Part 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dita berlari pagi untuk menyehatkan badannya, sekitar pukul enam pagi. Suasana masih sepi, belum banyak orang yang beraktivitas pada jam itu.

Kebetulan hari ini kuliahnya libur karena para dosen malakukan study banding ke luar kota. Ia berlari kecil dari rumahnya sampai dekat pasar yang tak jaih dari rumahnya. Setengah jam berlalu, perut Dita terasa lapar, gadis itu berjalan menuju pasar untuk membeli jajanan pasar sekadar menganjal perutnya yang lapar.

Beberapa menit kemudian, ia sampai di pasar dan menghampiri ibu-ibu yang menjual jajanan pasar. Deretan jajanan pasar membingungkan Dita untuk memilih makanan apa yang ia pilih. Sampai akhirnya, ia memilih arem-arem dan bakpao. Seusai membeli Dita duduk di kursi panjang yang disediakan oleh pasar tersebut dan memakan jajan pasar yang ia beli.

Seketika, ia teringat cerita ibunya tadi malam tentang Kakek Aryo yang mati mengenaskan di rumahnya karena mengusir roh jahat. Lamunan Dita pecah ketika ada seseorang yang duduk dan menepuk bahunya, Dita menoleh dan ternyata Rendi.

"Kamu ngapain Dit di sini?" tanya Rendi pada Dita.

"Habis jalan-jalan pagi. Kamu sendiri ngapain?"

"Nyusulin kamu. Tadi aku nerawang kamu dan bener aja kamu ada di sini,"gumam Rendi bermaksud menakut-nakuti Dita.
Benar saja, Dita merasa ngeri saat Rendi bilang kalau ia menerawang Dita. Ia bergidik ngeri dan mengeser badannya menjauh dari Rendi. Rendi yang tahu Dita ketakutan karena ucapannya terkekeh, "Nggak Dit, aku bercanda. Aku nggak punya kelebihan itu kok. Sini dong duduknya, jangan jauh-jauh, jangan takut gitu. Serius aku bercanda." Lagi-lagi Rendi terkekeh menahan tawa yang sengaja tak ia perlihatkan.

Dita akhirnya mengeser duduknya seperti semula. Ia memperhatikan Rendi dengan tatapan masih sedikit takut. Dita kemudian terfokus pada kalung yang dikenakan Rendi, ia bertanya-tanya itu jenis kalung apa, karena bentuknya yang unik, berbentuk kristal berwarna putih.

"Ren, itu kalung apa, ya?" tanya Dita kepo.

Rendi tersenyum kemudian melepas kalungnya dan menyodorkannya pada Dita. Dengan cepat Dita menerima kalung itu dan memperhatikannya dengan seksama. Kalung yang penuh misteri, pikirnya. Dita yakin kalung yang ia pegang bukan kalung sembarangan. Pasti hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang punya kelebihan khusus.

"Ini kalung peninggalan dari kakek aku." Dita langsung menebak tanpa pikir panjang, "Kakek Aryo, kan?"

Rendi kaget setengah mati bagaimana Dita bisa mengetahuinya, padahal ia tak pernah menyeritakannya pada Dita.

"Gimana bisa tahu?"

Sekarang Dita yang kembali membuat Rendi penuh tanya. "Tahu dong, aku kan bisa menerawang." Dita menabok lengan Rendi yang tak bersalah dan ia tertawa terpingkal-pingkal.

"Serius?" tanya Rendi penuh tanya.

Dita menggeleng pelan, "Nggak lah. Aku tahu itu karena ibuku tadi malam cerita tentang Kakek Aryo dan dugaanku benar, kamu itu cucunya Kakek Aryo."

"Ibu kamu memang cerita apa?"

Akhirnya Dita menceritakan apa yang diceritakan ibunya tadi malam pada Rendi. Rendi tercengang saat Dita bercerita, keluarganya tak pernah bercerita apapun tentang Kakeknya. Ia hanya tahu, kalung yang diberikan kakeknya saja, selain itu ia tidak tahu apa-apa sama sekali.

Selesai Dita bercerita, Rendi menunduk, ia merasa dibohongi keluarganya sendiri. Ia hanya tahu, kakeknya meninggal karena sakit, bukan karena melawan roh jahat yang ada di rumah Dita. Hal itu sangat membuatnya marah dan kecewa terutama pada orangtuanya. Mereka tak pernah menyeritakan kebenaran yang sesungguhnya melainkan dengan kebohongan untuk menutupi yang sebenarnya.

"Kamu nggak apa, Ren?"

Rendi menggeleng," Nggak apa. Aku cuma nggak nyangka aja keluargaku sendiri tega bohongin aku. Mereka selalu bilang kakekku meninggal karena sakit bukan karena kalah mengusir roh jahat yang ada di rumah kamu" Terlihat raut wajah Rendi penuh kekecewaan yang amat mendalam, merasa terpukul dengan apa yang dialami kakeknya. Dita paham betul perasaan Rendi saat ini. Tapi Dita berusaha menenangkan Rendi supaya tidak berpikiran buruk terhadap keluarganya sendiri.

"Ren, mungkin orangtua kamu nggak ada maksud bohongin kamu. Oh, ya, kalung ini kalung biasa, kan?"

Rendi mengangkat bahunya," Nggak tahu. Kata orangtuaku sih kalung biasa. Tapi... aku yakin kalung ini ada keistimewaannya." Rendi mengambil kalungnya dari Dita dan memakainya kembali di lehernya.

"Kenapa kamu nggak cari tahu aja," ucap Dita seraya menyarankan Rendi untuk memecahkan misteri kalung pemberian dari Kakeknya.

Rendi hanya mengangguk antusias, "Good idea,"gumam Rendi tersenyum ke arah Dita. Benar perkataan Dita, ia harus menguak misteri tentang kalung pemberian Kakeknya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro