tetek bengek

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sepedah kukayuh di jalanan beraspal kotor. Dikelilingi bangunan tak berpenghuni, seperti kota hantu. Kulihat-lihat segala arah, untuk menemukan benda yang berguna untuk perjalanan.

"Oh, motor," gumamku melihatnya tergeletak di tempat parkir minimarket.

Stabg sepeda dibelokkan ke kiri, berhenti, aku turun, dan sepada itu dijatuhkan begitu saja. Aku sudah tidak butuh. Motor lebih cepat untuk mencapai tujuanku.

Beruntung, kuncinya masih menggantung jadi aku tidak repot untuk menyalakan paksa. Kuberdirikan posisinya dan menahannya memakai standar.

Joknya terbuka, jadi rasa penasaranku mulai lapar. Isinya hanya beberapa foto dan kamera. Sudah kuduga motor ini dulunya milik seseorang.

Aku sudah lama tidak melihat kamera digital. Setelah menekan beberapa tombol, terputarlah video.

"Tujuan hidup tuh, guys. Cita-cita semua manusia—jadi bintang." Dari speaker kamwra itu, terdengar suara wanita muda. Di layar, tangannya menunjuk sebuah gunung yang terlihat sangat jauh. Di atas gunung itu terdapat gerbang besar yabg indah, megah, dan bercahaya.

Gerbang itu yang akan membuat manusia jadi bintang di langit. Layar kemudian perlihatkan langit biru yabg terang oleh bintang berbagai ukuran dan tingkat cahaya yabg berbeda. Mereka bergerak kesana-kemari, entah sedang apa.

"Papah, aku udah dekat, pah," teriak si gadis pada salah satu bintang.

Dari langit sang bintang turun ke bumi dan merubah wujub. Dia adalah seorang pria 40 tahunan—sepertiku—dengan kemeja, jas, dasi yang rapi, dan jam tangan. Dia turun ke bumi menggunakan Lamborghini Aventador berwarna merah yang mengkilap.

"Pasti mahal," gumamku.

Gadis itupun masuk ke mobil, duduk manis di samping papahnya.
"Siap?" tanya pria itu.

Sang gadis menggoyangkan kameranya, setelah itu terdengar suara klik. Sabuk pengamannya sudah dipakai. "Siap."

Dengan sepatu pantofel kinclongnyq, pria itu menginjak gas. Sedikit terburu, karena dia banyak urusan dilangit. Lonjakan yang tiba-tiba membuat si gadis bergetar, untunglah dia pakai sabuk pengaman.

Namun kamera itu tak punya, tangan si gadia terlepas dari kameranya. Benda itu keluar dari jendela tanpa diminta dan mendarat keras di jalan aspal. Mobil masih melaju menuju gerbang tanoa henti walau sang gadis melihat kebelakang tanpa henti pula.

Rasa geram menggerogoti tabuhku. Berpuluh tahun aku berjalan, berusaha menjadi bintang. Ratusan anak kecil juga dengan bantuan sang bintang, dengan cepat jadi bintang.

Dengan emosi yang memuncak, kamera kulempar sekuat tenaga. Berharap jauh dariku dan rusak. Kamera itu menabrak dinding kaca mini market, bunyinya terlalu keras untuk kota mati yang sunyi.

"Woi, siaoa disana?" Dari kejauhan seseorang berteriak.

Tangan otomatis menutup jok motor dan memutar kuncinya. Ku tumpaki dengan tergesa dan ku gas. Namun ternyata bensinnya habis, malang sekali nasibku.

Aku berlari ke mini market, bersembunyi di pojokan ruangan, dekat kulkas dan rak ciki. Aku mengambil pistol. Dan dor! Orang-orang itu mati.

Tanpa perwalanan mereka meninggal berugu saja. Namun si pemuda menyalahkan dirinya. Yang tsfi  bersama pengawalnys, ternyata....

Tamat


Ini sebenarnya cuma draft yang aku bikin tapi gak aku selesaikan. Jadi daripada membusuk, mending publish aja buat. Anggap aja shitpost.
Sebenarnya ceritanya tuh banyak pemaknaannya. Atau mungkin setiao orang yang oandangan yang beda. Tuh akn aku gak biat nukis juga. Udah malem coi, ngantuk. Walaupun masih ada 2 pr sih hehe. He

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro