Chap 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ini adalah malam diumumkannya bulan ramadhan, semua orang bersiap-siap untuk melakukan sholat tarawih berjamaah di masjid terbesar di kampung itu. Dimas bersama teman-temannya pergi untuk menunaikan sholat tarawih, orang-orang banyak yang datang karena ini besok adalah hari pertama dimulainya puasa pertama di bulan ramadhan.

Para warga melaksanakan sholat isya terlebih dahulu kemudian dilanjutkan oleh khutbah yang dibawakan oleh pak ustad Yusuf, salah satu ustad di kampung ini. Setelahnya dilanjut sholat tarawih 8 rakaat dan sholat witir. Usai sholat tarawih, beberapa dari mereka langsung pulang untuk tidur cepat dan menyiapkan bahan makanan untuk sahur. Berbeda dari yang lain Dimas dan beberapa temannya memilih untuk mengaji sebentar bersama orang-orang yang masih berada di dalam masjid.

"Kalian belum pulang?" tanya Pak Yusuf.

"Belum pak ustad." kata Dimas sambil menyalami tangan Pak Yusuf.

"Kalau sudah selesai mengaji langsung pulang ya. Jangan sampai telat bangun sahurnya."

"Iya pak."

Selesai mengaji mereka bersiap untuk pulang, Dimas melihat seorang kakek paruh baya yang berjalan pelan di tangga. Kakek tersebut hampir saja terjatuh karena tangganya licin, untung saja Dimas segera menahannya.

"Mbah gak papa?" tanya Dimas.

"Gak apa-apa kok nak. Terima kasih ya."

"Sama-sama mbah."

"Mbah Haryo! Mbah Haryo ndak apa-apa?" tanya seorang ibu-ibu yang berlari ke arahnya.

"Gak apa-apa, saya baik-baik saja berkat anak ini."

"Syukurlah. Terima kasih ya nak."

"Sama-sama bu, saya juga refleks tadi."

"Dimas ayo pulang!" panggil salah satu temannya.

"Iya. Mbah, bu, saya permisi ya." kata Dimas.

"Iya nak."

Dimas berjalan ke arah teman-temannya yang sudah menunggu di depan.

"Kamu habis ngapain tadi?" tanya Rangga.

"Itu nolongin Mbah Haryo, hampir aja jatuh tadi."

"Ku kira apa, yaudah yuk pulang. Nanti dicariin bapakmu lagi." kata Yandi.

"Iya."

Jalan pulang yang hanya diterangi oleh cahaya lampu dan obor itu membuat jalanan malam hari itu terasa sangat mencekam. Angin tiba-tiba berhembus kencang membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Kok aku tiba-tiba jadi merinding ya?" tanya Yandi.

"Merinding kenapa?" tanya Rangga.

"Gak tahu nih."

"Kita jalan aja terus sambil dzikir di dalam hati." kata Dimas.

Keduanya menggangguk kemudian melanjutkan perjalanan sambil terus berdzikir. Semak-semak dari arah depan tiba-tiba bergoyang sangat kencang dan menampakkan sehelai kain putih, mereka tersentak hingga berhenti berjalan. Rangga mencoba mendekatinya pelan-pelan dan tiba-tiba saja.

"BAAAA!!"

"WAAAAAA!!!"

Mereka bertiga berteriak ketakutan saat sosok putih itu muncul, Rangga terjatuh di tanah hingga bajunya kotor, kedua temannya malah berlari meninggalkannya.

"Hahaha, kalian kok pucat gitu?" katanya.

"Huh dasar kamu!" kata Rangga yang langsung memukulnya.

"Aduh!"

"Hei teman-teman! Rupanya ini si Supri yang jadi hantunya."

Dimas dan Yandi langsung berlari menuju Rangga sambil mengomel.

"Dasar kamu, untung jantungku gak copot." kata Yandi.

"Emang jantungmu bisa copot?" tanyanya sambil melepas mukenanya.

"Ya bisalah." balas Yandi sewot.

"Maaf ya."

"Udah ah aku mau pulang." kata Dimas.

"Eh tunggu Mas." kata Yandi.

"Kamu juga pulang sana Pri, nanti dicariin emakmu lagi."

"Emak ku lagi kerja kok hari ini. Jadi di rumahku gak ada siapa-siapa."

"Kamu sendirian?" tanya Rangga.

"Iya. Kamu mau main ke rumahku gak?"

"Enggak ah makasih. Aku mau pulang aja."

"Oh ya udah, nanti mau ikut bangunin orang sahur gak?"

"Boleh. Sama siapa?"

"Sama Mas Iwan, Mas Radit, Pakde Burhan."

"Ya udah nanti aku ajak Dimas sama Yandi deh."

"Oke. Kalau begitu hati-hati ya pulangnya. Takut ada yang ikut hiii..."

Rangga memukul lengan Supri pelan, "Sembarangan kamu."

Di rumah Dimas langsung mencuci kakinya dan masuk ke dalam rumahnya, "Assalamu'alaikum pak."

"Waalaikumsalam, eh cah lanangku wis balik."
(Waalaikumsalam, eh anak laki-laki ku sudah pulang)

"Sampun pak."
(Sudah pak)

Dimas mencium tangan bapaknya dan duduk disampingnya.

"Bagaimana, apa kamu sudah persiapkan diri untuk ramadhan kali ini?" tanya bapak.

"Sudah pak. Kan selalu seperti ini jika mau puasa." katanya sambil tersenyum.

Bapak mengelus kepala Dimas dengan pelan, "Ya sudah cepat tidur, biar bangun sahurnya gak telat."

"Nggih pak."
(Iya pak)

Saat mau tidur, pintu kamar Dimas diketuk oleh seseorang. Dimas menengok ke jendela dan membukanya.

"Rangga? Kamu ngapain?"

"Si Supri ngajak buat bangunin orang sahur nanti. Ikut yuk."

"Ya udah nanti aku bilang bapakku dulu boleh atau enggak."

"Oke, ku tunggu di sini."

"Iya."

Dimas meminta izin kepada bapaknya untuk membangunkan orang sahur bersama teman-temannya. Bapak mengizinkan, Dimas pun sangat senang dan kembali menemui Rangga yang sudah duduk di bingkai jendela.

"Bapakmu bilang apa?"

"Boleh kok."

"Alhamdulillah, ya sudah kalau begitu aku pulang dulu ya."

"Iya hati-hati."

"Aku bakal ajak Yandi juga."

"Iya."

"Dimas, wis bengi, turu."
(Dimas, sudah malam, tidur)

"Nggih pak."
(Iya pak)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro