Day 11 - Tudung Kunci

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku tidak menginginkan apapun. Namun, bumi yang kupijak menginginkan apapun dari diriku. Atau mungkin, nafsu birahiku menginginkan apapun dari bumi yang kupijak. Yang pasti, bukan aku dalam arti jelasnya. Sebab aku tidak menginginkan apapun yang menyimpan untuk dibuka luas-luas. Biarkan semua berada dalam tudung kunci.

Tudung itu mengunci erat. Belasan gembok itu terpancang di sekitar tudung itu. Bentuknya aneh, hanya mata yang ditunjuk bisa melihatnya. Seharusnya, tudung itu aman. Lalu muncul makhluk yang tidak diketahui namanya. Dia bertubuh tegap, bertangan dua, berkaki dua, dan mampu melangkah cepat. Dia adalah sesuatu yang bergerak, ingin membuat tudung itu terbuka. Bumi mengatakan, jika cara yang benar adalah membisu. Maka bumi membisu.

Langit masih gelap, membisu tanpa suara. Tidak ada seruan malam seperti biasanya. Akan tetapi, seruan itu terdengar dari makhluk di bumi yang kupijak. Yang pasti, aku membisu, mengikuti langit yang tak mau mengucap sepatah kata. Langit pun berkata sama, lebih baik membisu daripada ikut berkata yang dikatakan makhluk itu.

Tidak ada pergerakan dari sekitarku. Semua mengikuti langit dan bumi yang membisu. Aku ikut serta membisu, enggan membuka suara. Makhluk itu membelah diri.  Mereka memutariku,  menyuruhku segera ercakap selayaknya makhluk-makhluk di bumi ini. Makhluk-makhluk itu berucap tanya kepadaku, "Kenapa kamu membisu?"

Sebab pertanyaan itu aneh, aku tidak menjawab. Mereka semestinya mengetahui jika aku membisu karena duniaku membisu. Lalu makhluk ini bertanya, "Kamu bermain rahasia dengan kami?"

Reflek, aku menggeleng tegas. Namun, sepatah kata yang mereka inginkan di mulutku tidak kulakukan. Aku membisu seperti langit dan bumi. Mereka tidak menyukai aksi diamku, padahal aku hanya mengikuti apa yang dilakukan tempatku berpijak.

"Rahasia apa yang kamu punya?" Pertanyaan it uterus-menerus berentet menghalauku. Aku membenci adanya tindak paksa yang makhluk-makhluk lakukan. Mereka ini seenak sendiri, tidak memberiku hak untuk melakukan aksi bisuku.

"Jangan macam-macam sama kami. Kamu bisa mati di tangan kami jika tidak berbicara."

Aku ingin menjawab, tapi mulutku enggak terbuka. Aku mengikuti bumi dan langit membisu. Langit berucap di sampingku jika biarkan makhluk-makhluk itu bersuara. Bumi pun berkata sama, menyuruhku untuk tetap diam dan membiarkan mereka menodongkan muslihat agar aku membuka tudung kunci kami.

"Hei Aku, kamu yakin tidak ingin membuka mulutmu yang penuh rahasia?"

Aku membisu.

"Kamu tidak mau, atau kamu tidak punya kunci itu?"

Aku menggeleng tegas.

"Jadi benar-benar ada rahasia, ya?"

Aku sontak membeku. Bukankah aku sudah membisu? Akan tetapi kenapa mereka dengan mudah mengetahu rahasi yang kami rahasiakan?

"Sebab semua yang dibumi tidak akan bisa membungkam mulut mereka, Aku!" Mereka tersenyum miring, meremehkanku. "Apalagi aku ini adalah kamu, Aku."

Mereka tergelak. Anehnya, aku merasakan suara gelak tawa terdengar keras di kedua telingaku. Tanganku terangkat, meraba-raba daerah wajah, dan benar, mulutku telah terbuka lebar, mengeluarkan tawa keras, dan berucap tanpa akal.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro