Tantangan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rere menompangkan sebelah dagu di atas meja. Entah kenapa kali ini dia agak malas mendengarkan penjelasan dosen. Rere melirik arloji yang menunjukkan pukul sepuluh, lima belas menit lagi perkuliahan selesai. Revan yang sedari tadi memperhatikan Rere pun menaikkan alis, tak biasanya sahabatnya itu ogah-ogahan dalam menyimak mata kuliah yang sedang berlangsung. 

"Lo kenapa?" Revan mengembuskan napas. 

Rere dengan malas menengok ke arah Revan. Gadis itu hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. 

 "Gue masih nggak percaya sama ramalan bodohnya si Iren, " ucap Revan tiba-tiba membuat Rere berdecak kesal. 

Rere kembali mengangkat bahu. "Terserah lo, deh, Van." Hanya itu yang bisa Rere anggap sebagai jawaban. Percuma berdebat dengan orang yang punya pula pikir beda. Bagi Rere hanya menambah masalah saja. 

Revan tak menyerah. Dia akan membuktikan sendiri kalau ramalan Iren hanya bualan belaka, yang selama ini hanya kebetulan. 

"Gue mau nantang dia buat ramal nasib gue." Revan berucap mantap. Dari kejauhan dia memperhatikan Iren yang duduk paling depan sedang memainkan ponsel. 

"Lo mau nantang dia apa?" Rere akhirnya menanggapi setelah beberapa menit terdiam.  

Revan tertawa licik. "Lo nanti tau sendiri, lah."

Rere menganggukkan kepala sebagai jawaban. Rere berharap Revan tidak akan menantang Iren dengan aneh-aneh. Karena dia takut Revan kenapa-kenapa, mengetahui ramalan Iren yang selalu benar. 

Lima belas menit kemudian, perkuliahan selesai. Dosen sudah keluar kelas. Semua yang ada di kelas sudah berhamburan keluar kelas.  

Revan menarik tangan Rere untuk menemui Iren yang sedang berada di depan kelas sendirian.

"Eh... cewek halu, " ucap Revan tanpa basa-basi. 

Iren yang merasa terpanggil menengok ke sumber suara. Cewek itu berkacak pinggang. "Mau apa lo?"

Revan menaikkan sebelah alis. Inilah saatnya dia menantang Iren, dan membuktikan ramalannya selama ini tidaklah benar dan hanya kebetulan. 

"Gue tantang lo ramal gue, dan terawang apa yang bakal terjadi sama gue." Revan memperlihatkan tangan kanannya, untuk dilihat oleh Iren. 

"Van, lo apaan, sih." Rere tidak habis pikir dengan tindakan Revan yang sangat nekat. Rere tidak mau Revan menjadi korban ramalan Iren selanjutnya. 

Revan dengan santai menjawab, "Lo nggak perlu khawatir, Re."

"Tapi-" Rere mengembuskan napas.  

Iren mengedepankan jari telunjuk, yang dimaksudkan untuk Rere. Rere kemudian hanya terdiam.

Iren segera memegang tangan Revan dan mulai meramal cowok itu. Mata Iren terpejam. Sebuah hempasan kecil terdengar dari mulut gadis itu. 

"Jadi... gimana?" Revan mulai tak sabar dengan apa yang akan dikatakan Iren soal penerawangannya. 

"Kamu akan tertimpa genteng gedung lantai 4 sore nanti," gumamnya. 

Revan terbahak. Baginya ramalan Iren sangatlah konyol. Cowok itu memegang dagu Iren sambil terus tertawa. 

"Kalau ramalan lo bener gue kasih apresiasi buat lo." Revan bertepuk tangan lumayan keras. Tawaannya masih sama, tawaan ledekan dengan nada mencemooh. 

Iren mengangguk. Dengan percaya diri dia memandang Revan dengan bengis. "Lihat aja nanti."

Melihat pemandangan tidak mengenakkan itu, Rere hanya diam mematung. Dia takut ramalan Iren kembali terjadi. 

 "Gue tunggu ramalannya, ya?" Revan tersenyum tipis. 

 Iren tak menjawab, dia langsung bergegas pergi begitu saja. 

"Van, lo apa-apaan, sih?" Rere kesal setengah mati. Dijambaknya rambut sahabatnya itu. 

"Lo lihat aja nanti, Re, " jawab Revan. 

Rere melepas jambakan, dia sudah panik dan takut ramalan itu terjadi. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#misteri