.

"Perkenalkan aku--Dita,  ini kedua temanku-- Jihan dan Fira," ucap Dita sambil menunjuk kedua temannya.

"Kami bertiga teman saudara kamu--Giral," sahut Fira.

Seketika Gita menutup pintunya dengan keras.

Dita, Fira,  dan Jihan mengeryit bingung kenapa Gita langsung menutup pintu setelah tahu kalau mereka teman saudaranya--Giral.

  Akhirnya,  Dita kembali mengetuk pintu. Gita menyahut ketukan pintu dengan berteriak dari balik pintu. "Pergi,  kalian!"

"Git, kami cuma mau tahu penyebab Giral jadi seperti itu, kenapa," ucap Jihan lirih. Ia paham rasanya menjadi Gita, pasti hatinya terpukul atas kejadian yang menimpa saudaranya. Dan di lain sisi, pasti keluarganya sudah di cap jelek oleh orang-orang.

"Apa peduli kalian!" teriak Gita semakin kencang.

"Sangat peduli. Kami nggak mau kamu semakin terpuruk seperti ini," gumam Dita kembali mengetuk pintu. Tetap saja, Gita tak mau membuka pintunya.

"Aku bilang pergi, ya, pergi!"

Akhirnya,  mereka bertiga menyerah untuk membujuk Gita menceritakan  apa yang terjadi.

"Ya sudah, kami pulang."  Jihan akhirnya angkat bicara.

Dengan rasa kecewa, akhirnya mereka pulang tanpa informasi apapun.

Di tengah perjalanan, ada seseorang yang memanggil Dita, seketika Dita menoleh. Dan ternyata ia, Rendi.

Rendi menghampiri Dita dan kedua temannya.

"Kalian habis dari mana?" tanya Rendi penuh tanya.

"Dari rumah Gita, saudaranya--Giral," jelas Dita.

"Ngapain?" tanya Rendi lagi.

"Mau tahu aja kenapa Giral jadi bersikap psikopat," sahut Fira.

Rendi mengendikan bahu sambil menggeleng.

"Terus dia mau cerita?" tanya Rendi lagi.

Mereka bertiga menggeleng pelan.

"Kalian kayaknya salah waktu. Ini bukan waktu yang tepat menurutku. Gita pasti masih terpuruk sama kejadian yang menimpa saudaranya. Mana mungkin dia mau cerita. Dia butuh waktu menenangkan diri menerima kenyataannya," ujar Rendi bijak.

Dita, Fira, dan Jihan mengangguk mengerti. Dan mereka sadar, sekarang bukan waktu yang tepat untuk mencari tahu tentang Giral lewat Gita.

"Barusan aku habis dari kantor polisi untuk diminta keterangan." Rendi bercerita tentang kedatangannya ke kantor polisi, sontak membuat Dita, Fira, dan Jihan kaget setengah mati.

"Terus gimana?"

"Rita jadi saksi juga, kan?"

"Sidangnya kapan?"

"Tanyanya satu-satu, lah," gumam Rendi saat dihantui pertanyaan yang bertubi-tubi.

Ketiganya tertawa serempak.

"Jawab, Ren," ujar Dita memaksa.

"Sidang seminggu lagi. Dan, saksi utamanya--Rita," jelas Rendi.

"Terus habis itu gimana?" sahut Fira.

  Rendi mengendikkan bahu.  "Entahlah, serahkan saja sama pihak yang berwajib."

Jihan menunjuk Rendi. "Bener, tuh." Jihan mengangguk setuju.

"Habis ini kalian mau ke mana?" tanya Rendi ingin tahu.

"Balik ke kampus, ambil motor," jawab Dita.

"Kenapa kalian ke rumah Gita nggak sekalian naik motor?"

"Deket, ngapain naik motor?" tanya Dita.

"Ya nggak apa-apa, sih. Aku pulang dulu, ya. Kapan-kapan kalian main ke rumahku. Rumahku selisih dua rumah sama pemakaman teman kamu si--Tyo," jelas Rendi.

Mereka hanya mengangguk sambil melambaikan tangan ke arah Rendi.

Rendi berjalan meninggalkan ketiganya di jalan sampai Rendi tidak kelihatan lagi.

"Itu Rendi ke kantor polisi jalan?" tanya Jihan kebingungan.

"Dekat kan kantor polisinya sama kampus kita?" jawab Dita kemudian.

Jihan menepuk jidatnya. "Oh, iya, aku lupa."

Dita melangkah lalu mengelitiki Jihan.

"Gitu aja lupa, payah!" ledek Dita.

"Udah. Ayo balik ke kampus," ajak Fira.

"Oke, boss," jawab keduanya serempak.

     ***

Semalaman Dita tak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Entah apa yang ada di pikirannya. Ia sudah berusaha memejamkan matanya. Tapi, tetap saja hasilnya. Nihil.

Akhirnya, Dita keluar dari kamarnya untuk mengambil segelas air putih. Setibanya di dapur, Dita menghidupkan lampu kemudian mengambil segelas air putih di dispenser dan meneguknya.

Dita kaget ketika ada yang menepuk bahunya dari belakang. Dan ternyata ibu Dita--Nani.

"Ibu, ngagetin Dita aja," gumam Dita masih dalam keadaan kaget.

"Kamu ngapain jam segini ke dapur? Belum tidur? tanya Nani.

"Dita habis ngambil air putih, Bu. Iya, Dita, nggak bisa tidur," jelas Dita sambil meletakkan gelas di meja.

"Ya sudah, ayo ke ruang tamu. Ibu mau nyeritakan sesuatu ke kamu," ajak Nani sambil mengandeng tangan Dita ke arah ruang tamu.

"Ibu mau cerita apa?" tanya Dita tak sabar dengan apa yang akan diceritakan Ibunya.

"Dulu waktu Ibu sama Bapak kamu baru pindah ke kompleks ini, ada keluarga yang bisa raga sukma, Nduk."

Dita kebingungan, apa itu raga sukma?"

"Maksudnya, Bu?" Akhirnya, Dita angkat bicara setelah beberapa lama terdiam.

"Raga sukma semacam jiwanya  bisa keluar dari tubuhnya. Cuma anak yang istimewa yang bisa melakukan hal itu. Dia bisa ke alam lain untuk mengalahkan setan yang jahat dengan caranya."

Hal yang diceritakan Ibunya membuat ia teringat Rendi. Rendi juga mempunyai keistimewaan  serupa dengan yang diceritakan Ibunya barusan.

"Apa semua orang punya keistimewaan itu, Bu?" tanya Dita.

Nani menggeleng.

'Terus keluarga itu ke mana, Bu?" tanya Dita ingin tahu lebih dalam.

"Mereka pindah semenjak kakek Aryo meninggal. Sampai sekarang, Ibu merasa hutang budi dengan keluarga mereka, Nduk," gumam Neni sedikit merasa bersalah.

"Hutang budi apa, Bu?" tanya Dita bingung.

"Kakek Aryo meninggal gara-gara beliau mengusir setan yang ada di rumah ini sebelum kamu lahir. Ia tak bisa melawannya sampai ia menghembuskan napas terakhirnya di rumah ini."

Terlihat Ibunya sangat merasa bersalah. Dita menghampiri Ibunya lalu memeluknya.

"Bu, semua bukan salah Ibu. Sudah takdirnya. Ibu, tahu nggak keluarga mereka tinggal di mana?" tanya Dita melepaskan pelukannya.

"Ibu nggak tahu. Sewaktu mereka pindah, Ibu sama Bapak baru ke rumah nenek. Seminggu setelah kematian Kakek Aryo mereka langsung pindah," jelas Nani.

"Tapi mereka nggak marah ke Ibu, kan?"

Nani hanya menggeleng samar.

"Tapi, dua hari sebelum Kakek Aryo meninggal, beliau pernah berpesan, ia menurunkan keistimewaannya pada cucunya kelak. Ia lah yang akan mewarisi keistimewaan itu," jelas Nani. Tangisnya kembali pecah.

Dita menghela napas panjang. Andai saja Dita bisa menemukan keluarga Kakek Aryo, ia akan berterimakasih karena sudah membantu keluarganya mengusir roh jahat yang ada di rumahnya. Tapi, apa daya, ia tak tahu keberadaan keluarga Kakek Aryo.

"Udah, Ibu balik ke kamar aja. Biar Dita tidur di ruang tamu," ucap Dita.

Ibunya kemudian memasuki kamar. Dan, Dita berbaring di sofa masih memikirkan keberadaan  keluarga Kakek Aryo, sampai Dita sempat berpikir kalau Rendi-lah keturunan dari keluarga Kakek Aryo sampai mata  Dita semakin lama semakin terpejam. Dan, akhirnya ia tertidur pulas bersama mimpinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro