Indahnya Mimpi (fantasy, romance)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

source: gomzi (pixiv)
*Link di comment line



"Nyaman banget ...."

Kata yang tepat untuk menggambarkan suana ini dalam satu kata. Padang rumput hijau dengan bunga-bunga aneka warna terbentang luas sampai terlihat cakrawala. Langit biru cerah dengan awan-awan yang bergerak mengikuti angin besar di atas sana. Namun dibawah sini hanya sepi yang terasa.

Hanya ada satu pohon di sana, namun bukan itu satu-satunya yabg meneduhkan. Ada seorang gadis cantik dengan rambut terurai duduk bersendet di bawah pohon. Kulitnya semulus sutra, matanya seperti berlian, sentuhannya membuat hati teduh, dan aku tidur di pangkuannya.

"Mimpi yang sangat indah dan nyaman, aku tak mau bangun," gumamku.

"Bukankah dunia nyata lebih indah?" Gadis itu mengelus-elus rambut pendekku. Rasanya rambutku meleleh dalam artian baik.

"Indah apanya? Sekarang aku lagi ospek, dan itu ngeselin. Untuk apa kita membuat kerajinan topi aneh. Dan jangan lupa nametag  besar, lengkap sama foto dengan ukuran spesifik. Belum snack yang harus wajib itu. Untuk semua itu aku habis tiga ratus ribu lebih," keluhku dengan menggebu.

"Aku juga pernah, ospek jam enam pagi, pulang jam lima sore, malamnya kerjain tugas ospek sampai jam 11, lalu tidur dan begitu lagi di hari berikutnya. Aku heran, apa sih tujuannya?" Wajahnya marah, namun dengan suaranya yang menenangkan dan tingkah lakunya, membuat hatiku tergelitik karena dia sangatlah manis dalam ekspresi apapun.

"Ya kan, apa indahnya dunia nyata, dunia mimpi itu jauh lebih indah," sahutku.

Gadis itu berhenti mengelusku. Lalu dia memegang minggir kepalaku dengan kedua tangan halusnya. Dan mendekatkan wajahnya padaku, sampai-sampai anak rambutnya jatuh.

"Mimpi hanyalah mimpi di dunia mimpi, namun mimpi bisa jadi nyata di dunia nyata kalau kamu usaha," nasihat si cantik. Wajah seriusnya tiba-tiba jadi santai, sorot mata tajam terganti dengan senyum simpul yang sehangat mentari pagi. Perubahan yang indah.

Posisinya kembali seperti semual, tangannya kembali mengelusku pelan. Aku yang berbaring di pangkuannya melihat pemandangan lagi.

Ada pelangi, itu baru. Warna-warna cantik yang melengkung kemana-mana, seperti pita yang sangat panjang. Aneh memang, namanya juga mimpi, inilah keindahan mimpi yang tidak ada di dunia nyata.

"Pelanginya indah ya kayak kamu," rayuku.

Seketika telingaku di tarik melingkar olehnya hingga sedikit sakit. "Kamu sudah bilang itu ke berapa gadis?"

"Seribu tujuh ratus, karena kamu ada di seribu tujuh ratus semesta." Semakin semangat lagi dia menjewer kupingku sampai-sampai aku menutup mata.

"Oh gitu ya. K–”

Suara bell tetiba saja berdering keras, membuatku membuatku membuka mata. Padang rumput yang terang, berubah jadi kamar tidur yang gelap. Padahal mimpi lagi indah-indahnya, malah dibangunkan.

Menguap tak terelakkan, membuat sorot mataku reflek ke arah jam. "Jam empat ...."

***

"Pagi kang, pagi teh," salamku terpaksa kepada semua kating yang lewat di depan barisan.

"Bro, tahan dulu aja, ospek selesai 4 hari lagi." Dari samping, seorang berbisik padaku. Rambutnya botak sama sepertiku—karena itulah aturan ospek, dengan kacamata bertengger di matanya. Kulihat nametag bertuliskan Cacinggrama.

Sepertinya dia melihat rasa lelahku. Sungguh bukan sebuah keindahan. Aku rindu kasur dan mimpi indahku.

"Kenapa empat hari, bukankah enam hari?"

"Maksimal izin sakit itu dua hari."

"Ide bagus," kataku sembari dia tertawa perlahan.

"Hey kamu yang tertawa." Dengan tegas, seorang kating membekukan suasana.

Teman baruku—Cacinggrama—menujuk diri sendiri. Dengan ekspresi bertanya.

"Memangnya siapa yang tadi tertawa?"

Turut berdukacita kawan. Akan kudoakan supaya selamat.

Arah tunjukan dengan tanpa dosa bergeser padaku. "Ya, sudah. Kamu yang disampingnya, sini ikut saya," tegasnya.

"Eh, tapi—”

"Enggak perlu banyak omong."

"... Baik kang."

Cacing kremi sialan.

Aku diantarkan ke ruangan yang di pintunya tertulis ruang hukuman. Sial, kabarnya ada yang tidak lulus ospek karena masuk sini. Kepalaku sampai-sampai menunduk tanpa kusadari, saking khawatirnya.

Dunia nyata sungguh tidak ngenakan. Gadis itu bohong, dunia nyata tidak seindah itu. Aku ingin tidur saja, lari dari sini, dan bermimpi indah.

"Kamu urus dia, ya," kata si akang sembari keluar.

"Baik kang." Terdengar suara perempuan. "Siapa yang menyuruhmu tertunduk? Angkat kepalanya!"

"Baik teh—"

Mata indah seperti berlian dengan rambut yang di gerai. Wajah secantik embun pagi. Keindahan yang kulihat dalam mimpi.

"... Teh, apa kita pernah bertemu?"

Ekspresinya menjadi terkejut. Bahkan kadang tergugup.

"E-enggak ...," katanya sembari memalingkan muka yang semerah tomat. Sungguh manis dan indah.

Tamat

Didedikasikan kepada
Blackpandora_Club

Prompt : "buat cerita dari art"
Cerpen, minimal 500 kata

Terimakasih udah baca ^^
Cerpen ini sebenarnya hanya keluhanku saat ospek & kehaluanku sebagai jomblo :')

Mau tanya dong, kamu ngehaluin siapa sekarang?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro