RAIN : 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy reading!
***

"Bersihkan sepatuku."

Lucas menjulurkan sebelah kaki yang terbalut sepatu penuh lumpur. Entah habis ke mana. Mungkin memang sengaja diinjakkan pada kubangan lumpur sisa hujan semalam yang keberadaannya tak jauh dari tempat pembuangan sampah. Persis lima meter dari jarak mereka sekarang.

Wonwoo berdesis menahan tawa. Kedua tangan terlipat di dada. Kemeja seragam tidak terkancing, sengaja dibiarkan begitu saja. Kaus hitam polos membalut bagian dalam tubuhnya yang kadang terlihat membentuk tonjolan di beberapa bagian. Dia lumayan rajin berolahraga.

"Apa yang kau lakukan? Cepat bersihkan," katanya lagi. Kali ini telunjuknya ikut bermain, menoyor pelan pelipis pemuda yang untuk mengangkat kepala saja tidak berani.

Yang Jeongin mulai menjulurkan tangannya agak gemetaran. Bibir bawahnya digigit. Bahkan untuk menyentuh sepatu milik Lucas saja dia harus menahan napas. Berharapnya, ada seseorang yang akan menyelamatkannya dari situasi ini seperti ketika Jungkook yang tiba-tiba hadir, kala itu. Tapi dia tak mengharapkan apa pun.

"Hei, lakukan yang benar. Mau kutendang mukamu yang menyebalkan itu?" Lucas berkomentar.

Ini adalah gilirannya bermain-main, tetapi bahan mainannya saja tidak asyik diajak bermain. Yang Jeongin tidak bisa membuat dia terhibur. Haruskah dia memilih permainan yang lebih menarik? Menceburkan pemuda itu di kubangan air, lalu mengoles setiap lembar buku catatan berharganya dengan lumpur, misalnya. Wah, memikirkannya saja mampu membuat Lucas terkekeh-kekeh sendiri.

Sebelum ide brilian itu benar-benar terlaksana, Wonwoo sudah terlebih dulu mengangkat bak sampah yang isinya basah dan berair. Bau busuknya bahkan bisa tercium dalam radius beberapa meter. Mino sudah menyiapkan ponselnya untuk bahan dokumentasi. Sejak tadi diam saja membuat tangannya ikut gatal. Tawanya menggelegar saat melihat Jeongin yang mukanya hampir menangis.

"Kumohon jangan lakukan itu. Aku tidak bisa belajar bila seragamku kotor," mohon Jeongin. Kedua telapak tangannya saling menyatu, lalu diusap berulang kali.

"Ya, itu akan bagus untukmu. Penampilanmu pasti lebih mengesankan," ujar Mino. Suasana hatinya hari ini berada di persen rata-rata. Namun, melihat mainan bagus seperti ini membuatnya menembus di angka lumayan tinggi. Menyenangkan.

"Hei, Anak Orang Kaya. Bisa diam tidak? Nanti sampah ini tidak tersiram sempurna di wajahmu kalau kau terus begitu." Lagi-lagi suara Lucas ikut mendominasi. Sepatunya yang penuh lumpur menginjak celana pada bagian lutut dan paha pemuda tersebut, meninggalkan noda kecokelatan yang cukup tebal. Tangan Jeongin hanya bisa meremas rerumputan sambil menahan tangis.

"Ya, hentikan."

Changbin tiba-tiba muncul entah dari mana. Sebelah tangannya dimasukkan pada saku celana. Wajahnya sedatar papan tulis yang isinya rumus-rumus matematika. Tatapannya jatuh pada Song Mino yang kini tengah mengulum senyum diam-diam ketika dirinya datang. Senyum mengejek yang begitu memuakkan. Changbin menyembunyikan desisan kasarnya.

"Apaan kau ini? Kami sedang seru-serunya. Jangan mengacau dan keluarkan ponselmu. Momen gemilang seperti ini tidak boleh dilewatkan." Itu Lucas yang membalas. Sudah dibilang, bukan? Kalau ini adalah harinya bersenang-senang.

Wonwoo yang melihat tingkah tak biasa Changbin lantas menurunkan bak sampah. Ada tawa yang tertahan di ujung tenggorokan.

"Kau terlambat. Tumben sekali," komentar Wonwoo setelah mengecek jam pada pergelangan tangan. Changbin tidak menanggapi. Kakinya berjalan mendekat, lalu dagunya diarahkan ke suatu tempat.

"Ada Guru Park dari arah koridor. Kalian tidak mau dapat poin, 'kan?" kata Changbin santai. Entah mengapa tatapannya dipertegas ketika melihat Mino. Seolah memberi peringatan agar menjauhkan tangan kotornya dari pemuda yang berdeku di hadapan mereka. Yang Jeongin sempat memandangnya sebentar, lalu menunduk lagi.

Mino langsung mendengus kasar, mengira kalau Changbin hanya beralasan untuk membiarkan Yang Jeongin lepas. Namun ketika mendengar umpatan Wonwoo, Mino baru tahu kalau yang diucapkan Changbin memang benar. Pemuda Jeon itu sudah mengembalikan bak sampah berbau busuk ke tempat semula. Lalu tanpa banyak tingkah lagi dia pergi, disusul Lucas, lalu Song Mino di belakang. Tersisa Changbin yang membuang napas ke samping.

"Ah, benar-benar," gerutu Changbin. "Kenapa aku sampai melakukan hal bodoh begini, ck." Semoga penyesalan tak menyertainya suatu hari nanti karena lagi-lagi telah berbuat sesuatu yang bukan gayanya. Lagipula, dia tak tahan melihat wajah melas yang amat menjengkelkan tersebut. Yang Jeongin harus membayar setimpal untuk itu.

Sebelum Guru Park melihat mereka, Changbin dengan amat sangat terpaksa mengulurkan tangan. Wajahnya ogah-ogahan. Kadang-kadang desisan keluar dari mulut lantaran Jeongin terlalu lambat bergerak. Changbin jadi tak sabaran.

"Lama sekali. Cepat berdiri, sebelum rasa kasihanku hilang." Changbin memberi instruksi. Tangannya masih menggantung di udara karena Jeongin tak kunjung menerima. Jadi, selagi pemuda berambut seperti mangkuk dan berkacamata itu belum bergerak, Changbin sudah terlebih dulu menarik lengan pemuda tersebut.

Belum apa-apa Changbin sudah memekik  jengkel. Yang Jeongin baru saja membuatnya tersungkur karena tak becus meraih tangannya dengan benar. Alhasil, tubuh Changbin pun ikut jatuh, menimpa celana kotor milik pemuda anak orang kaya tersebut.

"YA! Kau sengaja?!" teriak Changbin. Detik berikutnya dia sudah berdiri sambil menggosok-gosok celananya yang kini terkena lumpur. Seharusnya dia tidak pernah memedulikan lelaki pengecut di depannya ini. Sama sekali.

Sambil bersungut-sungut, Changbin berjalan terlebih dulu setelah berkata, "Ikuti aku." Dan tentu saja, lelaki Yang itu buru-buru berdiri, tergopoh-gopoh menyusul Changbin.

Bel masuk sudah berdering. Untuk pertama kalinya, Yang Jeongin dihadapkan pada situasi di mana dirinya harus mengendus aroma sedap ramyun, sedangkan di kelasnya sendiri tengah berlangsung pelajaran. Benar, dia membolos untuk kali pertama. Catat. Kali pertama. Bersama Seo Changbin pula. Haruskah dia membuat sebuah jurnal untuk mengabadikan momen menakjubkan seperti ini? Lelaki itu bahkan sempat membawanya ke toilet untuk membantu membersihkan celananya meski sambil menggerutu.

Jeongin meneguk ludah, hendak bertanya kira-kira kapan mereka akan kembali ke sekolah. Apa tidak apa-apa jika keluar tanpa izin seperti ini? Bagaimana kalau mereka dihukum? Tidak, tidak. Bagaimana kalau Changbin mendapat masalah? Benar, itu yang dia pikirkan.

"Aku akan membolos hari ini. Jadi, makan saja ramyunmu sebelum mengembang." Tanpa menatap, Changbin berkata dengan mulut agak penuh. Kuah ramyun yang masih setengah panas dia seruput sampai habis.

"O-oh, iya. Terima kasih." Jeongin membalas dengan suara kecil. Ia menyentuh cup ramyun yang asapnya masih mengepul dengan agak gemetaran. Changbin langsung terkekeh begitu melihat pemandangan menggelikan tersebut.

Changbin sudah selesai menghabiskan ramyun miliknya bahkan sebelum Jeongin membuka mulut. Lelaki itu ikut berdiri saat Changbin berdiri sambil membereskan barang-barang.

"Kau yang bayar," kata Changbin, lalu keluar dari minimarket sehabis memerintahkan agar lelaki itu menghabiskan makanannya sebelum pergi. Changbin akan menunggu di luar. Sayangnya, lelaki itu tidak mau mendengarkan.

Jeongin keluar setelah membayar. Dia menghampiri Changbin sambil menjulurkan sekaleng minuman soda yang masih dingin.

"Terima kasih sudah membantuku lagi." Pandangannya turun pada celana yang masih basah samar-samar. "Dan juga ini—"

"Ah, berisik sekali." Changbin berkomentar. "Membantu apanya, ck," imbuhnya, lalu hendak pergi dari sana.

"Hei, hei, lihatlah siapa ini!"

Tiba-tiba seseorang berseru. Changbin yang mengenal suara itu langsung menghela napas kasar. Sial sekali, pikirnya.

"Wah, lihatlah ini. Bukankah pemandangan yang mengagumkan?" Taehyung dengan permen karetnya bersuara dengan nada yang berlebihan. Kedua tangannya bahkan membuat gestur yang amat menyebalkan di mata Changbin. Jeongin hanya diam sambil sesekali melirik wajah jengkel lelaki yang berdiri di sampingnya tersebut.

Di samping Taehyung yang heboh, ada Park Jihoon dan Jungkook yang memerhatikan. Sepertinya mereka bertiga juga sedang membolos. Kebetulan macam apa ini?

"Aku tidak pernah berharap bertemu dengan si bodoh ini. Kenapa di mana-mana ada mukanya. Merusak mood-ku saja," gerutu Jihoon. Untuk melihat Changbin saja dia malas sekali. Eh, ini malah tidak sengaja bertemu.

"Siapa yang kau maksud?" Taehyung bertanya dengan wajah polos. Sementara Jungkook tampak tak peduli. Pemuda itu memilih masuk ke minimarket terlebih dulu dan menganggap bahwa dia tak pernah melihat Changbin serta Yang Jeongin bersama-sama. Bukan urusannya juga.

Mendengar itu Changbin tidak menimpali. Dia lantas menarik kasar dasi Jeongin, mengajaknya enyah dari sana.

"Ayo pergi."

Jeongin patuh saja. Kepalanya agak ditundukkan untuk memberi salam pada Taehyung dan Jihoon.

"Mwoya? Mereka berteman?" tanya Taehyung. Permen karet yang dia kunyah sudah hambar. Sambil masih terheran-heran, dia mengambil permen karet tersebut, lalu menempelkannya pada dinding bagian luar minimarket.

Jihoon tidak peduli. Dia tidak berminat menjawab pertanyaan Taehyung. Kakinya ditarik, meninggalkan pemuda bertubuh proporsional tersebut yang sibuk menerka-nerka perihal hubungan Changbin dan Jeongin, yang notabene adalah bahan 'mainan' geng Wonwoo.

"Hei—wah, kurang ajar sekali. Kenapa kau meninggalkanku seperti orang gila?!" Taehyung mengumpati Jihoon sambil mencak-mencak masuk ke minimarket.

***

To be continued ....

Hai, maaf ya belum bisa update rutin sesuai jadwal ㅠㅠ
Makasih yang masih baca sampai sini 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro