Tragedi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rere sedari tadi melamun saat makan di kantin bersama Revan. Ramalan Iren tentang Revan sangat mengganggu pikirannya. Revan mengernyit  sedari tadi melihat Rere melamun, nasi goreng yang dipesan pun hanya termakan beberapa sendok saja.

"Re, lo ngalamunin apa, sih?" Revan menepuk bahu Rere, membuat cewek itu terkesiap.

Rere menggeleng.

Revan mengembuskan napas. Dia sudah tahu apa yang dipikirkan sahabatnya itu sedari tadi. Bagi Revan tetap saja ramalan Iren hanya bualan belaka. Belum tentu akan terjadi pada dirinya.

"Dimakan nasi gorengnya, " ucap Revan, lalu menegak jus jeruk sampai habis.

Dengan ogah-ogahan, Rere menyendok nasi goreng ke dalam mulut. Tetap saja pikirannya fokus pada ramalan Iren. Rere takut ramalan Iren menjadi kenyataan. Dia hanya tidak mau Revan kenapa-kenapa.

"Ayo buruan dimakan, sebentar lagi kita praktikum di laboraturium ...." Revan melirik jam tangan yang menunjukkan hampir pukul empat kurang lima menit.

Rere menggangguk kembali, menghabiskan nasi gorengnya sampai habis. Seusai selesai makan di kantin, Rere dan Revan menuju ke laboratorium. Saat melewati gedung laboratorium, tiba-tiba sebuah genteng jatuh dari atas dan mengenai kepala Revan. Rere yang mengetahui itu kaget, karena genteng itu mengenai pelipis Revan.  

"Lo nggak apa, Van?" Rere sangat panik, dan segera mengambil kotak obat yang dibawanya.

Revan mengangguk. Untung saja lukanya tidak parah, batinnya.

Rere lalu mengobati luka yang sedikit serius di kepala Revan. Revan terlihat santai, membuat Rere sedikit sebal.

"Lo sekarang percaya, kan, sama ramalan Iren?" Rere memasukkan kotak obat ke dalam tasnya.

Revan tertawa. Cowok itu mengangkat bahu tak acuh. "Itu hanya kebetulan, Re."

Rere bertambah kesal saat Revan mengatakan hal itu. Masih saja Revan tidak percaya dengan ramalan Iren yang lagi-lagi menjadi kenyataan.

"Lo kesel sama gue?" Revan menaikkan sebelah alis, lalu menjulurkan lidah.

Rere memutarkan bola mata, tangan kanannya menabok lengan Revan lumayan keras. Sungguh, ramalan Iren membuatnya sangat takut. Rere takut kalau suatu saat Iren juga akan meramalnya.

"Gue, kan, udah bilang ramalan dia yang terjadi karena kebetulan aja."

Ucapan Revan baru saja membuat Rere semakin takut. Mana mungkin ramalan Iren meleset. Setiap orang yang diramal Iren akan menjadi kenyataan.

"Revan, dia itu kalau meramal nggak pernah meleset." Mata Rere melotot menatap Revan yang masih saja menganggap ramalan Iren hanya kebetulan.

Revan enggan menanggapi. Dia tetap kokoh dengan pendiriannya.

"Ayo kita ke lab ...," ujar Revan mendahului menuju laboratorium.

Rere hanya bisa menghela napas. Dia hanya berharap tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

"Van, tungguin." Rere berlari mengejar Revan yang sudah hampir menuju lantai empat.

Sesampainya di sana, Revan dan Rere langsung duduk di depan lantai laboratorium. Suasana masih sepi, padahal biasanya sudah ada teman lain yang berada di sini.

"Lo tega banget ninggalin gue, Van, " gerutu Rere, sebal.

Revan mendecak. "Habis lo percaya aja ramalan bodoh itu."

"Tapi ramalan Iren bener, dan terjadi sama lo, kan?" Rere berkacak pinggang.

Revan menggeleng. "Udah nggak usah dibahas. Males gue."

Ponsel Rere dan Revan bergetar bersamaan. Kedua remaja itu segera membaca pesan WhatsApp dari grup kelas mereka.

Kelas praktikum ditiadakan.

Dari pak yudi....

Revan dan Rere saling pandang. Ada kekesalan dalam diri mereka. Segera mereka turun ke bawah menuju parkiran. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#misteri